بسم الله الرحمن الرحيم
Setelah sujud kedua pada rakaat pertama dan ketiga, apakah kita duduk dulu sejenak baru berdiri ataukah langsung berdiri tanpa duduk sejenak? Syukron atas jawabannya.
Jawaban:
Jawabannya adalah duduk sejenak terlebih dahulu sebelum berdiri. Duduk ini dinamakan duduk istirahat. Dalilnya adalah hadits Malik ibnul Huwairits Al Laitsi radhiallahu 'anhu :
أَنَّهُ رَأَى
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي، فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ
مِنْ صَلَاتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا
“Bahwasanya dia melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan shalat. Ketika berada pada rakaat ganjil dari shalatnya beliau tidak berdiri sampai beliau duduk terlebih dahulu.” [HR Al Bukhari (823)]
-----------------------------------------
Syubhat:
Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa duduk istirahat di dalam shalat hanyalah khusus bagi shalat sunat empat rakaat dengan satu salam. Adapun bagi shalat fardhu ataupun shalat sunat lainnya, maka pelaksanaan duduk istirahat ini adalah bid’ah. Silakan melihat tulisannya di http://agungswasana.blogspot.com/.
Bantahan atas syubhat:
Baik, saya akan mencoba memberikan tanggapan atas tulisan anda mengenai pembahasan hukum duduk istirahat di dalam shalat.
Saya belum pernah melihat dan mendengar adanya keterangan dari ulama tentang pengkhususan duduk istirahat hanya pada shalat sunat empat rakaat. Duduk istirahat ini dapat dilakukan baik pada shalat wajib ataupun shalat sunat apapun berdasarkan keumuman hadits Malik ibnul Huwairits radhiallahu ‘anhu yang mencontohkan kepada murid-muridnya tentang tata cara shalatnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Adapun yang dikatakan bahwa Malik melakukannya di luar waktu shalat (فَيُصَلِّي فِي غَيْرِ وَقْتِ الصَّلَاةِ) , maka itu maksudnya -wallahu a’lam- adalah beliau hanya sekedar mempraktikkan shalat di hadapan para muridnya tanpa ada niat untuk melakukan shalat yang sebenarnya, berdasarkan riwayat yang berbunyi:
“Sesungguhnya aku akan shalat mengimami kalian dan aku tidak bermaksud untuk shalat, akan tetapi aku ingin menunjukkan kepada kalian bagaimana saya melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat.”
Ini menunjukkan bahwa shalat yang dipimpin oleh Malik di sini hanyalah sekedar praktik shalat biasa, bukan melaksanakan shalat fardhu dan bukan pula shalat sunat.
Benar, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa duduk istirahat ini tidak disunatkan sama sekali, baik untuk shalat fardhu ataupun sunat. Namun mereka tidak merinci bahwa ia hanya disunnahkan pada shalat sunat empat rakaat dan tidak disunnahkan ketika shalat fardhu, sebagaimana yang anda simpulkan pada tulisan anda. Mereka berdalil dengan atsar An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy yang menyebutkan bahwa dia melihat beberapa sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم tidak melakukan duduk istirahat di dalam shalat mereka. Anda juga telah memasukkan atsar ini di dalam tulisan anda.
Akan tetapi pendapat di atas bisa dibantah dengan jawaban bahwa adanya sebagian sahabat Rasul yang tidak melakukan duduk istirahat tidak berarti serta merta menunjukkan bahwa duduk istirahat itu bid’ah. Justru perbuatan sebagian sahabat ini telah diselisihi oleh para sahabat Rasulullah yang lain, yang mana mereka melakukan duduk istirahat di dalam shalat mereka. Demikian pula dengan ikrarnya sepuluh orang sahabat Nabi terhadap praktik shalat yang dilakukan oleh Abu Humaid (hadits ini juga telah anda nukilkan di tulisan anda).
Di samping itu, ada kaidah di dalam syariat:
“Barangsiapa yang mengetahui sesuatu, maka dia merupakan hujjah atas orang yang tidak mengetahui.”
dan kaidah:
“Pihak yang menetapkan adanya sesuatu, lebih didahulukan pendapatnya daripada pihak yang menafikannya.”
Selain itu, ada pula kemungkinan sebagian sahabat Nabi meninggalkannya karena memang duduk istirahat itu sendiri hukumnya adalah mustahab (sunat).
Kesimpulan yang dapat kita ambil di sini adalah:
1. Duduk istirahat di dalam shalat berlaku mutlak di semua jenis shalat, baik fardhu maupun sunat, berjamaah ataupun sendirian.
2. Duduk istirahat di dalam shalat bukanlah bid’ah. Duduk istirahat hukumnya adalah mustahab/sunat. Siapa yang melakukannya berarti dia telah menyepakati sunnah. Sedangkan yang meninggalkannya, maka dia tidak berdosa.
3. Kenyataan mengenai adanya sebagian sahabat yang tidak melakukannya, maka ini bukanlah hujjah, karena:
a. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melakukannya, berdasarkan keterangan hadits Malik ibnul Huwairits dan Abu Humaid radhiallahu ‘anhuma.
b. Pendapat pihak yang mengetahui dan menetapkan adanya sesuatu, harus lebih diutamakan daripada pendapat pihak yang tidak mengetahuinya atau menolaknya.
c. Adanya kemungkinan para sahabat yang tidak melakukannya karena mengetahui bahwa hukumnya memang tidak wajib.
Demikian tanggapan saya atas tulisan anda, semoga dapat memberikan pencerahan. Wallahu a’lam bish shawab.
-----------------------------------------
Syubhat:
Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa duduk istirahat di dalam shalat hanyalah khusus bagi shalat sunat empat rakaat dengan satu salam. Adapun bagi shalat fardhu ataupun shalat sunat lainnya, maka pelaksanaan duduk istirahat ini adalah bid’ah. Silakan melihat tulisannya di http://agungswasana.blogspot.com/.
Bantahan atas syubhat:
Baik, saya akan mencoba memberikan tanggapan atas tulisan anda mengenai pembahasan hukum duduk istirahat di dalam shalat.
Saya belum pernah melihat dan mendengar adanya keterangan dari ulama tentang pengkhususan duduk istirahat hanya pada shalat sunat empat rakaat. Duduk istirahat ini dapat dilakukan baik pada shalat wajib ataupun shalat sunat apapun berdasarkan keumuman hadits Malik ibnul Huwairits radhiallahu ‘anhu yang mencontohkan kepada murid-muridnya tentang tata cara shalatnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم .
Adapun yang dikatakan bahwa Malik melakukannya di luar waktu shalat (فَيُصَلِّي فِي غَيْرِ وَقْتِ الصَّلَاةِ) , maka itu maksudnya -wallahu a’lam- adalah beliau hanya sekedar mempraktikkan shalat di hadapan para muridnya tanpa ada niat untuk melakukan shalat yang sebenarnya, berdasarkan riwayat yang berbunyi:
إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ وَلَكِنْ أُرِيدُ أَنْ أُرِيَكُمْ كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
“Sesungguhnya aku akan shalat mengimami kalian dan aku tidak bermaksud untuk shalat, akan tetapi aku ingin menunjukkan kepada kalian bagaimana saya melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat.”
Ini menunjukkan bahwa shalat yang dipimpin oleh Malik di sini hanyalah sekedar praktik shalat biasa, bukan melaksanakan shalat fardhu dan bukan pula shalat sunat.
Benar, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa duduk istirahat ini tidak disunatkan sama sekali, baik untuk shalat fardhu ataupun sunat. Namun mereka tidak merinci bahwa ia hanya disunnahkan pada shalat sunat empat rakaat dan tidak disunnahkan ketika shalat fardhu, sebagaimana yang anda simpulkan pada tulisan anda. Mereka berdalil dengan atsar An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy yang menyebutkan bahwa dia melihat beberapa sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم tidak melakukan duduk istirahat di dalam shalat mereka. Anda juga telah memasukkan atsar ini di dalam tulisan anda.
Akan tetapi pendapat di atas bisa dibantah dengan jawaban bahwa adanya sebagian sahabat Rasul yang tidak melakukan duduk istirahat tidak berarti serta merta menunjukkan bahwa duduk istirahat itu bid’ah. Justru perbuatan sebagian sahabat ini telah diselisihi oleh para sahabat Rasulullah yang lain, yang mana mereka melakukan duduk istirahat di dalam shalat mereka. Demikian pula dengan ikrarnya sepuluh orang sahabat Nabi terhadap praktik shalat yang dilakukan oleh Abu Humaid (hadits ini juga telah anda nukilkan di tulisan anda).
Di samping itu, ada kaidah di dalam syariat:
مَنْ عَلِمَ حُجَّةٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْلَمْ
“Barangsiapa yang mengetahui sesuatu, maka dia merupakan hujjah atas orang yang tidak mengetahui.”
dan kaidah:
الْمُثْبِتُ مُقَدَّمٌ عَلَى النَّافِي
“Pihak yang menetapkan adanya sesuatu, lebih didahulukan pendapatnya daripada pihak yang menafikannya.”
Selain itu, ada pula kemungkinan sebagian sahabat Nabi meninggalkannya karena memang duduk istirahat itu sendiri hukumnya adalah mustahab (sunat).
Kesimpulan yang dapat kita ambil di sini adalah:
1. Duduk istirahat di dalam shalat berlaku mutlak di semua jenis shalat, baik fardhu maupun sunat, berjamaah ataupun sendirian.
2. Duduk istirahat di dalam shalat bukanlah bid’ah. Duduk istirahat hukumnya adalah mustahab/sunat. Siapa yang melakukannya berarti dia telah menyepakati sunnah. Sedangkan yang meninggalkannya, maka dia tidak berdosa.
3. Kenyataan mengenai adanya sebagian sahabat yang tidak melakukannya, maka ini bukanlah hujjah, karena:
a. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melakukannya, berdasarkan keterangan hadits Malik ibnul Huwairits dan Abu Humaid radhiallahu ‘anhuma.
b. Pendapat pihak yang mengetahui dan menetapkan adanya sesuatu, harus lebih diutamakan daripada pendapat pihak yang tidak mengetahuinya atau menolaknya.
c. Adanya kemungkinan para sahabat yang tidak melakukannya karena mengetahui bahwa hukumnya memang tidak wajib.
Demikian tanggapan saya atas tulisan anda, semoga dapat memberikan pencerahan. Wallahu a’lam bish shawab.
وبالله التوفيق
Jumlah tampilan:
Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !