tag:blogger.com,1999:blog-42110363252176630772024-02-09T00:41:31.038+07:00Dakwah Al Quran dan As SunnahMendakwahkan Al Quran dan As Sunnah dengan Pemahaman Generasi Terbaik UmatDakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-20146748963829977122014-06-21T12:23:00.000+07:002014-06-21T12:23:58.221+07:00Faidah dari Hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya nomor 3060 dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">اكْتُبُوا لِي مَنْ تَلَفَّظَ بِالْإِسْلَامِ مِنَ النَّاسِ. فَكَتَبْنَا لَهُ أَلْفًا وَخَمْسَ مِائَةِ رَجُلٍ. فَقُلْنَا: نَخَافُ وَنَحْنُ أَلْفٌ وَخَمْسُ مِائَةٍ؟ فَلَقَدْ رَأَيْتُنَا ابْتُلِينَا حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيُصَلِّي وَحْدَهُ وَهُوَ خَائِفٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tuliskan untukku (nama-nama) orang yang telah mengucapkan Islam (bersyahadat).” Lalu kami menuliskan untuk beliau sebanyak seribu lima ratus orang pria. Lalu kami bertanya: “(Perlukah) kita takut sedangkan kita berjumlah seribu lima ratus orang?” (Hudzaifah berkata:) “Sungguh aku telah melihat kami diuji (pada masa fitnah) sampai-sampai seorang lelaki melaksanakan shalat sendirian (di rumahnya) dalam keadaan takut.”</i><br />
<a name='more'></a><br />
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah di dalam kitab Shahihnya (nomor 149) dengan redaksi yang sedikit berbeda: Dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">أَحْصُوا لِي كَمْ يَلْفِظُ الإِسْلاَم. قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم، أَتَخَافُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ مَا بَيْنَ السّتّمِائَةٍ إِلَى السّبْعِمائَةٍ؟ قَالَ: إِنّكُمْ لاَ تَدْرُونَ لَعَلّكُمْ أَنْ تُبْتَلَوْا. قَالَ: فَابْتُلِينَا حَتّى جَعَلَ الرّجُلُ مِنّا لاَ يُصَلّي إِلاّ سِرًّا</span><span style="font-size: 10pt; line-height: 15.333332061767578px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Hitunglah untukku berapa orang yang sudah melafazhkan Islam (syahadat).” Hudzaifah berkata: Kami berkata: “Wahai Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> , apakah anda mengkhawatirkan kita padahal kita berjumlah antara enam ratus hingga tujuh ratus orang?” Nabi menjawab: “Sesungguhnya kalian tidak tahu, barangkali kalian akan diuji (dengan fitnah).” Hudzaifah berkata: “Maka kami mengalami masa ujian (fitnah) sampai-sampai salah seorang di antara kami tidaklah shalat melainkan secara sembunyi-sembunyi.”</i><br />
<br />
Perbedaan jumlah yang disebutkan di dalam kedua hadits di atas sebenarnya tidaklah bertentangan. Jumlah enam ratus hingga tujuh ratus yang tersebut di dalam riwayat Muslim maksudnya adalah para lelaki muslim yang berada di kota Madinah. Sedangkan jumlah seribu lima ratus yang tersebut di dalam riwayat Al Bukhari maksudnya adalah gabungan jumlah lelaki muslim yang berada di kota Madinah dan yang berada di luar kota Madinah. Demikianlah yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi rahimahullah<br />
<br />
Hadits ini menceritakan Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> meminta kepada para sahabat untuk mendata jumlah para lelaki yang telah masuk ke dalam agama Islam. Setelah dihitung oleh para sahabat, ternyata jumlahnya mencapai sekitar seribu lima ratus orang pria. Dengan jumlah yang banyak ini, sebagian sahabat radhiallahu ‘anhum merasa bahwa kaum muslimin telah aman dari gangguan musuh sehingga Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> tidak perlu merasa khawatir terhadap kondisi kaum muslimin.<br />
<br />
Akan tetapi Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> mengingatkan mereka untuk tidak berbangga diri dengan jumlah yang banyak karena Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> mengatakan bahwa bisa jadi kelak di suatu masa mereka akan ditimpa oleh fitnah (ujian dan cobaan) yang dapat mencerai-beraikan mereka. Jumlah yang banyak tidaklah menjamin suatu kaum akan tetap terjaga dari suatu fitnah (ujian dan cobaan) yang berupa peperangan, perpecahan, dan perselisihan antara sesama mereka.<br />
<br />
Ternyata apa yang dikatakan oleh Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> benar-benar terjadi. Sepeninggal beliau, para sahabat dan kaum muslimin diuji oleh Allah dengan berbagai macam ujian dan cobaan di antara sesama mereka. Bahkan karena saking dahsyatnya fitnah yang terjadi, sebagian sahabat yang tidak ingin terlibat di dalam pertikaian tidak berani untuk ikut shalat berjamaah di masjid. Mereka terpaksa melaksanakan shalat di di dalam rumah-rumah mereka karena takut. Wallahul musta’an.<br />
<br />
Di dalam hadits Hudzaifah di atas ada beberapa faidah yang bisa kita ambil. Di antaranya adalah:<br />
<br />
<b>1. </b>Seorang pemimpin harus peduli terhadap keadaan orang-orang yang dia pimpin dan tidak mengabaikan mereka.<br />
<br />
<b>2. </b>Seorang pemimpin harus menasehati orang-orang yang dia pimpin ketika mereka terjatuh kepada suatu kekeliruan atau kesalahan.<br />
<br />
<b>3.</b> Bolehnya seorang pemimpin melakukan pendataan statistik terhadap orang-orang yang dia pimpin, baik dalam hal jumlah penduduk ataupun yang lainnya.<br />
<br />
<b>4. </b>Bolehnya seseorang menyembunyikan keimanan dalam keadaan dia takut terhadap agamanya.<br />
<br />
<b>5. </b>Larangan untuk berbangga dengan jumlah yang banyak sehingga merasa aman dari fitnah.<br />
<br />
<b>6.</b> Seseorang tidak dapat mengetahui secara pasti perkara yang akan terjadi di masa yang akan datang.<br />
<br />
<b>7.</b> Hadits ini menunjukkan tanda kenabian Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> yang mengabarkan tentang perkara fitnah yang akan terjadi di masa depan berdasarkan wahyu dari Allah ta'ala.<br />
<br />
<b>8. </b>Setiap orang, siapapun dia, pasti akan mengalami ujian dan cobaan di dalam hidupnya.<br />
<br />
<b>9.</b> Ujian dan cobaan hidup itu bertingkat-tingkat. Ada yang berat dan ada yang ringan.<br />
<br />
Demikianlah penjelasan ringkas dan faidah dari hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu 'anhu. Semoga bermanfaat bagi kita semua.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-15333784943570876222014-03-15T13:52:00.002+07:002014-03-15T13:59:16.797+07:00Derajat Hadits Perceraian adalah Perkara Halal yang Dibenci oleh Allah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu dari Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> , beliau bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَبْغَضُ الْحَلَالِ إلَى اللَّهِ
الطَّلَاقُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam kitab Sunan Abi Daud (2178), Ibnu Majah di dalam kitab Sunan Ibnu Majah (2018), Al Baihaqi di dalam kitab As Sunan Al Kubra (15292), Ibnu ‘Adi di kitab Al Kamil (4/323) , dan lain-lain.<br />
<a name='more'></a><br />
Abu Daud dan Al Baihaqi meriwayatkan hadits ini dari jalur Muhammad bin Khalid dari Mu’arrif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu. Ibnu Majah meriwayatkannya dari jalur Muhammad bin Khalid Al Wahibi dari Ubaidullah ibnul Walid Al Washshafi dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu. Sedangkan Ibnu ‘Adi meriwayatkannya dari jalur Isa bin Yunus dari Ubaidullah ibnul Walid Al Washshafi dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Imam Al Hakim juga meriwayatkan hadits Abdullah bin Umar di atas dengan lafazh yang semakna yang berbunyi sebagai berikut:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَا أَحَلَّ اللهُ شَيْئًا أَبْغَضَ
إِلَيْهِ مِنَ الطَّلَاقِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah Allah pernah menghalalkan sesuatu yang lebih Dia benci daripada perceraian.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hakim di dalam kitab Al Mustadrak( 2/147/2794) dari jalan Ahmad bin Yunus dari Mu’arrif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim rahimahullah dan disetujui oleh Adz Dzahabi dengan mengatakan: “(Hadits ini) sesuai dengan syarat Muslim.” As Suyuthi menilai hadits ini shahih di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir, akan tetapi Al Munawi di dalam Faidhul Qadir (5/413 ) mengingkari hal ini dengan mengatakan bahwa ini tidaklah benar.<br />
<br />
Sanggahan yang disebutkan oleh Al Munawi adalah benar. Alasannya adalah karena meskipun zhahir sanad hadits Ibnu Umar adalah marfu’ sampai kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> , akan tetapi sebenarnya hadits ini adalah mursal karena hanya sampai kepada Muharib bin Ditsar dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> tanpa menyebutkan Abdullah bin Umar.<br />
<br />
Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani rahimahullah di dalam kitab At Talkhishul Habir (4/380/1725) berkata: “Abu Hatim dan Ad Daruquthni di kitab Al ‘Ilal dan Al Baihaqi merajihkan (hadits ini adalah) mursal. Ibnul Jauzi juga menyebutkan (hadits) ini di kitab Al ‘Ilal Al Mutanahiah dengan sanad Ibnu Majah dan melemahkannya dengan sebab ‘Ubaidullah ibnul Walid Al Washshafi, dan dia adalah seorang yang lemah.” Beliau juga berkata: “Ad Daruquthni juga meriwayatkan ini dari jalur Makhul dari Muadz bin Jabal dengan lafazh (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">مَا أَحَلَّ اللهُ شَيْئًا أَبْغَضَ إِلَيْهِ مِنَ
الطَّلَاقِ</span>) dan sanadnya lemah dan juga munqathi’. Ad Daruquthni berkata: “Hukum mursal lebih tepat.” Al Baihaqi berkata: “Sanad yang muttashil tidak mahfuzh.”<br />
<br />
Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam kitab Irwa`ul Ghalil (7/108) berkata: “Kesimpulannya adalah bahwa hadits ini diriwayatkan oleh empat orang yang tsiqah dari Mu’arrif bin Washil, yaitu: Muhammad bin Khalid Al Wahibi, Ahmad bin Yunus, Waki’ ibnul Jarrah, dan Yahya bin Bukair. Mereka telah berselisih dalam hal ini. Orang yang pertama dari mereka (Muhammad bin Khalid) meriwayatkan hadits darinya (Mu’arrif) dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar secara marfu’. Sedangkan yang lainnya (meriwayatkannya) darinya dari Muharib secara mursal. Orang yang memahami ilmu hadits tidaklah ragu bahwa riwayat ketiga orang ini lebih rajih karena mereka lebih banyak jumlahnya dan lebih kokoh hafalannya karena mereka semua adalah termasuk orang-orang yang dipegang sebagai hujjah oleh dua syaikh (Al Bukhari dan Muslim) di dalam dua kitab Shahih mereka. Maka benarlah jika Ibnu Abi Hatim dari ayahnya merajihkan irsal sebagaimana yang telah lewat, dan begitu pula Ad Daruquthni di kitab Al ‘Ilal dan Al Baihaqi sebagaimana disebutkan oleh Al Hafizh di kitab At Talkhish (3/205). Al Khaththabi, dan diikuti oleh Al Mundziri di Mukhtasharus Sunan (3/92), berkata: “Yang masyhur mengenai (derajat hadits) ini adalah mursal.”<br />
<br />
Al Albani juga menolak pendapat yang menyatakan bahwa riwayat dari jalur Al Washshafi bisa dijadikat sebagai mutaba’ah (jalur alternatif) bagi jalur yang lain yang dapat mengangkat derajat hadits Ibnu Umar. Beliau berkata: “Kami tidak bisa mengatakan bahwa hadits ini telah diriwayatkan oleh ‘Ubaidillah ibnul Walid Al Washshafi dari Muharib dst secara maushul sehingga hal ini memperkuat bahwa hadits ini hukumnya maushul, karena kami mengatakan bahwa telah lewat (penilaian) dari Ibnu ‘Adi bahwa Al Washshafi ini adalah sangat lemah sehingga tidak bisa diperkuat dengannya sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam ilmu Mushthalah.”<br />
<br />
<b>Kesimpulan: </b>Hadits Abdullah bin Umar radhiallahu 'amhu yang menerangkan perkara halal yang paling dibenci Allah ta'ala adalah perceraian adalah hadits lemah karena ia merupakan hadits mursal. Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-47051841193639596122014-03-01T13:31:00.002+07:002014-03-01T13:42:09.319+07:00Apakah Wanita yang Tidak Taat kepada Suaminya maka Shalatnya Tidak Diterima?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum. Ustadz, ini pertanyaan dari istri ana. Shahihkah hadits yang mengatakan ada dua golongan yang shalatnya tidak melebihi kepalanya: budak yang melarikan diri dari tuannya dan seorang istri yang tidak taat kepada suaminya sampai suaminya ridha?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullah.<br />
<a name='more'></a><br />
Hadits yang antum tanyakan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi di kitab Syu’abul Iman (5202), Ibnu ‘Adi di kitab Al Kamil (1/149), Ibnu Hibban di kitab Shahih-nya (1297) dan lain-lain dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> , beliau bersabda:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">ثَلَاثٌ لَا تُقْبَلُ لَهُمْ
صَلَاةٌ وَلَا يُرْفَعُ لَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ عَمَلٌ: الْعَبْدُ الْآبِقُ مِنْ
مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَ فَيَضَعَ يَدَهُ فِي أَيْدِيهِمْ، وَالْمَرْأَةُ
السَّاخِطُ عَلَيْهَا زَوْجُهَا حَتَّى يَرْضَى، وَالسَّكْرَانُ حَتَّى يَصْحُوَ</span><br />
<br />
<i>“Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak diterima dan amalan mereka tidak diangkat ke langit: budak yang melarikan diri dari tuan-tuannya sampai dia kembali lalu meletakkan tangannya pada tangan-tangan mereka, wanita yang suaminya marah kepadanya sampai dia (suaminya) memaafkannya, dan orang yang mabuk sampai sadar.”</i><br />
<br />
Hadits ini <b>didha’ifkan</b> (dilemahkan) oleh Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam kitab Silsilatul Ahaditsi Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah (1075). Kesimpulan apa yang beliau sampaikan adalah di dalam sanad hadits ini terdapat seorang perawi yang bernama Zuhair bin Muhammad dan telah terjadi idhthirab (keguncangan) di dalam periwayatannya. Sesekali dia mengatakan bahwa dia menerima hadits ini dari Muhammad ibnul Munkadir dari Jabir, dan sesekali dia mengatakan bahwa dia menerima hadits ini dari Muhammad bin Aqil dari Jabir.<br />
<br />
Selain itu, para perawi yang mengambil hadits dari Zuhair bin Muhammad seluruhnya berasal dari negeri Syam, sedangkan para ulama hadits telah menghukumi bahwa riwayat penduduk Syam dari dirinya adalah tidak diterima karena Zuhair meriwayatkan hadits-haditsnya melalui hafalan sehingga banyak salahnya.<br />
<br />
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadits tentang wanita yang tidak taat kepada suaminya sehingga menyebabkan suaminya marah kepadanya bahwa shalatnya tidak diterima, adalah hadits yang lemah.<br />
<br />
Akan tetapi bukan berarti di sini seorang wanita boleh mendurhakai suaminya dan meninggalkan ketaatan kepadanya. Seorang istri tetap wajib taat kepada suaminya selama dia tidak memerintahkan atau mengajak kepada kemaksiatan, kebid’ahan, atau kesyirikan berdasarkan dalil-dalil lainnya yang shahih.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-36695073382328758222014-01-08T12:42:00.000+07:002014-01-08T12:42:26.296+07:00Tujuh Sahabat yang Paling banyak Meriwayatkan Hadits<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"> <span dir="RTL" lang="AR-SA">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></span></div>
<br />
Dari sekian banyak sahabat Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> yang meriwayatkan hadits dari beliau, ada tujuh orang yang jumlah riwayatnya mencapai lebih dari seribu hadits. Nama dari ketujuh orang sahabat ini dirangkum dalam beberapa bait syair, di antaranya adalah apa yang disebutkan oleh Jamaluddin Al Qasimi di dalam kitab Qawa’idut Tahdits:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">سَبْعٌ مِنَ الصَّحْبِ
فَوْقَ الأَلْفِ قَدْ نَقَلُوْا ... مِنَ الحَدِيْثِ عَنِ الْمُخْتَارِ خَيْرَ مَضَرِ</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَبُوْ هُرَيْرَةَ سَعْدٌ
جَابِرٌ أَنَسٌ ... صِدِّيْقَةٌ وَابْنُ عَبَّاسٍ كَذَا ابْنُ عُمَرِ</span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Tujuh orang sahabat telah meriwayatkan lebih dari seribu hadits dari Al Mukhtar (Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b>) dengan sebaik-baik pengumpulan. Abu Hurairah, Sa’d, Jabir, Anas, Ash Shiddiqah (Aisyah), dan Ibnu Abbas, begitupula Ibnu Umar.”</i><br />
<br />
Penyair lain berkata:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">الْمُكْثِرُوْنَ فِي
رِوَايَةِ الأَثَرِ ... أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَلِيْهِ ابْنُ عُمَرِ</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَأَنَسٌ وَالحَبْرُ
كَالخُدْرِيِّ ... وَجَابِرٌ وَزَوْجَةُ النَّبِيِّ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Orang-orang yang paling banyak meriwayatkan atsar adalah Abu Hurairah dan setelahnya Ibnu Umar. Anas, Al Habru (Ibnu Abbas) seperti Al Khudri, Jabir, dan istri Sang Nabi (Aisyah).”</i><br />
<br />
Berikut ini biografi ringkas tentang ketujuh orang sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits:<br />
<br />
<b>1.</b> Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Abu Hurairah Ad Dausi Al Yamani. Para ulama berselisih tentang nama beliau yang sebenarnya. Pendapat yang paling terkenal adalah yang mengatakan bahwa nama beliau adalah Abdurrahman bin Shakhr setelah sebelumnya bernama Abdusyams bin Shakhr, wallahu a’lam. Beliau wafat pada tahun sekitar tahun 57-59 H pada umur 78 tahun.<br />
<br />
Abu Hurairah adalah sahabat Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> yang paling banyak menghafal hadits dari Nabi <b>صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> . Beliau meriwayatkan sebanyak 5374 hadits, sebagaimana disebutkan oleh As Suyuthi di dalam kitab Tadribur Rawi.<br />
<br />
<b>2.</b> Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Umar ibnul Khaththab Al ‘Adawi. Kunyah beliau Abu Abdirrahman. Nama beliau sering disingkat menjadi Ibnu Umar. Dilahirkan tak lama setelah Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> diangkat menjadi nabi. Beliau tidak diizinkan untuk mengikuti perang Uhud karena masih belum cukup umur. Beliau adalah salah seorang sahabat yang paling bersemangat mengikuti sunnah Rasul. Beliau wafat pada akhir tahun 73 H atau awal tahun 74 H.<br />
<br />
Imam As Suyuthi menyebutkan bahwa Ibnu Umar meriwayatkan hadits dari Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> sebanyak 2630 hadits.<br />
<br />
<b>3.</b> Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Nama lengkap beliau adalah Anas bin Malik bin An Nadhr Al Anshari Al Khazraji. Beliau adalah salah seorang pembantu dekat Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> sejak hijrah ke Madinah selama sepuluh tahun. Beliau wafat pada tahun 92 atau 93 H dalam usia lebih dari seratus tahun.<br />
<br />
Menurut As Suyuthi, jumlah hadits yang beliau riwayatkan dari Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> adalah sebanyak 2286 hadits.<br />
<br />
<b>4. </b>Aisyah radhiallahu ‘anha.<br />
<br />
Beliau adalah salah seorang istri Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> atau Ummahatul Mu`minin. Nama lengkapnya adalah Aisyah bintu Abi Bakr Ash Shiddiq. Aisyah merupakan wanita yang paling utama dan paling memahami perkara agama. Aisyah dan ayahnya merupakan orang yang paling dicintai oleh Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Beliau wafat pada tahun 57 H.<br />
<br />
Disebutkan oleh As Suyuthi, jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah dari Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم </b>adalah sebanyak 2210 hadits.<br />
<br />
<b>5.</b> Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abbas bin Abdil Muththalib. Nama beliau biasa disingkat menjadi Ibnu Abbas. Beliau adalah anak pamannya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> (sepupu). Beliau dilahirkan tiga tahun sebelum peristiwa hijrahnya Nabi ke Madinah. Beliau wafat pada tahun 68 H di Thaif.<br />
<br />
Beliau digelari dengan Al Bahru (lautan ilmu) dan Al Habru (orang yang sangat banyak ilmunya) dikarenakan luasnya ilmu agama beliau. Menurut As Suyuthi, jumlah hadits yang beliau riwayatkan dari Nabi<b> صلى الله عليه وسلم </b>adalah 1660 hadits.<br />
<br />
<b>6. </b>Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Nama lengkap beliau adalah Jabir bin Abdillah bin ‘Amr bin Haram Al Anshari As Salami. Beliau dan ayahnya adalah sahabat Nabi<b> صلى الله عليه وسلم </b> . Beliau pernah ikut berperang bersama Rasulullah<b> صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> dalam sembilan belas peperangan. Beliau wafat di Madinah setelah tahun 70 H pada umur 94 tahun.<br />
<br />
Beliau meriwayatkan 1540 hadits dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> sebagaimana disebutkan oleh As Suyuthi di dalam kitab Tadribur Rawi.<br />
<br />
<b>7. </b>Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Nama lengkap beliau adalah Sa’d bin malik bin Sinan Al Anshari. Beliau dan ayahnya adalah sahabat Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Sebagaimana halnya Abdullah bin Umar, Abu Sa'id juga tidak diizinkan untuk mengikuti perang Uhud karena masih belum cukup umur. Beliau wafat di Madinah pada sekitar tahun 63-65 H. Ada pula yang mengatakan pada tahun 74 H.<br />
<br />
Jumlah hadits yang beliau riwayatkan dari Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> adalah sebanyak 1170 hadits, sebagaimana yang disebutkan oleh As Suyuthi rahimahullah.<br />
<br />
Demikianlah biografi ringkas tujuh orang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi<b> صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> .<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب
العالمين<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-2511392286889294742013-12-23T15:56:00.000+07:002013-12-23T15:56:35.940+07:00Sebelas Perkara Fitrah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Pada tulisan kali ini, saya ingin menyampaikan dua hadits yang menyebutkan sebelas perkara yang merupakan bagian dari fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah di sini adalah amalan yang senantiasa diamalkan oleh para nabi dan merupakan bagian dari syariat agama. Adapun dua hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">الْفِطْرَةُ خَمْسٌ (أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ): الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَقَصّ الشّارِبِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 14pt; line-height: 21px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Perkara fitrah ada lima (atau lima perkara fitrah) yaitu: khitan, istihdad, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memotong kumis.”</i> [HR Al Bukhari (5889) dan Muslim (257)]<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللّحْيَةِ، وَالسّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصّ الأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الإِبْطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ. قَالَ زَكَرُيّاءُ: قَالَ مُصْعَبٌ: وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلاّ أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sepuluh perkara yang merupakan fitrah: memotong kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung ketika berwudhuk (istinsyaq), memotong kuku, mencuci ruas-ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan beristinja`.”</i><br />
<br />
<i>Zakaria berkata: Mush’ab berkata: “Saya lupa yang kesepuluh, tampaknya ia adalah berkumur-kumur ketika berwudhuk.”</i> [HR Muslim (261)]<br />
<br />
Berikut ini adalah penjelasan ringkas mengenai kesepuluh perkara fitrah tersebut yang kami ringkaskan dari perkataan Imam An Nawawi di dalam kitab Syarh Shahih Muslim dan Syaikh Al Bassam di dalam kitab Taudhihul Ahkam rahimahumallah:<br />
<br />
<b>1. Khitan.</b><br />
<br />
Khitan pada pria adalah memotong kulit kelamin yang menutupi kepala penis. Sedangkan khitan pada perempuan adalah memotong sedikit dari kulit pada bagian klitoris yang terletak pada bagian atas vagina.<br />
<br />
Para ulama berselisih tentang hukum khitan ini. Imam Asy Syafi’i berpendapat khitan hukumnya wajib bagi pria dan wanita. Imam Ahmad berpendapat khitan hukumnya wajib bagi lelaki dan sunnah bagi wanita. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa hukum khitan adalah sunnah.<br />
<br />
<b>2. Istihdad.</b><br />
<br />
Istihdad adalah mencukur bulu kemaluan. Hukumnya adalah sunnah. Bulu kemaluan yang dimaksud di sini selain bulu kemaluan bagian depan juga mencakup kemaluan di bagian belakang dan sekitarnya. Menghilangkan bulu kemaluan harus dilakukan sendiri dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain, kecuali istri atau suami.<br />
<br />
<b>3. Memotong kuku.</b><br />
<br />
Hukumnya adalah sunnah. Urutan memotongnya adalah dimulai dari kuku tangan hingga kuku kaki. Urutannya secara rinci adalah dimulai dari tangan kanan (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, jari kelingking, dan jari jempol), tangan kiri (jari kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk, dan jari jempol), kaki kanan (jari kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk, dan jari jempol), dan diakhiri pada kaki kiri (jari jempol, jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking).<br />
<br />
<b>4. Mencabut bulu ketiak.</b><br />
<br />
Hukumnya adalah sunnah. Yang paling afdhal dalam cara menghilangkan bulu ketiak adalah dengan mencabutnya. Akan tetapi jika tidak sanggup menahan sakitnya, maka dia boleh menghilangkannya dengan cara mencukurnya atau menggunakan obat perontok bulu. Menghilangkan bulu ketiak harus dilakukan sendiri dan tidak sepatutnya dilakukan oleh orang lain.<br />
<br />
<b>5. Memotong kumis.</b><br />
<br />
Hukumnya adalah sunnah. Lebih disukai untuk mencukur kumis bagian kanan terlebih dahulu. Batasan minimal di dalam memotongnya adalah sampai tampak bagian tepi dari bibir atas. Semakin pendek dipotong maka lebih baik. Memotong kumis ini boleh dilakukan sendiri dan boleh pula dilakukan oleh orang lain.<br />
<br />
<div>
<b>6. Memanjangkan jenggot.</b><br />
<br />
Hukumnya adalah wajib karena telah datang perintahnya atas hal ini dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> di dalam hadits-hadits yang lain. Ia juga merupakan kebiasaan kaum kafir sehingga kita diwajibkan untuk menyelisihi kebiasaan mereka. Selain itu, jenggot merupakan salah satu bentuk kemaskulinan pria yang membedakan dia dengan wanita.<br />
<br />
<b>7. Bersiwak.</b><br />
<br />
Bersiwak adalah membersihkan gigi dan mulut dengan menggunakan batang siwak. Hukumnya adalah sunnah dan ia dicintai oleh Allah. Beberapa waktu yang dianjurkan untuk bersiwak adalah ketika akan shalat, ketika berwudhuk, ketika berpuasa, ketika bangun dari tidur, ketika akan membaca Al Qur`an, ketika akan berbicara dengan orang yang memiliki keutamaan, dan lain sebagainya.<br />
<br />
<b>8. Istinsyaq.</b><br />
<br />
Istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung ketika berwudhuk. Para ulama berselisih tentang hukum istinsyaq dan berkumur ketika berwudhuk. Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i berpendapat hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat hukum keduanya adalah wajib karena mulut dan hidung adalah bagian dari wajah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk mencucinya ketika berwudhuk sebagaimana di dalam surat Al Maidah ayat 6.<br />
<br />
<b>9. Mencuci ruas jari.</b><br />
<br />
Ini tidak hanya khusus pada wudhuk, akan tetapi juga berlaku di luar wudhuk. Hukumnya adalah sunnah. Para ulama juga menambahkan dalam hal ini membersihkan kotoran pada telinga, hidung, dan bagian tubuh yang lainnya.<br />
<br />
<b>10. Istinja`.</b><br />
<br />
Istinja` adalah membersihkan kemaluan depan dan belakang dari najis dengan menggunakan air. Hukumnya adalah wajib karena najis merupakan penghalang seseorang dari berbagai bentuk ibadah, terutama shalat.<br />
<br />
<b>11. Madhmadhah.</b><br />
<br />
Madhmadhah adalah memasukkan air ke dalam mulut dan berkumur dengannya ketika berwudhuk. Hukum berkumur ketika berwudhuk diperselisihkan oleh para ulama. Silakan melihat kembali pembahasannya di nomor 8.<br />
<br />
Demikianlah beberapa perkara fitrah yang disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah dan Aisyah radhiallahu ‘anhuma. Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.</div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-37336538668360367092013-11-16T08:34:00.003+07:002013-11-16T08:35:19.885+07:00Siapakah Orang Bangkrut (Pailit) yang Sesungguhnya?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Imam Muslim rahimahullah berkata di dalam kitab Shahihnya pada hadits nomor 2581:<br />
<br />
Telah berkata kepada kami Qutaibah bin Sa’id dan Ali bin Hujr, mereka berdua berkata: Telah berkata kepada kami Isma’il (yaitu Ibnu Ja’far), dari Al ‘Ala`, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أتدرون ما المفلس؟ قالوا: المفلس فينا
من لا درهم له ولا متاع. فقال: إن المفلس من أمتي يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة،
ويأتي قد شتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا، فيعطى هذا من حسناته
وهذا من حسناته. فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما عليه، أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم
طرح في النار</span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Tahukah kalian siapa orang yang pailit (bangkrut)? Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Nabi berkata: “Sesungguhnya orang yang bangkrut di umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat; akan tetapi dia datang (dengan membawa dosa) telah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si itu; maka si ini (orang yang terzhalimi) akan diberikan (pahala) kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman), dan si ini (orang yang terzhalimi lainnya) akan diberikan kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman). Jika kebaikannya telah habis sebelum dituntaskan dosanya, maka (dosa) kesalahan mereka diambil lalu dilemparkan kepadanya kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.”</i><br />
<br />
Imam An Nawawi rahimahullah di dalam kitab Syarh Shahih Muslim menjelaskan: “Maknanya bahwa hal ini adalah makna orang bangkrut yang sebenarnya. Adapun orang yang tidak memiliki harta ataupun sedikit hartanya lalu manusia menamakannya sebagai orang yang bangkrut, maka ini bukanlah orang bangkrut yang sebenarnya, karena perkara ini (kebangkrutan) akan hilang dan terputus dengan kematiannya. Ataupun bisa jadi ia terputus dengan kemudahan yang dia peroleh setelah itu ketika dia masih hidup.<br />
<br />
Sesungguhnya orang bangkrut yang sebenarnya adalah apa yang tersebut di dalam hadits ini, yaitu orang yang celaka dengan keadaan yang parah dan bangkrut secara pasti karena pahala kebaikannya diambil untuk para korban (kezaliman) nya. Apabila kebaikannya telah habis, maka kesalahan mereka akan diambil lalu diletakkan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka. Maka lengkaplah kerugiannya, kehancurannya, dan kebangkrutannya.” Demikian perkataan Imam An Nawawi.<br />
<br />
Demikianlah ancaman yang diberikan terhadap orang-orang yang berbuat kezhaliman terhadap manusia, meskipun dia banyak melakukan amalan shalih. Baik kezhaliman itu dilakukan dengan cara mencaci orang lain; atau menuduh orang lain dengan tuduhan yang keji, seperti tuduhan berzina ataupun yang lainnya; atau memakan harta orang lain, membunuh, dan memukul orang lain dengan sebab atau cara yang tidak diizinkan oleh syariat; ataupun dengan berbagai bentuk kezhaliman yang lainnya.<br />
<br />
Orang yang demikian ini akan dihukum oleh Allah untuk membayar kezhaliman yang telah dilakukannya terhadap orang lain dengan cara dipindahkan pahala kebaikannya kepada orang yang terzhalimi sesuai kadar kezhalimannya. Jika pahalanya tidak cukup untuk membayar dan menutupi kezhalimannya, maka dosa orang yang terzhalimi akan dipindahkan kepada orang yang menzhalimi sehingga dosanya semakin lebih banyak dan berat daripada pahalanya yang berakibat dia akan dimasukkan ke dalam neraka.<br />
<br />
Dengan keadaan nihil pahala seperti ini, maka dia digolongkan sebagai orang bangkrut (palit) yang sebenarnya karena semua kebaikan dan pahala yang dia cari menjadi hilang. Inilah makna sabda Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> di dalam hadits di atas. Adapun kebangkrutan harta benda, maka bukanlah kebangkrutan yang sebenarnya karena bisa jadi dia berhasil memperoleh kekayaan lagi di masa yang akan datang, ataupun terputus dengan kematian.<br />
<br />
Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar Dia menghindarkan diri kita dari menzhalimi orang lain ataupun dizhalimi oleh orang lain.<br />
<br />
<b>PERINGATAN!</b><br />
<br />
Ada dua hal yang perlu disampaikan di sini agar tidak timbul kesalahpahaman bagi sebagian orang. Dua hal tersebut adalah:<br />
<br />
<b>1.</b> Imam At Tirmidzi di dalam kitab Sunannya (13/121) menukilkan kalam Al Maziri rahimahullah: “Sebagian ahli bid’ah menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ
أُخْرَى</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”</i> [QS Al An’am: 164]<br />
<br />
Ini adalah (persangkaan) batil dan kejahilan yang nyata karena orang itu (pelaku kezhaliman) sesungguhnya dihukum akibat perbuatannya dan dosanya, sehingga ditujukan atasnya hak-hak para korban (kezhaliman) nya, lalu diberikan kepada mereka kebaikannya. Ketika (pahala) kebaikannya habis, diambillah (dosa) perbuatan jelek korbanya, lalu diletakkan untuknya (pelaku). Maka hakikat hukuman (yang dia terima) adalah disebabkan karena kezhalimannya, dan bukan dihukum karena kesalahan yang tidak dilakukannya.” Demikian perkataan Imam Al Maziri.<br />
<br />
<b>2. </b>Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata di dalam kitab Syarh Riyadhush Shalihin (27/39): “Akan tetapi hadits ini tidak berarti bahwasanya dia (pelaku kezhaliman yang telah habis pahalanya) kekal berada di neraka. Akan tetapi dia disiksa sesuai dengan kadar dosa orang lain yang telah ditimpakan kepadanya, kemudian setelah itu tempat kembalinya adalah ke surga, karena seorang mukmin tidak kekal berada di dalam neraka.<br />
<br />
Akan tetapi api itu panasnya sangat dahsyat. Seseorang tidak akan mampu menahan (panasnya) api walaupun sebentar saja. Ini adalah api dunia, maka terlebih lagi api neraka. Semoga Allah melindungi kami dan anda daripadanya.” Demikian perkataan Syaikh Al 'Utsaimin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله
التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-46660566952261089152013-11-13T13:30:00.001+07:002013-11-13T13:30:34.628+07:00Isykal dalam Hadits Diutusnya Mu’adz bin Jabal ke Negeri Yaman<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya yang berjudul Kitabut Tauhid pada bab ke-4 (<b>باب الدعاء إلى شهادة أن لا إله إلا الله</b>) sebuah hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu riwayat Imam Al Bukhari dan Imam Muslim. Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:<br />
<br />
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify;">بَعَثَنِي
رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنّكَ تَأْتِي
قَوْما مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاّ الله وَأَنّي رَسُولُ اللّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ
فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدّ فِي فُقَرَائِهِمْ،
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتّقِ
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللّهِ حِجَابٌ</span><br />
<a name='more'></a><br />
<i>“Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم </b>mengutusku (ke negeri Yaman). Beliau berkata (kepadaku): “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari golongan Ahli Kitab, maka serulah mereka untuk bersyahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah dan bahwasanya aku (Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka lima shalat di setiap hari dan malam. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan disalurkan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, maka janganlah engkau mengambil (zakat dari) harta mereka yang paling berharga. Takutlah engkau kepada doa orang yang terzhalimi karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara ia (doa orang yang terzhalimi) dan Allah.”</i> [HR Al Bukhari (4347) dan Muslim (19)].<br />
<br />
Hadits di atas berisi pengarahan Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> kepada Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu yang diutus oleh Rasul untuk mendakwahkan Islam ke negeri Yaman yang pada masa itu penduduknya kebanyakan beraga Yahudi dan Nasrani.<br />
<br />
Ada tiga hal pokok yang harus disampaikan oleh Mu’adz kepada mereka, yaitu: dakwah tauhid (dua kalimat syahadat), shalat, dan zakat. Ketiga hal ini adalah bagian dari rukun Islam yang lima. Masih ada dua rukun lagi yang tidak disebutkan oleh Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> .<br />
<br />
Di sini timbul pertanyaan: mengapa Rasul<b> صلى الله عليه وسلم</b> hanya memerintahkan Mu’adz untuk mendakwahkan tiga rukun Islam saja (syahadat, shalat, dan zakat) dan tidak memerintahkan rukun puasa dan haji? Bagaimakah jawaban atas isykal ini?<br />
<br />
Berikut ini akan kami nukilkan jawaban yang disampaikan oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah di dalam kitabnya I’anatul Mustafid (1/110) . Beliau berkata:<br />
<br />
“Mengenai hal ini, ada jawaban yang banyak, akan tetapi jawaban yang paling benar dan yang dipilih oleh Syaikh Taqiyyuddin (Ibnu Taimiyah) rahimahullah adalah bahwasanya Rasul <b>صلى الله عليه وسلم</b> hanya membatasi pada rukun-rukun penting dasar yang (jika orang meninggalkannya boleh untuk) diperangi, yaitu: dua syahadat, shalat, dan zakat. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فَإِذَا
انْسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا ...</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kalian jumpai mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah mereka di setiap tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat, … </i><br />
<br />
Yaitu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL"></span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="RTL"></span>... وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<i><br /></i>
<i>… mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.”</i> [QS At Taubah: 5]<br />
<br />
Jadi, Rasul<b> صلى الله عليه وسلم</b> di dalam hadits ini menyebutkan rukun-rukun yang (meninggalkannya boleh) diperangi, yaitu dua syahadat, shalat, dan zakat. Ini dari <b>satu sisi</b>.<br />
<br />
<b>Sisi yang kedua:</b> bahwasanya ia (tiga rukun tadi) adalah rukun-rukun yang tampak, dilihat dan didengar oleh manusia. Adapun puasa, ia adalah perkara tersembunyi antara hamba dan Rabbnya. Sedangkan haji, ia tidaklah wajib atas setiap orang. Ia hanya wajib atas orang yang mampu melakukannya. Begitu juga ia hanya wajib satu kali seumur hidup.<br />
<br />
Berbeda halnya dengan dua syahadat, manusia harus menetapinya sepanjang hayat dan tidak boleh lepas darinya. Shalat selalu berulang setiap hari dan malam lima kali. Zakat setiap tahun.”<br />
<br />
Sampai kepada perkataan beliau: “Begitu pula, barangsiapa yang menjaga dua syahadat, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat maka dia akan menjaga puasa dan menjaga hajinya terlebih utama.”<br />
<br />
Demikian penukilan dari kalam Syaikh Al Fauzan hafizhahullah.<br />
<br />
<b>Kesimpulan </b>yang bisa kita ambil dari penjelasan beliau adalah bahwa sebab Rasul <b>صلى الله عليه وسلم</b> hanya mewasiatkan tiga rukun Islam saja kepada Mu’adz -yaitu dua syahadat, shalat, dan zakat- untuk didakwahkan adalah karena tiga rukun ini adalah rukun Islam yang zhahir atau tampak nyata. Ketiga rukun ini bila ditinggalkan maka pelakunya harus diperangi agar bertaubat.<br />
<br />
Adapun rukun puasa tidak disebutkan karena ia adalah perkara yang tersembunyi dari mata manusia (khafiy). Sedangkan haji tidak disebutkan karena ia hanya wajib bagi orang yang mampu saja.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد
لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-24519095721312064792013-10-05T13:51:00.004+07:002013-10-05T13:54:32.378+07:00Derajat Hadits “Perselisihan Umatku adalah Rahmat”<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></div>
<br />
Di antara hadits palsu yang tersebar di kalangan kaum muslimin adalah hadits:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">اِخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Perselisihan umatku adalah rahmat.”</i><br />
<br />
Hadits ini adalah <b>hadits palsu yang tidak memiliki asal-usulnya</b> di dalam kitab-kitab para ulama hadits terkemuka.<br />
<a name='more'></a><br />
Al Albani rahimahullah berkata di dalam kitabnya yang penuh berkah Silsilatul Ahaditsi Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah (1/141/57): “(Hadits ini) tidak ada asal usulnya. Para ahli hadits telah berusaha untuk mendapatkan sanadnya, akan tetapi mereka tidak berhasil mendapatkannya.<br />
<br />
Al Munawi menukilkan dari As Subuki bahwa dia berkata: “(Hadits ini) tidak dikenal oleh para ahli hadits, dan aku tidak mendapatkan baginya sanad yang shahih, lemah, ataupun palsu.” Hal ini juga diakui oleh Syaikh Zakariya Al Anshari di dalam catatannya terhadap kitab Tafsir Al Baidhawi (ق92/2).”<br />
<br />
Kemudian Al Albani berkata: “Kemudian, makna hadits ini diingkari oleh para muhaqqiq dari kalangan ulama. Al ‘Allamah Ibnu Hazm berkata di dalam kitab Al Ihkam fi Usuhulil Ahkam (5/64) setelah menjelaskan bahwa ini bukanlah sebuah hadits: “Ini adalah ucapan yang sangat rusak, karena jika perselisihan adalah rahmat maka berarti persatuan adalah kemurkaan. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah dikatakan oleh seorang muslimpun, karena tidak ada sesuatu melainkan kesepakatan atau perselisihan, dan tidak ada sesuatu melainkan rahmat atau kemurkaan.”<br />
<br />
Al Albani berkata: “Di antara efek buruk dari hadits ini adalah banyak dari kaum muslimin membiarkan dengan sebab hadits ini perselisihan sengit yang terjadi di antara keempat mazhab dan mereka tidak berusaha selamanya untuk mengembalikannya kepada Al Kitab dan sunnah yang shahih sebagaimana yang telah diperintahkan oleh para imam mereka radhiallahu ‘anhum. Mereka bahakan menganggap mazhab para imam tersebut radhiallahu ‘anhum tidak lebih seperti syariat (agama) yang berbeda-beda.”<br />
<br />
Sampai kepada perkataan beliau: “Dengan hal tersebut, mereka telah menganggap syariat itu saling bertentangan! Hal ini saja merupakan dalil bahwa ia (perselisihan) bukan berasal dari AllAh ‘azza wa jalla jika mereka memperhatikan firman Allah ta’ala tentang Al Qur`an:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ
اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Kalau sekiranya ia (Al Qur`an) bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.”</i> [QS An Nisa`: 82]<br />
<br />
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa perselisihan itu bukan berasal dari Allah. Maka jika demikian, bagaimana mungkin ia dianggap sebagai syariat yang harus diikuti dan rahmat yang diturunkan (dari Allah)?”<br />
<br />
Beliau juga berkata menerangkan efek buruk lain dari hadits ini: “Disebabkan oleh hadits ini dan yang sejenisnya, kebanyakan kaum muslimin setelah masa para imam yang empat hingga hari ini masih berselisih dalam berbagai masalah akidah dan ‘amaliah (praktik ibadah). Jika mereka menilai bahwa perselisihan itu adalah jelek sebagaimana yang tersebut di dalam Al Qur`an, hadits-hadits nabawi, Ibnu Mas’ud, dan selainnya radhiallahu ‘anhum, dan sebagaimana berbagai ayat telah menunjukkan celaan atasnya, niscaya mereka akan segera untuk bersepakat.”<br />
<br />
Sampai kepada perkataan beliau: “Kesimpulannya adalah bahwasanya perselisihan itu adalah tercela di dalam syariat. Maka wajib untuk berusahan melepaskan diri darinya sedapat mungkin karena ia adalah penyebab lemahnya umat sebagaimana Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا
وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Janganlah kalian saling berselisih sehingga kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian.”</i> [QS Al Anfal: 46]<br />
<br />
Adapun ridha terhadapnya dan menamakannya dengan “rahmat”, maka ini menyelisihi ayat-ayat yang mulia yang menerangkan tentang keburukannya. Juga tidak ada sandaran baginya melainkan hanya hadits ini yang tidak ada asal-usulnya dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> .”<br />
<br />
Demikianlah beberapa cuplikan dari perkataan Imam Al Albani rahimahullah di dalam kitabnya yang tersebut di atas. Semoga Allah ta’ala membalasnya dengan pahala yang berlimpah dan mengangkat derajatnya di surga.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-29158698898368968432013-09-30T17:50:00.003+07:002013-09-30T17:55:45.380+07:00Derajat Hadits “Kita telah kembali dari jihad kecil kepada jihad yang lebih besar.”<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></div>
<br />
Kita sering mendengar sebuah hadits yang masyhur yang menerangkan bahwa jihad yang terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu. Hadits yang dimaksud berasal dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قدم على رسول الله صلى الله عليه
وسلم قوم غزاة، فقال صلى الله عليه وسلم: قدمتم خير مقدم، من الجهاد الأصغر إلى
الجهاد الأكبر. قالوا: وما الجهاد الأكبر؟ قال: مجاهدة العبد هواه</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Datang kepada Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> orang-orang yang baru selesai berperang. Lalu Rasulullah<b> صلى</b> <b>الله عليه وسلم</b> berkata: “Kalian menuju kepada tujuan yang terbaik. Kalian menuju dari dari jihad yang lebih kecil kepada jihad yang lebih besar.” Mereka bertanya: “Apa itu jihad yang lebih besar?” Nabi menjawab: “Perjuangan seorang hamba melawan hawa nafsunya.”</i><br />
<a name='more'></a><br />
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">رجعنا من الجهاد الأصغر إلى
الجهاد الأكبر</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Kita kembali dari jihad yang lebih kecil kepada jihad yang lebih besar.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di dalam kitab Az Zuhd (384) dan Al Khathib Al Baghdadi di dalam kitab Tarikh Baghdad (6/171) dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu.<br />
<br />
Di dalam sanad hadits ini diriwayatkan dari jalur Isa bin Ibrahim dari Yahya ibnul ‘Ala` (atau bin Ya’la) dari Laits bin Abi Sulaim. Isa bin Ibrahim adalah seorang yang jujur tapi sering keliru (shaduq rubbama wahima), Yahya ibnul ‘Ala` (atau bin Ya’la) adalah seorang pendusta, dan Laits bin Abi Sulaim dilemahkan karena telah mengalami gangguan ingatan (ikhtilath). Adapun Imam An Nasa`i di dalam kitab Al Kuna meriwayatkan hadits ini sebagai ucapan dari Ibrahim bin Abi ‘Ablah, bukan sebagai hadits dari Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> .<br />
<br />
Hadits ini dinilai lemah oleh Al Iraqi di dalam kitab Takhrij Ihya`i ‘Ulumiddin (2/6) . Sedangkan Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam kitab As Silsilah Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah (5/478) menilai hadits ini adalah hadits munkar.<br />
<br />
Hadits Jabir di atas menerangkan bahwa jihad berperang di jalan Allah adalah sebagai jihad yang kecil, sedangkan melawan hawa nafsu adalah jihad yang lebih besar.<br />
<br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata sebagaimana di dalam Majmu’ul Fatawa (11/197): “Adapun hadits yang diriwayatkan oleh sebagian orang bahwasanya beliau (Nabi) berkata pada perang Tabuk: “Kita telah kembali dari jihad yang lebih kecil kepada jihad yang lebih besar” maka ini adalah hadit yang tidak ada asal-usulnya dan tidak pernah diriwayatkan oleh seorang ahli ma’rifat (hadits) pun sebagai suatu perkataan Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> ataupun perbuatannya.<br />
<br />
Jihad melawan orang-orang kafir adalah termasuk amalan yang paling agung, bahkan ia adalah amalan yang paling utama dilakukan oleh seorang manusia. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى
وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (95)
دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah telah menjanjikan pahala yang baik (surga). Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan, serta rahmat. Allah itu Ghafur (Maha Pengampun) lagi Rahim (Maha Pemberi rahmat).” </i>[QS An Nisa`: 95-96]<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ
وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (19) الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ
اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (20) يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ
مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ (21) خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjid Al Haram kalian samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidaklah sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Rabb mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari-Nya, keridhaan dan, surga yang mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”</i> [QS At Taubah: 19-22]<br />
<br />
Selesai penukilan kalam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.<br />
<br />
Kemudian Syaikhul Islam melanjutkan pembahasan dengan menyebutkan beberapa hadits yang menerangkan bahwa berperang di jalan Allah adalah amalan yang sangat utama dan penting.<br />
<br />
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat kita ketahui bersama bahwa hadits ini ternyata adalah <b>sangat lemah dan munkar</b> sehingga tidak boleh disandarkan kepada Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> .<br />
<br />
<b>PERHATIAN !</b><br />
<br />
Meskipun penamaan berperang di jalan Allah (al jihad fi sabilillah) sebagai jihad kecil (al jihad al ashgar) tidaklah benar karena sanad haditsnya adalah munkar, akan tetapi -wallahu a’lam-<b> </b><b>maknanya </b><b>adalah benar</b>. Alasannya adalah karena tidaklah seseorang itu bersedia dan sanggup berperang di jalan Allah mengorbankan harta dan nyawanya melainkan setelah dia dapat mengalahkan hawa nafsunya yang cenderung enggan untuk berperang. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ
وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal ia (berperang) itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.”</i> [QS Al Baqarah: 216]<br />
<br />
Ayat di atas menunjukkan bahwa tabiat nafsu manusia adalah membenci peperangan karena ia sangatlah berat dan penuh dengan kesulitan. Akan tetapi Allah tetap mewajibkan perang atas kaum muslimin karena memerangi kaum kafir mengandung kebaikan yang sangat besar. Oleh karena itu, kaum muslimin harus berjuang melawan hawa nafsu mereka terlebih dahulu agar mereka dapat berperang di jalan Allah dengan penuh keikhlasan demi menegakkan agama Allah.<br />
<br />
Hal ini juga didukung oleh sebuah hadits dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi<b> صلى الله عليه وسلم </b>bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">المجاهد من جاهد نفسه في سبيل
الله عز وجل</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Seorang mujahid adalah orang yang berjuang menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah ‘azza wa jalla.” </i>[HR Ahmad (24011). Hadits shahih.]<br />
<br />
Adapun perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pada Majmu’ul Fatawa (11/197) yang menyebutkan berbagai dalil tentang keutamaan jihad fi sabilillah -sebagaimana yang telah kami nukilkan di atas-, hal ini dibawa kepada pemahaman bahwa beliau rahimahullah mengingkari penamaan jihad fi sabilillah sebagai jihad kecil (jihad ashghar), sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al ‘Allamah Al Albani rahimahullah di Silsilah Ahadits Adh Dha’ifah (5/481/2460).<br />
<br />
Al Albani berkata: “Kemudian beliau (Syaikhul Islam) menyebutkan beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa ia (jihad fi sabillah) adalah termasuk amalan yang paling utama, seolah-olah beliau rahimahullah mengisyaratkan dengannya mengenai pengingkaran terhadap penamaannya sebagai al jihad al ashghar (jihad kecil).”<br />
<br />
Oleh karena itu, berdasarkan penilaian Syaikh Al Albani rahimahullah, dapat kita simpulkan bahwa Syaikhul Islam ingin menegaskan bahwa jihad fi sabilillah adalah termasuk ibadah yang paling utama, akan tetapi beliau <b>tidak menolak</b> bahwa jihad fi sabilillah hanya dapat terwujud jika seseorang telah berhasil menundukkan hawa nafsunya untuk tidak mau berjihad. Beliau hanya menolak <b>penamaan </b>jihad fi sabillah sebagai jihad kecil.<br />
<br />
Pendapat ini juga didukung oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya yang berharga yaitu Zadul Ma’ad (3/5) . Beliau berkata: “Ketika berjihad melawan musuh-musuh Allah di luar (dirinya) adalah cabang dari jihadnya seorang hamba melawan hawa nafsunya terhadap zat Allah sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">المجاهد من جاهد نفسه في طاعة
الله والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Seorang mujahid adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya di dalam ketaatan terhadap Allah, dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang darinya.”</i><br />
<br />
maka jihad melawan hawa nafsu lebih didahulukan daripada jihad melawan musuh di luar (dirinya) dan merupakan dasar baginya, karena sesungguhnya barangsiapa yang tidak melawan nafsunya terlebih dahulu untuk melakukan apa yang ia (nafsunya) perintahkan dan apa yang ia larang dan memeranginya karena Allah, maka dia tidak akan mampu untuk berjihad melawan musuhnya di luar (dirinya). Bagaimana mungkin dia melawan musuhnya dan menundukkannya sedangkan musuhnya yang berada di dalam dirinya masih perkasa dan menguasainya. Dia tidak melawannya dan tidak memeranginya di (jalan) Allah. Bahkan dia tidak akan mampu pergi keluar (dari rumahnya) untuk menemui musuhnya sampai dia mengalahkan hawa nafsunya untuk dapat pergi keluar.” Demikian perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah.<br />
<br />
Kemudian pada pasal berikutnya, Ibnul Qayyim menyebutkan empat tingkatan jihad, yaitu: jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan Syaithan, jihad melawan orang kafir, dan jihad melawan orang munafik.<br />
<br />
<b>KESIMPULAN</b><br />
<br />
Dari pembahasan di atas, kita dapat mengambil dua kesimpulan:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Hadits yang menyebutkan penamaan jihad fi sabilillah sebagai jihad kecil adalah hadits munkar dan sangat lemah.<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Meskipun penamaan ini tidak benar, akan tetapi pada praktiknya seseorang harus mampu untuk menundukkan hawa nafsunya terlebih dahulu agar dapat berperang mengorbankan jiwa dan hartanya di jalan Allah.<br />
<br />
Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-88064007346578011652013-07-15T14:58:00.000+07:002013-07-16T11:13:05.890+07:00Cara Penilaian Niat dan Amalan Seorang Muslim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (6491) dan Imam Muslim (131) dari Abdullah bin Abbas radhiallahu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda tentang apa yang beliau riwayatkan dari Allah tabaraka wa ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ
الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ
هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ
إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ
هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Sesungguhnya Allah telah mencatat kebaikan dan kejelekan kemudian menerangkannya. Barangsiapa yang bertekad melakukan suatu kebaikan namun dia tidak melakukannya, maka Allah menuliskan baginya di sisi-Nya satu (pahala) kebaikan yang sempurna. Jika dia bertekad melakukan suatu kebaikan lalu dia melakukannya, maka Allah menuliskan baginya di sisi-Nya sepuluh (pahala) kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat hingga lipatan yang banyak. Barangsiapa yang bertekad melakukan suatu kejelekan namun dia tidak melakukannya, maka Allah menuliskan baginya di sisi-Nya satu (pahala) kebaikan yang sempurna. Jika dia bertekad melakukan suatu kejelekan lalu dia melakukannya, maka Allah menuliskan baginya satu (dosa) kejelekan.”</i><br />
<br />
Di dalam hadits ini diterangkan bagaimana cara Allah menilai dan mencatat niat dan amalan yang dilakukan oleh setiap hamba. Berikut ini adalah perinciannya:<br />
<br />
<b>1. Jika melakukan kebaikan, dia mendapatkan pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat.</b><br />
<br />
Setiap muslim yang melakukan suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala dimulai dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Bahkan Allah terkadang menambah lebih dari itu bagi siapa yang Dia kehendaki.<br />
<br />
Pemberian pahala sebanyak sepuluh kali lipat bagi seorang muslim yang berbuat kebaikan adalah suatu kepastian berdasarkan firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang membawa suatu kebaikan maka dia akan mendapatkan (pahala) sepuluh kali lipatnya.” </i>[QS Al An’am: 160]<br />
<br />
Adapun pemberian pahala lebih dari sepuluh, maka ini merupakan hak khusus Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ
فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah itu Wasi’ (Maha Luas karunia-Nya) lagi ‘Alim (Maha mengetahui).”</i> [QS Al Baqarah: 261]<br />
<br />
<b>2. Jika melakukan kejelekan, dia mendapatkan satu dosa.</b><br />
<br />
Setiap muslim yang melakukan suatu kejelekan, maka dia akan mendapatkan satu dosa. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ
فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang membawa perbuatan jelek, maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan sesuai dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”</i> [QS Al An’am: 160]<br />
<br />
<b>3. Jika bertekad melakukan kebaikan tapi tidak jadi dilakukan, dia mendapat satu pahala sempurna.</b><br />
<br />
Setiap muslim yang bertekad untuk untuk melakukan suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan satu pahala sempurna meskipun dia tidak jadi melakukannya. Dalilnya adalah hadits Abu Ad Darda` radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ
يَنْوِى أَنْ يَقُومَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنُهُ حَتَّى يُصْبِحَ
كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang mendatangi tempat tidurnya dan dia berniat bangun untuk melaksanakan shalat di malam hari lalu dia tertidur sampai Subuh, maka akan dituliskan baginya pahala apa yang telah dia niatkan, dan tidurnya itu merupakan sedekah untuknya dari Rabbnya.”</i> [HR Ibnu Majah (1344) dan Al Baihaqi (4911). Hadits shahih.]<br />
<br />
<b>4. Jika bertekad melakukan kejelekan tapi tidak jadi dilakukan, dia mendapat satu pahala sempurna.</b><br />
<br />
Hal ini berlaku dengan syarat apabila dia meninggalkan perbuatan jelek tersebut karena semata-mata mengharapkan ridha Allah ta’ala dan takut kepada-Nya. Adapun jika dia meninggalkan kejelekan tersebut karena takut kepada seseorang, mengharapkan pujian dari orang, ataupun karena terpaksa oleh situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, maka dia tetap mendapatkan dosa.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasul<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ
بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ، فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ
حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan pedang mereka, maka si pembunuh dan yang terbunuh sama-sama masuk ke dalam neraka..” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, si pembunuh ini (pantas masuk ke neraka), lantas kenapa pula orang yang terbunuh (juga masuk neraka)?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya dia (yang terbunuh) telah bertekad untuk membunuh temannya (si pembunuh).”</i> [HR Al Bukhari (31) dan Muslim (2888)]<br />
<br />
Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa orang yang terbunuh itu juga dihukum di neraka karena sebelum terbunuh dia sudah bertekad untuk membunuh si pembunuh, hanya saja dia tidak berhasil melakukan karena sudah lebih dahulu terbunuh.<br />
<br />
Demikianlah cara-cara pencatatan niat dan amalan yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu di atas.<br />
<br />
<b>PERHATIAN!</b><br />
<br />
<b>1.</b> Ada suatu hal yang berkaitan dengan masalah ini yang harus diketahui, yaitu meskipun satu kejelekan hanya dibalas dengan satu dosa sebagaimana yang disebutkan di nomor dua, akan tetapi dosa itu dapat menjadi besar jika dilakukan pada waktu dan tempat tertentu, atau oleh pelaku tertentu.<br />
<br />
Contohnya adalah melakukan perbuatan dosa pada bulan haram (Muharram, Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulqa’dah) dosanya lebih besar daripada melakukannya pada selain bulan haram. Sebaliknya, melakukan kebaikan pada bulan-bulan haram, maka pahala yang didapatkan juga lebih besar daripada selain bulan haram. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا
تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian (dengan berbuat dosa) dalam bulan yang empat itu.”</i> [QS At Taubah: 36]<br />
<br />
Contohnya lainnya adalah melakukan perbuatan dosa pada daerah haram (Mekkah dan Madinah) dosanya lebih besar daripada melakukannya pada selain daerah haram. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ
بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya (negeri Mekkah), niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.”</i> [QS Al Hajj: 25]<br />
<br />
Contoh perbuatan jelek akan menjadi lebih besar dosanya jika dilakukan oleh orang atau kalangan tertentu adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ
يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ
وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30) وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ
وَرَسُولِهِ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا
لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Wahai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antara kalian yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Demikian itu adalah mudah bagi Allah. Barangsiapa di antara kalian sekalian tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia.”</i> [QS Al Ahzab: 30-31]<br />
<br />
Ayat di atas juga menerangkan bahwa jika para istri Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> melakukan perkara kebaikan maka mereka akan mendapat pahala yang lebih besar dibandingkan dengan orang-orang selain mereka.<br />
<br />
<b>2.</b> Orang kafir yang memiliki niat baik ataupun melakukan suatu perbuatan baik tidak mendapatkan pahala apapun jika dia tetap berada di dalam kekafirannya sampai dia meninggal. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا
مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”</i> [QS Al Furqan: 23]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ
عَنْهُمْ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”</i> [QS Al An’am: 88]<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya oleh admin dari kitab Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-35611477981208079642013-07-11T23:20:00.001+07:002013-07-11T23:20:31.143+07:00Derajat Hadits Bulan Ramadhan Terbagi kepada Tiga Bagian<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Setiap bulan Ramadhan tiba, kita sering mendengar khatib atau penceramah menyebutkan sebuah hadits yang menyatakan bahwa bulan Ramadhan terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama adalah fase rahmat, bagian kedua adalah fase pengampunan, dan yang ketiga adalah fase pembebasan dari neraka.<br />
<br />
Meskipun kita sering mendengarkan hadits ini, namun kita tidak mengetahui derajat keshahihannya. Untuk itu, maka kami mencoba untuk menyampaikan kepada pembaca uraian mengenai pembahasan tentang derajat sanad hadits ini.<br />
<a name='more'></a><br />
Ada dua hadits yang berkenaan dengan perkara ini. Berikut ini penjelasan kedua hadits tersebut:<br />
<br />
<b>1.</b> Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ
رَحْمَةٌ وَوَسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Ad Dailami (1/1/10-11), Al Khathib di kitab Muwadhdhihu Auhamil Jam’i wat Tafriq (2/77), Ibnu ‘Asakir (1/506/8), Al ‘Uqaili di kitab Adh Dhu’afa` (172) dan Ibnu ‘Adi (1/165). Lihat kitab Al Jami’ul Kabir karya As Suyuthi (7957).<br />
<br />
Hadits ini berasal dari jalan Sallam bin Sawwar dari Maslamah bin Ash Shalt dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Al ‘Uqaili berkata: “(Hadits ini) tidak ada asal-usulnya dari hadits Az Zuhri.” Ibnu ‘Adi berkata: “Sallam (bin Sulaiman bin Sawwar) bagiku adalah seorang yang haditsnya mungkar. Sedangkan Maslamah dia tidak dikenal.” Demikian pula perkataan Adz Dzahabi.<br />
<br />
Sedangkan Maslamah, Abu Hatim telah berkata tentangnya: “Haditsnya ditinggalkan.” sebagaimana disebutkan di biografinya di kitab Al Mizan.<br />
<br />
Hadits ini dinilai sebagai <b>hadits mungkar</b> oleh Syaikh Al Albani rahimahullah. Demikian tersebut di dalam kitab Silsilatul Ahaditsi Adh Dha’ifah (4/70).<br />
<br />
<b>2.</b> Dari Salman Al Farisi radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ
رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Ia (Ramadhan) adalah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di kitab Syu’abul Iman (3336) dan Ibnu Khuzaimah di kitab Shahihnya (1187) dan berkata: “Kalau sanadnya shahih.”<br />
<br />
Hadits ini <b>dilemahkan </b>oleh Syaikh Al Albani rahimahullah karena ia diriwayatkan dari jalan Ali bin Zaid bin Jud’an dari Sa’id ibnul Musayyab dari Salman Al Farisi. Imam Ahmad dan yang lainnya menilai bahwa Ali bin Zaid bin Jud’an adalah seorang yang lemah haditsnya. Ibnu Khuzaimah berkata: “Saya tidak berhujjah dengannya karena hafalannya buruk.” Itulah sebabnya mengapa Ibnu Khuzaimah meriwayatkan hadits ini di dalam kitab Shahihnya dengan mengatakan: “Jika hadits ini shahih.”<br />
<br />
Silakan melihat pembahasannya di kitab Silsilatul Ahaditsi Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah (2/262/871).<br />
<br />
<b>KESIMPULAN:</b><br />
<br />
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa hadits yang sering diucapkan oleh sebagian penceramah bahwa bulan Ramadhan terbagi kepada tiga bagian: rahmat, ampunan, dan pembebasan dari neraka, adalah <b>hadits lemah</b> yang tidak bisa dijadikan sebagai landasan. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-39756667901007262982013-07-01T22:08:00.001+07:002013-07-01T22:18:26.536+07:00Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al Qur`an<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Di antara jenis hadits adalah hadits qudsi. Hadits qudsi adalah hadits yang Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم </b>meriwayatkannya dari Allah ta’ala. Ulama hadits menggolongkan hadits qudsi ke dalam hadits-hadits nabawi karena ia disampaikan oleh Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> , dan ia tidak digolongkan ke dalam bagian dari Al Qur`an berdasarkan ijma’. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa perbedaan antara hadits qudsi dengan Al Qur`an di dalam kitab Syarh Kitabut Tauhid. Berikut ini kami akan menyampaikan beberapa perbedaan saja dari apa yang telah disebutkan oleh beliau rahimahullah.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Perbedaan Pertama:</b><br />
<b><br /></b>Hadits qudsi diriwayatkan oleh Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> langsung dari Allah ta’ala tanpa adanya perantara malaikat Jibril ‘alaihis salam (menurut zhahir teks). Sedangkan Al Qur`an, diturunkan kepada Nabi <b>صلى الله</b> <b>عليه وسلم </b>melalui perantaraan Jibril, sebagaimana firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;">قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><br /></span></div>
<i>“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Rabbmu dengan benar.”</i> [QS An Nahl: 102]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;">وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.”</i> [QS Asy Syu’ara: 192-195]<br />
<br />
<b>Perbedaan Kedua:</b><br />
<b><br /></b>Hadits qudsi, membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, dalam arti seseorang itu tidaklah dianggap beribadah kepada Allah hanya dengan sekedar membacanya. Orang yang membaca hadits qudsi tidak mendapatkan pahala sepuluh atas setiap hurufnya. Berbeda halnya dengan Al Qur`an, membacanya dianggap sebagai suatu ibadah dan pelakunya mendapatkan pahala sepuluh dari setiap huruf Al Qur`an yang dibacanya.<br />
<br />
Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;">من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة والحسنة بعشر أمثالها لا أقول آلم حرف ولكن ألف حرف ولام حرف وميم حرف</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur`an) maka dia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dijadikan sepuluh kali lipatnya. Saya tidak mengatakan “Alif Laam Miim” itu satu huruf, akan tetapi “Alif” itu satu huruf, “Laam” satu huruf, dan “Miim” satu huruf.”</i> [HR At Tirmidzi (2910) dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Hadits shahih]<br />
<br />
<b>Perbedaan Ketiga:</b><br />
<b><br /></b>Al Qur`an dijamin kemurniannya oleh Allah ta’ala dari penambahan dan pengurangan, sebagaimana firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;">إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” </i>[QS Al Hijr: 9]<br />
<br />
Adapun hadits qudsi tidaklah demikian halnya. Ada hadits qudsi yang shahih, ada yang hasan, ada yang lemah, dan bahkan ada yang palsu. Meskipun hadits qudsi yang lemah dan palsu ini tidak bisa dikatakan berasal dari Allah, namun ada beberapa pihak yang mencoba untuk melakukan penambahan dan pengurangan di dalam hal ini lalu menyatakan bahwa itu adalah firman Allah di dalam hadits qudsi.<br />
<br />
<b>Perbedaan Keempat:</b><br />
<b><br /></b>Hadits qudsi boleh disampaikan secara makna menurut pendapat kebanyakan ahli hadits. Sedangkan Al Qur`an sama sekali tidak boleh dibaca dengan makna berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Al Qur`an harus dibaca sama persis dengan apa yang tertulis di dalam mushaf.<br />
<br />
<b>Perbedaan Kelima:</b><br />
<b><br /></b>Hadits qudsi tidak boleh dijadikan sebagai bacaan di dalam shalat. Sedangkan Al Qur`an, ia boleh dibaca di dalam shalat. Bahkan, ada sebuah surat yang wajib dibaca di dalam shalat yang bila ditinggalkan maka shalat menjadi tidak sah, yaitu surat Al Fatihah.<br />
<br />
Demikianlah beberapa perbedaan antara hadits qudsi dengan Al Qur`an yang kami sadur dari perkataan Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin rahimahullah ta’ala.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 31px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-8427835544355119622013-05-17T22:38:00.004+07:002013-05-17T22:39:16.286+07:00Apakah Shalat Isyraq Itu?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum ustadz. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bahwa beliau bersabda, yang artinya: “ Barangsiapa yang melakukan sholat Subuh berjamaah, kemudian duduk di tempat sholatnya seraya berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, setelah itu dia mengerjakan sholat dua rakaat, maka dia memperoleh pahala seperti pahala haji dan umroh dengan sempurna.” Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم </b>bersabda: “(dengan) sempurna, sempurna, sempurna.”<br />
<a name='more'></a><br />
Adapun yang saya ingin tanyakan adalah:<br />
<br />
<b>1. </b>Bagaimana tingkat kualitas hadits ini?<br />
<b>2.</b> Pada kalimat: “ setelah itu dia mengerjakan sholat dua rakaat.”, shalat apakah itu?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullah.<br />
<br />
Hadits yang dimaksud di atas berbunyi sebagai berikut:<br />
<br />
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">من صلى الغداة في جماعة ثم قعد
يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كانت له كأجر حجة وعمرة. قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: تامة تامة</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Barangsiapa yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah, kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian dia melaksanakan shalat dua rakaat, maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah.” Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menambahkan: “(Pahala yang) sempurna, sempurna!”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi di dalam kitab Sunannya (nomor 586) dengan sanad yang hasan insya Allah. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dan Ahmad Syakir rahimahumallah.<br />
<br />
Adapun shalat dua rakaat yang dimaksud di dalam hadits di atas adalah shalat Isyraq. Shalat Isyraq itu adalah shalat Dhuha yang dilakukan di awal waktu yaitu ketika matahari telah terbit sempurna (waktu isyraq atau syuruq). Jadi shalat dua rakaat itu dapat dinamakan dengan shalat Isyraq dan dapat pula dinamakan dengan shalat Dhuha.<br />
<br />
Disyaratkan bagi orang yang yang ingin mendapatkan pahala dan keutamaan yang tersebut di dalam hadits di atas, untuk tidak berpindah dari tempat dia melaksanakan shalat Subuh sampai tibanya waktu syuruq, sebagaimana datang keterangannya di dalam riwayat Ath Thabrani dari Abu Umamah radhiallahu 'anhu.<br />
<br />
Demikian. Wallahu a'lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-35003125907613959592013-05-01T22:28:00.001+07:002013-05-01T22:31:10.975+07:00Benarkah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم Diciptakan dari Cahaya (Nur Muhammad)?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
Salah satu akidah yang diyakini oleh kaum Sufi adalah keyakinan bahwa Nabi Muhammad<b> صلى الله عليه وسلم</b> diciptakan dari cahaya sebelum seluruh makhluk diciptakan. Mereka berdalil dengan hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> tentang makhluk apakah yang paling pertama diciptakan oleh Allah ‘azza wa jalla . Lalu Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menjawab:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَا جَابِرُ، إِنَّ اللهَ
تَعَالَى خَلَقَ قَبْلَ الأَشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ</span></div>
<div class="MsoNormal">
<a name='more'></a></div>
<i><br /></i>
<i>“Wahai Jabir, sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan cahaya Nabimu dari cahaya-Nya sebelum (menciptakan) yang lain.”</i><br />
<br />
Hadits ini adalah hadits yang panjang, disebutkan oleh Al ‘Ajluni di kitabnya Kasyful Khafa` hadits nomor 827, dan menyandarkan periwayatannya kepada Abdurrazzaq penyusun Mushannaf. Setelah diteliti oleh para ulama, ternyata penyandaran hadits ini kepada Abdurrazzaq tidaklah benar. Hadits ini tidak ditemukan di dalam Mushannaf beliau. Syekh Al Albani rahimahullah berkata di dalam kitab Silsilah Ash Shahihah (133): “Hadits Abdurrazzaq sanadnya tidak diketahui.” Hal ini menunjukkan akan kepalsuan hadits ini.<br />
<br />
Hadits lain yang menjadi sandaran mereka adalah hadits palsu yang tersebar di kalangan manusia:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ اللهَ قَبَضَ قَبْضَةً مِنْ
نُوْرِهِ، فَقَالَ لَهَا: كُوْنِي مُحَمَّدًا، فَصَارَتْ عَمُوْدًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Sesungguhnya Allah menggenggam segenggam cahaya-Nya, lalu berkata kepadanya: ‘Jadilah engkau sebagai Muhammad!’ Maka berubahlah cahaya itu menjadi tiang.”</i><br />
<br />
Para ulama menghukumi hadits ini dan yang sebelumnya sebagai hadits palsu dan dusta. Di antara yang menunjukkan akan kepalsuan hadits ini adalah Allah ‘azza wa jalla memerintahkan cahaya untuk menjadi Muhammad, tapi cahaya itu malah berubah menjadi tiang, seolah-olah Allah ‘azza wa jalla tidak memiliki kekuasaan yang sempurna sehingga terjadi kesalahan.<br />
<br />
Semua hadits yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad<b> صلى الله عليه وسلم</b> berasal dari cahaya dan bahwa cahaya beliau <b>صلى الله عليه وسلم</b> adalah makhluk pertama yang diciptakan Allah ‘azza wa jalla adalah palsu dan bertentangan dengan Al Qur`an dan sunnah yang shahih. Allah ‘azza wa jalla telah menerangkan di dalam banyak ayat dan surat bahwa asal manusia adalah diciptakan dari tanah, termasuk di dalamnya Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Allah ‘azza wa jalla berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ
مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
(13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”</i> [QS Al Mu`minun: 12-14]<br />
<br />
Allah ‘azza wa jalla berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa seperti kalian yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah sesembahan yang tunggal.”</i> [QS Al Kahfi: 110]<br />
<br />
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">خُلِقَتِ المَلاَئِكَةُ مِنْ
نُوْرٍ، وَخُلِقَ الجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارِ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ
لَكُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disebutkan kepada kalian (yaitu tanah).”</i> [HR Muslim (2966)]<br />
<br />
Syaikh Al Albani berkata di dalam kitab Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (458): “Pada hadits ini terdapat isyarat tentang batilnya hadits yang masyhur di kalangan manusia: “Wahai Jabir, yang pertama diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu.” dan hadits lainnya yang menyebutkan bahwa beliau <b>صلى الله عليه وسلم</b> diciptakan dari cahaya. Sesungguhnya hadits ini (hadits Aisyah di atas) adalah dalil yang jelas bahwa hanya malaikat yang diciptakan dari cahaya, tidak termasuk Adam dan keturunannya.”<br />
<br />
Begitu pula perkataan mereka yang mengatakan bahwa cahaya Muhammad adalah makhluk yang paling pertama diciptakan oleh Allah ‘azza wa jalla adalah batil dan bertentangan dengan hadits:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">إِنّ أَوّلَ مَا خَلَقَ اللهُ
الْقَلَمَ</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Sesungguhnya yang paling pertama Allah ciptakan adalah Al Qalam.”</i> [HR Abu Daud (4700) dan At Tirmidzi (2155) dari Ubadah bin Shomit radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Di dalam hadits ini disebutkan bahwa makhluk yang paling pertama diciptakan oleh Allah ‘azza wa jalla adalah Al Qalam yang bertugas untuk mencatat takdir seluruh makhluk hingga hari Kiamat kelak. Ini merupakan salah satu pendapat dari kalangan para ulama.<br />
<br />
Pendapat lainnya mengatakan bahwa makhluk yang paling pertama diciptakan adalah ‘Arsy berdasarkan hadits Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu riwayat Al Bukhari (3191) yang menerangkan bahwa Arsy telah ada sebelum penentuan takdir, dan hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiallahu ‘anhu riwayat Muslim (2653) yang menerangkan bahwa Allah ‘azza wa jalla telah menentukan takdir segala sesuatu sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, dan Arsy pada waktu itu telah ada. Pendapat kedua ini adalah pendapat kebanyakan ulama.<br />
<br />
Untuk penjelasan lebih lengkap silakan melihat pembahasannya pada kitab Ash Shofadiyah (2/79) karangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syarh Ath Thohawiyah (1/241) karangan Ibnu Abil Izz, dan Fathul Bari (6/346-347) karangan Ibnu Hajar Al ‘Asqalani.<br />
<br />
Namun, walaupun terjadi perbedaan pendapat, tidak ada satupun dari para ulama yang mengatakan bahwa makhluk yang paling pertama diciptakan adalah cahaya Muhammad. Ayat-ayat, hadits-hadits, dan penjelasan para ulama Ahlus Sunnah ini membuktikan kekeliruan pendapat kaum Sufi yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> diciptakan dari cahaya dan cahayanya ini adalah makhluk yang paling pertama diciptakan oleh Allah ‘azza wa jalla . Segala puji hanya bagi Allah ‘azza wa jalla yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-30215958752483219852012-11-14T14:38:00.001+07:002013-07-03T22:32:41.243+07:00Hukum Puasa di Akhir dan Awal Tahun Hijriah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span>
Di antara bentuk ibadah yang tersebar di sebagian kalangan kaum muslimin adalah berpuasa di hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan di awal bulan Muharram. Keutamaannya adalah mendapatkan pengampunan dosa selama lima puluh tahun.<br />
<br />
Ternyata ibadah ini sama sekali tidak disyariatkan, baik di dalam Al Qur`an maupun di dalam hadits-hadits yang shahih. Adapun landasan hukum yang dipakai oleh orang-orang yang mengamalkan puasa ini adalah hadits palsu yang berbunyi sebagai berikut:<br />
<a name='more'></a><br />
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">من صام آخر يوم من ذى
الحجة وأول يوم من المحرم فقد ختم السنة الماضية وافتتح السنة المستقبلة بصوم جعل
الله له كفارة خمسين سنة</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan hari pertama dari bulan Muharram maka sungguh dia telah menghabiskan tahun yang lalu dan memulai tahun yang berikutnya dengan puasa yang mana Allah akan menjadikan puasa itu sebagai penghapus dosa-dosanya selama lima puluh tahun.”</i><br />
<br />
Hadits ini adalah hadits palsu. Di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Ahmad bin Abdillah Al Harawi Al Juwaibari, dan dia adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya Al Maudhu’at (2/199)<br />
<br />
Sebagai tambahan, adapula hadits lain yang menyebutkan tentang puasa selama sembilan hari pertama di bulan Muharram. Hadits tersebut datang dari Musa Ath Thawil dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله علايه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">من صام تسعة أيام من
أول المحرم بنى الله له قبة في الهوى ميلا في ميل لها أربعة أبواب</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang berpuasa selama sembilan hari di awal bulan Muharram maka Allah akan membangun untuknya sebuah kubah di udara seluas satu mil kali satu mil yang memiliki empat buah pintu.”</i><br />
<br />
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Ini adalah hadits palsu yang mengatasnamakan Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Ibnu Hibban berkata: Musa Ath Thawil meriwayatkan dari Anas riwayat-riwayat yang palsu yang tidak halal untuk menulisnya kecuali untuk diingkari.”<br />
<br />
Semoga Allah ta’ala menjaga kita dan kaum muslimin dari amalan-amalan bid’ah yang tidak disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Amin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-16980808517607399902012-10-29T10:18:00.001+07:002013-08-02T23:04:49.788+07:00Penggunaan Hadits Lemah dan Palsu di Dalam Syariat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
Hadits lemah, terlebih lagi hadits palsu, tidak boleh diamalkan dalam berbagai perkara agama apapun termasuk di dalam masalah fadhailul a’mal (keutamaan dan pahala suatu amal sholih) dan at targhib wat tarhib (anjuran beramal sholih dan ancaman berbuat dosa).<br />
<br />
Syaikh Al Albani rahimahullah berkata di dalam kitab Tamamul Minnah (hal. 34): “Barangsiapa yang mengecualikan darinya (yaitu larangan penggunaan hadits lemah) hadits lemah di dalam masalah fadhailul a’mal maka dia harus mendatangkan dalil, dan itu sangat tidak mungkin.” Ini juga merupakan pendapat Syaikh Muqbil Al Wadi’i rahimahullah di dalam kitabnya Al Makhraj minal Fitnah (hal. 103) dan Ijabatus Sa`il (hal. 449).<br />
<a name='more'></a><br />
Sebab dilarangnya mengamalkan hadits-hadits lemah adalah karena ia adalah salah satu bentuk kedustaan (taqawwul) dengan mengatas namakan Allah ‘azza wa jallah dan Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> seolah-olah Allah dan Rasul-Nya pernah mengatakan atau mensyariatkan hal tersebut. Demikian makna kalam Asy Syaukani di dalam kitab Al Fawaid Al Majmu’ah (hal. 283).<br />
<br />
Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahullah ta’ala, menyebutkan beberapa kerusakan yang diakibatkan dari pengamalan hadits-hadits lemah dan palsu di dalam syariat. Kami sebutkan beberapa di antaranya:<br />
<br />
<b>1.</b> Menyebabkan tersebarnya bid’ah dan tersainginya sunnah.<br />
<b>2.</b> Menyebabkan terjadinya perselisihan di antara kaum muslimin.<br />
<b>3.</b> Terkadang terjadi pengambilan hukum dari hadits-hadits at targhib wat tarhib yang lemah sehingga muncul sikap, akhlak, dan keyakinan yang dianggap merupakan contoh dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> , padahal tidaklah demikian halnya.<br />
<b>4. </b>Beramal dengan hadits lemah terkadang bisa menghilangkan kesempatan untuk beramal dengan dengan hadits yang shahih.<br />
<b>5.</b> Hadits-hadits lemah terkadang menimbulkan kesulitan dan keraguan terhadap dalil-dalil yang shahih.<br />
<br />
Silakan melihat pengantar kitab Fathul Lathif fi Hukmil ‘Amal bil Haditsidh Dha’if karangan Ali bin Ahmad Ar Razihi hadahullah.<br />
<br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata di dalam kitab Qa’idatun Jalilah fit Tawassul wal Wasilah (hal. 84): “Tidak boleh di dalam syariat bersandar kepada hadits-hadits lemah yang tidak shahih dan tidak hasan.”<br />
<br />
Abu Syamah Al Maqdisi rahimahullah berkata: “Sekelompok ahli hadits bermudah-mudahan terhadap hadits-hadits tentang keutamaan suatu amalan. Hal ini menurut para peneliti dari kalangan ahli hadits, ulama ushul, dan fiqh adalah suatu kesalahan. Bahkan sepatutnya bagi mereka untuk menerangkan hal ini (yaitu derajat kelemahan hadits) jika mengetahui akan kelemahannya. Jika tidak menerangkannya maka termasuk ke dalam sabda beliau <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مَنْ حَدَّثَ عَنِّي حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ
أَحَدُ الكَاذِبِيْنِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku dan dia mengetahui bahwasanya (hadits) tersebut adalah dusta maka ia adalah salah satu dari para pendusta.” </i>[HR At Tirmidzi (2662) dan Ibnu Majah (41) dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu . Hadits shahih.]<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-737293360924360352012-10-23T23:33:00.000+07:002013-07-03T22:30:12.641+07:00Hadits tentang Keutamaan Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Mohon penjelasan tentang hadits puasa tarwiyah setiap tanggal 8 Dzulhijjah yang artinya: "Barangsiapa berpuasa satu hari maka menghapus dosa satu tahun, dan barangsiapa yang berpuasa Arafah satu hari menghapus dosa 2 tahun." Bukankah hadits ini dho'if? Ada pendapat para ulama yang memperbolehkan mengamalkan hadits ini meskipun sebatas fadhailul a'mal, lantas bagaimana sikap yang paling bijak mengenai amalan ini?<br />
<a name='more'></a><b><br /></b>
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Ada sebuah hadits yang menerangkan tentang keutamaan puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah. Hadits itu berbunyi sebagai berikut:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">صوم يوم التروية
كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) merupakan penghapus dosa selama setahun dan puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) merupakan penghapus dosa selama dua tahun.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Asy Syaikh dan Ibnu An Najjar dari Abdullah Ibnu Abbas secara marfu’. Diriwayatkan pula oleh Ad Dailami di dalam kitab Musnad Al Firdaus (2/248) dari jalur Abu Asy Syaikh dari Ali bin Ali Al Himyari dari Al Kalbi dari Abu Shalih dari Abdullah bin Abbas.<br />
<br />
Hadits ini adalah <b>hadits palsu</b> dikarenakan oleh dua sebab:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Al Kalbi. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnus Saib. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata tentangnya: “Dia dituduh berdusta.” Bahkan Al Kalbi sendiri pernah berkata kepada Sufyan Ats Tsauri: “Setiap riwayat yang kusampaikan kepadamu dari Abu Shalih itu adalah dusta!” Dan hadits di atas merupakan salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Al Kalbi dari Abu Shalih.<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Perawi Ali bin Ali Al Himyari disebutkan biografinya oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab Al Jarhu wat Ta’dil, namun beliau tidak menyebutkan penilaian berupa celaan atau pujian apapun terhadapnya. Ini menunjukkan bahwasanya Ali Al Himyari ini adalah orang yang tidak diketahui sifatnya.<br />
<br />
Silakan melihat pembahasan lengkapnya di kitab Irwaul Ghalil (4/112) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah ta’ala.<br />
<br />
Sebagai tambahan, ada pula hadits lain yang menyebutkan tentang keutamaan berpuasa pada hari tarwiyah. Hadits itu berbunyi sebagai berikut:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">من صام يوم التروية
أعطاه الله مثل ثواب أيوب على بلائه وإن صام يوم عرفة أعطاه الله عز وجل مثل ثواب
عيسى بن مريم</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang berpuasa pada hari tarwiyah maka Allah akan memberikan kepadanya (pahala) seperti pahala (kesabaran) Ayyub terhadap cobaan hidupnya, dan barangsiapa yang berpuasa pada hari Arafah maka Allah akan memberikan kepadanya (pahala) seperti pahala Isa bin Maryam ‘alaihissalam.”</i><br />
<br />
Hadits ini adalah hadits palsu atau sangat lemah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ad Dailami dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu sebagaimana di dalam kitab Tanzihusy Syari’ah karya Abul Hasan Al Kannani. Di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Hammad bin Umar, dan dia adalah seorang pendusta. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<b>CATATAN:</b><br />
<br />
Dikarenakan palsunya hadits yang menyatakan tentang keutamaan puasa pada hari kedelapan dari bulan Dzulhijjah, maka kita dilarang untuk mengkhususkan puasa pada hari tersebut karena mengamalkan dan mengharapkan keutamaan yang terkandung di dalam hadits di atas.<br />
<br />
Namun apabila dia tidak mengkhususkannya atau mengharapkan fadhilah tersebut, dan dia berpuasa pada hari tersebut karena mengamalkan keumuman hadits yang menganjurkan kita untuk banyak beramal shalih pada sepuluh hari pertama dari bulan dzulhijjah maka hal ini tidaklah mengapa. Silakan melihat haditsnya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/10/hukum-puasa-pada-tanggal-1-hingga-9.html">di sini</a>. Wallahu ta’ala a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-46719299336285127552012-10-04T09:52:00.003+07:002013-08-03T13:51:11.877+07:00Derajat Hadits Sholatul Hifzh (Shalat untuk Memperkuat Ingatan) <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Dapatkah ustadz memberi tahu doa yang dapat memperkuat ingatan kita?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Saat ini saya tidak ingat tentang doa khusus yang berguna untuk menambah kekuatan hafalan dan ingatan. Namun anda bisa berdoa kepada Allah ta’ala dengan menggunakan kalimat anda sendiri untuk meminta agar diberikan kemudahan untuk bisa menghafal dan mengingat sesuatu.<br />
<a name='more'></a><br />
Anda juga bisa menggunakan doa umum yang berisi permintaan kebaikan kepada Allah seperti doa:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">اللَّهُمَّ رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
atau:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
atau:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ
بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ،
وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
atau yang sejenisnya dari doa-doa yang shahih.<br />
<br />
Adapun apa yang disebut dengan sholatul hifzh (shalat untuk memperkuat hafalan) maka shalat ini bukanlah merupakan sunnah Nabi karena ia bersumber dari sebuah hadits yang munkar atau palsu.<br />
<br />
Hadits ini adalah hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi (3570) dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu bahwasanya Ali bin Abi Thalib mengadu kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> tentang kelemahan ingatannya dalam menghafal Al Qur`anul Karim. Lalu Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> mengajarkan kepadanya shalat empat rakaat, zikir, dan doa khusus untuk memperkuat ingatan.<br />
<br />
Tata cara shalat ini secara ringkas adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1.</b> Shalat ini dilakukan pada sepertiga malam terakhir atau pertengahan atau awal malam dari malam Jum’at.<br />
<br />
<b>2.</b> Shalat sebanyak empat rakaat dengan perincian setelah membaca Al Fatihah pada setiap rakaat dilanjutkan dengan membaca surat Yasin pada rakaat pertama, surat Ad Dukhan pada rakaat kedua, surat As Sajadah pada rakaat ketiga, dan surat Al Mulk pada rakaat keempat.<br />
<br />
<b>3. </b>Selesai tasyahud akhir memuji Allah dan bershalawat untuk Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> dan seluruh nabi. Lalu memintakan ampun untuk orang-orang yang beriman.<br />
<br />
<b>4.</b> Setelah itu membaca doa berikut ini:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">اللهم ارحمني بترك
المعاصي أبدا ما أبقيتني وارحمني أن أتكلف مالا يعنيني وارزقني حسن النظر فيما
يرضيك عني اللهم بديع السموات والأرض ذو الجلال والإكرام والعزة التي لا ترام
أسألك يا الله يا رحمن بجلالك ونور وجهك أن تلزم قلبي حفظ كتابك كما علمتني
وارزقني أن أتلوه على النحو الذي يرضيك عني اللهم بديع السموات والأرض ذا الجلال
والإكرام والعزة التي لا ترام أسألك يا الله يا رحمن بجلالك ونور وجهك أن تنور
بكتابك بصري وأن تطلق به لساني وأن تفرج به عن قلبي وأن تشرح به صدري وأن تعمل به
بدني لأنه لا يعينني على الحق غيرك ولا يؤتيه إلا أنت ولا حول ولا وقوة إلا بالله
العلي العظيم</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<b>5.</b> Shalat ini diulangi selama tiga, lima, atau tujuh Jum’at.<br />
<br />
Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu karena di dalamnya terdapat seorang perawi yang bernama Al Walid bin Muslim. Dia adalah seorang perawi yang terkenal gemar melakukan tadlis taswiyah (penghilangan nama guru perawi yang lemah dari sanad). Adz Dzahabi berkata: “Ini adalah hadits yang aneh (syadz), dan saya khawatir tidak demikian (shahih menurut Al Hakim). Barangkali yang benar adalah hadits ini palsu dan bagusnya sanad ini sungguh membuatku heran.” Hadits ini pun telah dihukumi palsu oleh Ibnul Jauzi rahimahullah. Lihat Silsilatul Ahadits Adh Dha’ifah (7/384-385) karya Al Albani rahimahullah.<br />
<br />
Apabila anda ingin menambah kekuatan hafalan, maka bisa dilakukan dengan cara-cara yang dilakukan oleh para penuntut ilmu dan penghafal Al Qur`an, seperti berdoa kepada Allah agar diberikan ingatan yang kuat, sering mengulang-ulang materi yang ingin dihafalkan, menjaga kesehatan tubuh, memakan makanan yang bisa menambah kekuatan hafalan (seperti kismis/zabib, lubban, air jahe, dll), menjauhi makanan yang bisa melemahkan kekuatan hafalan (seperti terong dan apel), banyak melakukan amal shalih, dan menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan kepada Allah. Demikian.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-88836307925067910592012-09-26T11:31:00.002+07:002013-08-12T06:54:46.824+07:00Cara Menjawab Salam ketika Sedang Shalat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Saya menemukan hadits ini, bagaimana dengan kesahihan hadis tersebut, mohon penjelasannya. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhu, dia berkata: Aku bertanya pada Bilal: Bagaimana engkau melihat cara Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menjawab salam mereka ketika beliau sedang sholat? Bilal menjawab: Begini. Dia membuka telapak tangannya. Dikeluarkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi. Hadits shahih menurut At Tirmidzi.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Hadits yang anda maksudkan berbunyi sebagai berikut:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"> <span dir="RTL" lang="AR-SA">عن
نافع، قال: سمعت عبد الله بن عمر يقول: خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى قباء
يصلي فيه، قال: فجاءته الأنصار فسلموا عليه وهو يصلي، قال: فقلت لبلال: كيف رأيت
رسول الله صلى الله عليه وسلم يرد عليهم حين كانوا يسلمون عليه وهو يصلي؟ قال:
يقول هكذا وبسط ، وبسط جعفر بن عون كفه، وجعل بطنه أسفل وجعل ظهره إلى فوق</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><span dir="RTL" lang="AR-SA"><br /></span></span></div>
<i>Dari Nafi’, berkata Abdullah bin Umar: Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> pergi ke mesjid Quba untuk shalat di sana. Lalu datanglah suku Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang shalat. Ibnu Umar berkata: Saya bertanya kepada Bilal: “Bagaimana engkau melihat Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> menjawab ketika mereka mengucapkan salam kepada beliau ketika beliau sedang shalat?” Bilal menjawab: “Begini.” Dia membuka telapak tangannya.</i><br />
<br />
<i>Ja’far bin Aun (salah seorang perawi hadits ini) membuka telapak tangannya dan menjadikan perut telapak tangan mengarah ke bawah dan punggung telapak tangan mengarah ke atas.</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (927) dan At Tirmidzi (368). Berkata At Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah ta’ala.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21765662262355029442012-07-29T14:13:00.000+07:002013-07-12T06:37:09.641+07:00Berkah Makan Sahur<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Kebanyakan dari kita bangun sahur dengan terpaksa dan bukan atas dasar kesadaran. Maksud kami "terpaksa" adalah kebanyakan kita bangun sahur adalah karena alasan takut lapar di siang hari. Padahal bila kita mengkaji hikmah dari disyariatkannya sahur ini kita bisa mendapatkan berbagai kebaikan dari ibadah sahur ini.<br />
<br />
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي
السَّحُورِ بَرَكَةً</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Makanlah sahur karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah.”</i> [HR Al Bukhari (1923) dan Muslim (1095)]<br />
<br />
Di dalam hadits ini, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menyebutkan bahwa di dalam makan sahur terdapat berkah atau kebaikan dan manfaat yang banyak. Berikut ini adalah sebagian dari keberkahan tersebut:<br />
<br />
<b>1. </b> Sahur merupakan bentuk ketaatan kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman di dalam Al Qur`anul Karim:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى
يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Makanlah dan minumlah kalian sampai tampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”</i> [QS Al Baqarah: 187]<br />
<br />
Di dalam ayat ini Allah ta’ala dengan jelas mensyariatkan sahur bagi orang-orang yang hendak melaksanakan puasa.<br />
<br />
<b>2.</b> Makan sahur memberikan kekuatan tenaga bagi orang yang berpuasa untuk dapat melaksanakan berbagai aktifitasnya di siang hari saat dia sedang berpuasa.<br />
<br />
<b>3.</b> Makan sahur bisa membuat seseorang untuk bangun malam lebih cepat karena dia membutuhkan cukup waktu untuk mempersiapkan makanan dan memakan makanan tersebut.<br />
<br />
Dengan bangunnya dia lebih cepat pada waktu malam, maka dia sebenarnya berada pada waktu sepertiga malam akhir yang mana waktu itu merupakan waktu yang sangat mustajab untuk berdoa sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ
وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ
اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي
فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun pada setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir dan berkata: “Siapakah yang memanggil-Ku agar Aku jawab dia? Siapakah yang meminta kepada-Ku agar Aku berikan kepadanya? Siapakah yang meminta ampun kepada-Ku agar Aku ampuni dia?”</i> [HR Al Bukhari (1145) dan Muslim (758) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu]<br />
<br />
<b>4. </b>Bangun sahur membuat seseorang lebih mudah melangkah ke mesjid untuk melaksanakan shalat Subuh berjamaah.<br />
<br />
<b>5.</b> Makan sahur merupakan penyelisihan terhadap kaum Ahli Kitab. Di dalam agama mereka, makan sahur tidaklah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam kitab-kitab mereka.<br />
<br />
Kita, selaku umat Islam, diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya untuk menyelisihi segala bentuk peribadatan dan amalan yang menjadi kekhususan mereka. Dalil atas perkara ini banyak terdapat di dalam Al Qur`an dan hadits-hadits nabawi.<br />
<br />
<b>6.</b> Orang yang makan sahur mendapatkan doa dari para malaikat dan pengampunan dari Allah ‘azza wa jalla.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ
يَتَجَرَّعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Janganlah kalian tinggalkan ia (sahur) meskipun kalian hanya minum seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang melaksanakan sahur.”</i> [HR Ahmad (11101). Hadits shahih]<br />
<br />
Demikianlah beberapa kebaikan dan manfaat dari makan sahur, semoga menjadi motivasi bagi kita untuk tidak meninggalkan ibadah yang satu ini.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Diringkas dari kitab Taudhihul Ahkam karangan Syekh Abdullah bin Abdirrahman Alu Bassam rahimahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-7720069603336456642012-07-25T14:38:00.001+07:002013-07-12T06:32:50.978+07:0010 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Ada sepuluh orang dari sahabat Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> yang dijamin pasti masuk ke dalam surga. Nama-nama mereka tersebut di dalam hadits yang shahih berikut ini:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">عن عبد الرحمن بن عوف
قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعثمان في
الجنة وعلي في الجنة وطلحة في الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة
وسعد في الجنة وسعيد في الجنة وأبو عبيدة بن الجراح في الجنة</span><br />
<a name='more'></a><br />
<i>“Dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda: Abu Bakr di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah di surga.”</i> [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]<br />
<br />
Berikut ini perincian nama-nama mereka yang tersebut di dalam hadits:<br />
<br />
<b>1.</b> Abu Bakr, yaitu Abdullah bin Utsman At Taimi, digelari dengan Ash Shiddiq Al Akbar. Wafat pada bulan Jumadil Awal tahun 13 H pada umur 63 tahun.<br />
<br />
<b>2.</b> Umar, yaitu ibnul Khaththab Al ‘Adawi, Abu Hafsh, digelari dengan Al Faruq. Syahid pada bulan Dzulhijjah tahun 23 H.<br />
<br />
<b>3.</b> Utsman, yaitu bin Affan Al Umawi, Abu Abdillah, digelari dengan Dzunnurain. Syahid pada bulan Dzulhijjah setelah Idul Adha tahun 35 H dalam umur sekitar 80 tahun.<br />
<br />
<b>4. </b>Ali, yaitu bin Abi Thalib Al Hasyimi, Abul Hasan, digelari dengan Abu Turob. Anak paman Nabi<b> صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> dan suami dari anak perempuannya, yaitu Fatimah radhiallahu ‘anha. Syahid pada bulan Ramadhan tahun 40 H pada umur 63 tahun.<br />
<br />
<b>5. </b>Thalhah, yaitu bin Ubaidillah At Taimi, Abu Muhammad. Digelari dengan Thalhah Al Fayyadh. Syahid pada perang Jamal tahun 36 H dalam umur 63 tahun.<br />
<br />
<b>6. </b>Az Zubair, yaitu ibnul ‘Awwam Al Asadi, Abu Abdillah. Syahid pada tahun 36 H setelah pulang dari perang Jamal.<br />
<br />
<b>7.</b> Sa’d, yaitu bin Abi Waqqash Az Zuhri, Abu Ishaq. Orang yang paling pertama memanah dalam perang jihad fi sabilillah. Wafat di ‘Aqiq pada tahun 55 H. Beliau adalah yang paling terakhir meninggal di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga.<br />
<br />
<b>8. </b>Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Muhammad Az Zuhri. Termasuk sahabat yang paling dahulu masuk Islam. Wafat pada tahun 32 H.<br />
<br />
<b>9.</b> Sa’id, yaitu bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail Al ‘Adawi, Abul A’war. Wafat pada sekitar tahun 50 H.<br />
<br />
<b>10. </b>Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yaitu Amir bin Abdillah Al Fihri. Digelari dengan Aminu Hadzihil Ummah (Orang yang sangat terpercaya di umat ini). Termasuk dari anggota pasukan Perang Badr. Wafat syahid disebabkan oleh wabah menular Amwas pada tahun 18 H dalam umur 58 tahun.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-51165068222679473642012-07-17T14:57:00.000+07:002013-07-12T07:37:23.360+07:00"Ramadhan" adalah Nama Allah?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Sebagian ulama memakruhkan kita untuk menyebut kata “Ramadhan” tanpa menyebut kata “bulan”. Mereka mengatakan kita harus menyebut “bulan Ramadhan” dan tidak boleh menyebut “Ramadhan”. Alasan mereka adalah karena Ramadhan itu adalah salah satu dari nama-nama Allah ta’ala. Dalil yang menjadi landasan perkataan mereka ini adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لا تقولوا رمضان، فإن
رمضان اسم من أسماء الله تعالى، ولكن قولوا شهر رمضان</span><br />
<a name='more'></a><br />
<i>“Jangan kalian katakan “Ramadhan” karena sesungguhnya Ramadhan adalah salah satu dari nama-nama Allah ta’ala. Akan tetapi katakanlah: “bulan Ramadhan.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya (1/502). Ibnu Abi Hatim berkata: “Perkataan ini juga telah diriwayatkan dari Mujahid, Muhammad bin Ka’ab, dan yang lainnya.”<br />
<br />
Namun ternyata hadits ini adalah hadits yang sangat lemah karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Abu Ma’syar, yaitu Najih bin Abdirrahman Al Madani. Dia adalah seorang yang lemah haditsnya. Selain itu haditsnya adalah mauquf (tidak sampai kepada Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b>).<br />
<br />
Memang ada jalur periwayatan yang marfu’ (sampai kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b>). Jalur ini datang diriwayatkan oleh anaknya Abu Najih yang bernama Muhammad dari bapaknya. Namun Muhammad ini adalah seorang yang matruk (tidak diterima periwayatannya).<br />
<br />
Hadits ini juga dihukumi palsu oleh Ibnul Jauzi di kitab “Al Maudhu’at” (2/187), As Suyuthi di kitab Al La`ali` (22/97) dan Asy Syaukani di kitab Al Fawaidul Majmu’ah (hal. 87).<br />
<br />
Kesimpulannya adalah Ramadhan bukanlah salah satu dari nama-nama Allah ta’ala, sehingga tidak ada halangan bagi kita untuk mengucapkan -misalnya- “telah datang Ramadhan” atau “telah datang bulan Ramadhan”.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-1324317144242214132012-07-16T10:27:00.000+07:002013-07-14T17:16:39.514+07:00Makna Hadits Seluruh Amalan Manusia untuk Dirinya kecuali Puasa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda: Allah ‘azza wa jalla berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">كُلُّ عَمَلِ ابْنِ
آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Seluruh amalan anak keturunan Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.”</i><br />
<br />
Hadits qudsi ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1904) dan Muslim (1151).<br />
<a name='more'></a><br />
Mari kita melihat makna hadits yang agung ini. Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan -semoga Allah menjaganya- menerangkan makna hadits ini sebagai berikut:<br />
<br />
Hadits ini mengandung keutamaan puasa dan kelebihannya dibandingkan amalan yang lainnya dan Allah mengkhususkannya untuk diri-Nya daripada seluruh amalan hamba-hamba-Nya. Para ulama telah menjawab hadits (<b>الصوم لي وأنا أجزي به</b>) dengan beberapa jawaban.<br />
<br />
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah ta’ala (<b>الصوم لي وأنا أجزي به</b>) adalah sesungguhnya amalan anak keturunan Adam terkadang terjadi padanya qishash (pembalasan) antara dirinya dan orang yang terzhalimi. Orang-orang yang terzhalimi menuntut balasan darinya pada hari kiamat dengan mengambil sesuatu dari amalan dan kebaikannya. Kecuali puasa, sesungguhnya ia tidak diambil untuk orang-orang yang terzholimi pada hari kiamat, namun Allah ‘azza wa jalla menyimpan pahala amalan itu untuk pelakunya sebagai balasan untuknya. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">كل عمل ابن آدم له
كفارة إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Seluruh amalan anak keturunan Adam adalah kafarah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku akan membalasnya dengan itu.”</i> [HR Ahmad (10026). Hadits shahih]<br />
<br />
Ada pula yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah (<b>الصوم لي وأنا أجزي به</b>) adalah bahwasanya puasa itu adalah amalan batin tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, berbeda dengan amalan-amalan lainnya yang tampak dan dilihat oleh manusia. Adapun puasa sesungguhnya ia merupakan amalan rahasia antara hamba dan Rabbnya ‘azza wa jalla. Berbeda dengan, misalnya, sedekah, shalat, haji, dan amalan-amalan zhahir lainnya, ia bisaa dilihat oleh manusia. Adapun puasa maka ia tidak dapat dilihat orang, karena bukanlah makna puasa itu sekedar meninggalkan makanan dan minuman saja atau meninggalkan hal-hal yang membatalkan lainnya, tetapi ia juga harus ikhlas bagi Allah ‘azza wa jalla, dan hal ini (keikhlasan) tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja.<br />
<br />
Di antara ulama ada pula yang mengatakan makna perkataan Allah ta’ala (<b>الصوم لي وأنا أجزي به</b>) adalah bahwasanya puasa tidak dimasuki oleh kesyirikan, berbeda dengan amalan-amalan lainnya. Sesungguhnya kaum musyrikin melakukan amalan-amalan tersebut untuk sesembahan mereka, seperti menyembelih hewan, bernazar, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Begitu pula doa, rasa takut, dan rasa harap. Sesungguhnya banyak dari kaum musyrikin mendekatkan diri mereka kepada berhala dan sesembahan mereka dengan hal-hal seperti ini. Berbeda dengan puasa, sesungguhnya ia khusus hanya bagi Allah ‘azza wa jalla. Atas dasar ini, maka makna perkataan Allah (<b>الصوم لي وأنا أجزي به</b>) adalah puasa itu tidak dimasuki kesyirikan karena kaum musyrikin tidak pernah mendekatkan diri-diri mereka kepada berhala-berhala mereka dengan berpuasa. Sesungguhnya puasa hanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla saja.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Sumber: Fatwa Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan (4/72-73) dengan perubahan seperlunya tanpa merubah makna.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-64011969047614132672012-03-22T10:08:00.003+07:002013-07-12T07:33:00.522+07:00Sedikitnya Lelaki dan Banyaknya Wanita<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Di antara tanda-tanda dekatnya kiamat yang paling nyata adalah semakin banyaknya jumlah wanita di muka bumi ini. Dalilnya adalah hadits berikut ini:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">حَدَّثَنَا حَفْصُ
بْنُ عُمَرَ الْحَوْضِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَأُحَدِّثَنَّكُمْ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُحَدِّثُكُمْ بِهِ أَحَدٌ
غَيْرِي: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَكْثُرَ الْجَهْلُ
وَيَكْثُرَ الزِّنَا وَيَكْثُرَ شُرْبُ الْخَمْرِ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ وَيَكْثُرَ
النِّسَاءُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً الْقَيِّمُ الْوَاحِدُ</span><br />
<a name='more'></a><br />
Imam Al Bukhari rahimahullah berkata: Telah berkata kepada kami Hafsh bin Umar Al Haudhi, dia berkata: telah berkata kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
Saya mendengar dari Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> sebuah hadits yang mana tidak ada orang selainku yang akan menyampaikan hadits seperti ini kepada kalian. Anas berkata: Saya mendengar dari Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<i>“Di antara tanda-tanda kiamat adalah tersebarnya kebodohan, sedikitnya ilmu, tersebarnya zina, diminumnya minuman keras, sedikitnya lelaki, dan banyaknya wanita. Sampai-sampai lima puluh orang wanita hanya diurus oleh satu orang lelaki saja.”</i><br />
<br />
[HR Al Bukhari (5231) Bab: Sedikitnya lelaki dan banyaknya wanita]<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-84246819040941367332012-03-05T14:39:00.002+07:002013-07-03T22:13:37.488+07:00Penggunaan Nama Yatsrib bagi Madinah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<b><br /></b>
Apa makna yg terkandung di dalam penggantian nama kota Yatsrib menjadi kota Madinah?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<b><br /></b>
Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ
تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبُ وَهِيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ
كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Aku diperintahkan (untuk hijrah) ke sebuah kampung yang menaklukkan perkampungan lainnya. Mereka (kaum Jahiliyah) menamakannya Yatsrib, padahal ia (namanya) adalah Madinah, yang mengenyahkan manusia (kaum kafir dan munafik) sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran pada besi.”</i> [HR Al Bukhari (1871) dan Muslim (1382)]<br />
<br />
Dari hadits di atas dijelaskan bahwa kata Yatsrib adalah nama yang biasa digunakan oleh kaum Jahiliyah, baik dari kalangan kaum musyrikin maupun munafikin. Lalu Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bertekad untuk menyelisihi orang Jahiliyah dengan memberinya nama baru yaitu Madinah, Thabah, atau Thaibah, dan melarang dari penggunaan kalimat Yatsrib setelah itu.<br />
<br />
Faidah dari hadits ini (dan ayat/hadits lainnya) adalah wajibnya kita menyelisihi segala bentuk perbuatan, perkataan, dan pemikiran yang menjadi kekhususan orang-orang kafir atau orang-orang yang memusuhi Islam. Ini merupakan syariat Islam yang sangat penting.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.com