tag:blogger.com,1999:blog-42110363252176630772024-02-09T00:41:31.038+07:00Dakwah Al Quran dan As SunnahMendakwahkan Al Quran dan As Sunnah dengan Pemahaman Generasi Terbaik UmatDakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comBlogger110125tag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-89084219537538775072015-10-12T15:37:00.001+07:002015-10-12T15:39:33.115+07:00Apakah Jahil (Bodoh) dalam Perkara Agama Diperbolehkan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-font-family: Cambria; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-hansi-font-family: Cambria; mso-hansi-theme-font: major-latin;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Sebagian kaum muslimin melakukan beberapa perbuatan yang menyelisihi syariat baik itu berupa kesyirikan, kekufuran, kebid’ahan, atau kemaksiatan dengan alasan bahwa dia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu diharamkan atau dilarang di dalam Islam. Dia beralasan bahwa dirinya jahil atau tidak mengerti urusan agama sehingga dia tidak segan untuk melakukan pelanggaran. Atas dasar ini dia mengatakan bahwa dirinya termasuk ke dalam golongan orang-orang yang diberikan uzur (maaf) karena kejahilannya terhadap masalah hukum agama.<br />
<br />
Alasan seperti ini tidaklah bisa diterima begitu saja karena ulama telah mengatur permasalahan al ‘udzru bil jahl (pemberian maaf yang disebabkan karena kebodohan) agar hal ini tidak bisa dijadikan sebagai senjata bagi orang-orang yang berpenyakit hatinya agar bebas melakukan penyelisihan syariat dan tidak pernah mau mempelajari ilmu agama.<br />
<a name='more'></a><br />
Ketahuilah, bahwa orang yang bodoh dalam perkara agama lalu terjatuh ke dalam perkara kufur, bid’ah, atau maksiat terbagi kepada dua keadaan:<br />
<br />
<b>PERTAMA:</b> Orang yang jahil dalam perkara agama disebabkan karena ketidakpeduliannya terhadap perkara agama padahal dia berada di daerah yang terdapat orang yang berilmu dan memungkinkan baginya untuk bertanya tentang perkara agama yang tidak diketahuinya. Dia juga pada dasarnya adalah orang yang tidak mencintai dan menginginkan kebenaran. Maka orang yang seperti ini keadaannya <b>tidak diberikan uzur</b> (maaf) atas kejahilannya.<br />
<br />
Dalil atas hal ini di antaranya adalah:<br />
<br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sungguh Kami telah jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”</i> [QS Al A’raf: 179]<br />
<br />
<b>2.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (agama) jika kalian tidak mengetahui.”</i> [QS An Nahl: 43]<br />
<br />
<b>3.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">رُسُلًا
مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ
بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-bidi-font-size: 20.0pt; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”</i> [QS An Nisa`: 165]<br />
<br />
<b>4. </b>Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَالّذِي
نَفْسُ مُحَمّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمّةِ يَهُودِيّ
وَلاَ نَصْرَانِيّ، ثُمّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاّ
كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النّارِ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-bidi-font-size: 18.0pt; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidaklah seorangpun dari umat ini yang mendengar tentang (kerasulan)ku, termasuk Yahudi dan Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, melainkan dia termasuk sebagai penghuni neraka.”</i> [HR Muslim (153)]<br />
<br />
<b>KEDUA:</b> Orang yang jahil dalam perkara agama karena bertempat tinggal di daerah yang tidak ada orang yang memahami tentang perkara agama (seperti daerah pelosok dan pedalaman) yang bisa dijadikan sebagai tempat bertanya. Ataupun sama sekali tidak terlintas di pikirannya bahwa apa yang dilakukannya adalah haram sehingga dia tidak bertanya, sedangkan dirinya adalah termasuk orang-orang yang mencintai agama dan menginginkan kebenaran. Orang yang seperti ini keadaannya <b>diberikan uzur</b> (maaf) atas kejahilannya.<br />
<br />
Dalil atas jenis yang kedua ini di antaranya adalah:<br />
<br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”</i> [QS Al Baqarah: 286]<br />
<br />
Dari ayat ini dapat diambil sebuah kaidah bahwa seluruh perbuatan haram yang dilakukan oleh seorang hamba dalam keadaan salah yang tidak disengaja ataupun lupa, maka dia dimaafkan, tidak dihukum atas kesalahannya, tidak batal ibadahnya, dan tidak wajib membayar kafarah. Kejahilan adalah saudaranya lupa. Demikian makna kalam Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Al Liqa`u Asy Syahri (1/355).<br />
<br />
<b>2.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”</i> [QS Al Isra`: 15]<br />
<br />
<b>3.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَا
كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولاً يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا
ظَالِمُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-bidi-font-size: 20.0pt; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman.” </i>[QS Al Qashash: 59]<br />
<br />
<b>4. </b>Kisah Mu’awiyah ibnul Hakam radhiallahu ‘anhu ketika sedang melaksanakan shalat berjamaah bersama Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> lalu ada salah seorang angota jama’ah yang bersin dan mengucapkan alhamdulillah, maka Muawiyah menjawabnya dengan mengatakan: “Yarhamukallah.” di dalam shalat. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya nomor 537.<br />
<br />
Sisi pendalilan dari hadits ini adalah Mu’awiyah berbicara mengucapkan “yarhamukallah” di dalam shalat kepada orang yang bersin disebabkan karena kejahilannya tentang larangan berbicara dengan kalam manusia di dalam shalat. Dalam kasus ini Mu`awiyah mendapatkan uzur karena kejahilannya dan tidak diperintahkan untuk mengulangi shalatnya.<br />
<br />
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya tentang masalah al ‘udzru bil jahl di dalam masalah aqidah, maka beliau menjawab:<br />
<br />
“... Tidaklah seseorang diberikan uzur dengan ucapannya “saya jahil dalam masalah seperti ini” sedangkan dia berada di antara kaum muslimin dan telah sampai kepadanya Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya <b>عليه الصلاة والسلام</b> . Orang seperti ini dinamakan sebagai mu’ridh (orang yang berpaling), dan disebut sebagai orang yang lalai dan berpura-pura jahil terhadap perkara yang agung ini.” Lalu Syaikh berdalil dengan ayat ke-44 dari surat Al Furqan, ayat ke-179 dari surat Al A’raf, dan ayat ke-30 dari surat Al A’raf.<br />
<br />
Selanjutnya beliau berkata: “Adapun orang yang berada jauh dari kaum muslimin, di ujung negeri yang tidak ada padanya kaum muslimin dan tidak sampai kepadanya Al Qur’an dan as sunnah, maka dia mendapatkan uzur. Hukumnya seperti hukum ahlul fatrah (kaum yang hidup sebelum masa kenabian dan tidak sampai kepada mereka dakwah tauhid) yang meninggal dalam keadaan seperti ini yang mereka itu akan diuji (keimanan mereka) pada hari kiamat. Barangsiapa yang mengikuti dan patuh terhadap perintah (Allah) maka dia masuk surga dan barangsiapa yang durhaka maka dia masuk neraka.”<br />
<br />
Sampai kepada perkataan beliau rahimahullah: “Maka wajib bagi pria dan wanita dari kalangan kaum muslimin untuk mempelajari agama, bertanya tentang perkara-perkara yang membingungkan mereka, tidak berdiam diri di dalam kejahilan, tidak berpaling, dan tidak lalai; karena mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan menaati-Nya subhanahu wa ta’ala. Tidak ada jalan untuk bisa mendapatkannya melainkan dengan ilmu. Ilmu tidak akan bisa dihasilkan dengan sikap lalai dan berpaling. Akan tetapi harus dengan menuntut ilmu dan harus dengan bertanya kepada ahlul ‘ilmi hingga orang yang jahil dapat memahami.” Demikian jawaban dari Syaikh Ibnu Baz rahimahullah sebagaimana di dalam kumpulan fatwa beliau (9/313).<br />
<br />
Di dalam “As`ilah wa Ajwibah fil Imani wal Kufri” (1/73/soal 35), Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Ar Rajihi hafizhahullah ditanya tentang perincian di dalam masalah al ‘udzru bil jahl (pemberian maaf yang disebabkan karena kebodohan). Lalu beliau menjawab:<br />
<br />
“Masalah ‘udzru bil jahl telah dijelaskan oleh ulama rahimahumullah dan telah diperinci oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di kitab Thariqul Hijratain dan Al Kafiah Asy Syafiah, dan telah dijelaskan oleh para imam dakwah seperti Syaikh Abdullah Aba Buthain dan yang lainnya, serta telah dijelaskan pula oleh Ibnu Abil ‘Izz sedikit tentang ini di Syarh Ath Thahawiyyah.<br />
<br />
Kesimpulan dalam masalah ini adalah bahwa orang yang jahil (bodoh) di dalamnya (perkara agama) ada perincian: Orang jahil yang memungkinkan baginya untuk bertanya dan mendapatkan ilmu, maka dia tidak diberikan uzur. Dia harus belajar dan harus mencari dan bertanya. Orang jahil yang menginginkan kebenaran tidaklah sama dengan orang jahil yang tidak menginginkan kebenaran.<br />
<br />
Maka orang jahil ada dua jenis: <b>Pertama:</b> Orang jahil yang menginginkan kebenaran. <b>Kedua:</b> Orang jahil yang tidak menginkan kebenaran.<br />
<br />
Orang yang tidak menginginkan kebenaran tidaklah mendapatkan uzur, bahkan meskipun dia tidak mampu untuk sampai kepada ilmu, karena dia (pada dasarnya memang) tidak menginginkan kebenaran. Adapun orang yang ingin mengetahui kebenaran, apabila dia mencari kebenaran tapi tidak berhasil mendapatkannya maka dia dimaafkan.” Selesai penukilan fatwa secara ringkas.<br />
<br />
Sebagai tambahan penjelasan, silakan pula membaca fatwa Al Lajnah Ad Daimah (3/221/no. 11043) kalam Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid (1/173) dan Liqa`ul Babil Maftuh (19/30).<br />
<br />
Demikianlah penjelasan ringkas tentang masalah al ‘udzru bil jahl yang saya rangkum dari berbagai kalam ulama sunnah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-font-family: Cambria; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-hansi-font-family: Cambria; mso-hansi-theme-font: major-latin;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Traditional Arabic"; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-49811382428091425412015-10-07T19:55:00.000+07:002015-10-08T21:43:38.126+07:00Hukum Mendatangi dan Bertanya kepada Dukun Sihir dan Peramal<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Pada pembahasan Kitabut Tauhid bab <b>ما جاء في الكهان ونحوهم</b> (Pembahasan tentang dukun dan yang sejenisnya), Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa ancaman tidak diterimanya shalat orang yang mendatangi dukun sihir atau peramal selama empat puluh hari sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tidaklah berlaku secara mutlak. Hadits yang dimaksud di sini adalah hadits dari salah seorang istri Nabi Muhammad radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;">من أتى عرافا فصدقه بما يقول لم يقبل له صلاة أربعين يوما</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang mendatangi peramal untuk menanyakannya tentang sesuatu, lalu dia mempercayainya, maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.”</i> [HR Ahmad (4/68). Hadits shahih]. Silakan melihat pembahasannya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.co.id/2012/03/hukum-memakai-jasa-peramal-dan-dukun.html" target="_blank">di sini</a>.<br />
<a name='more'></a><br />
Beliau menyebutkan bahwa hukum mendatangi peramal dan yang semisalnya terbagi kepada beberapa macam:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Mendatangi dukun atau peramal dengan tujuan sekedar untuk bertanya kepadanya. Ini hukumnya adalah <b>haram </b>meskipun dia tidak mempercayai ucapan dukun tadi. Dalilnya adalah hadits salah seorang istri Nabi Muhammad radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;">من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة.</span><o:p></o:p></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya nomor 2230 tanpa tambahan lafazh (<b>فصدقه بما يقول</b> = lalu membenarkan perkataannya) sebagaimana pada riwayat Ahmad di atas.<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Mendatangi dukun atau peramal untuk bertanya lalu mempercayai ucapannya. Perbuatan ini hukumnya adalah <b>kufur</b>, karena mempercayai bahwa dia mengetahui suatu perkara gaib adalah bentuk pendustaan terhadap Al Qur`an, di mana Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;">قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ</span></div>
<br />
<i>“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.”</i> [QS An Naml: 65]<br />
<br />
<b>Ketiga:</b> Mendatangi dukun atau peramal untuk mengujinya, apakah dia jujur ataukah berdusta. Bukan untuk mengambil ucapannya. Hal ini hukumnya <b>tidak mengapa</b> dan tidak termasuk ke dalam (larangan) hadits.<br />
<br />
Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad: “Apakah yang aku sembunyikan (di dalam hatiku) untukmu?” Ibnu Shayyad menjawab: “<b>الدُّخ</b>” Lalu Nabi berkata: “Hinalah engkau. Engkau takkan pernah mampu melampaui kadarmu.” [HR Al Bukhari (1354) dan Muslim (2924)].<br />
<br />
Di sini Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bertanya kepadanya tentang sesuatu yang beliau sembunyikan di dalam hatinya dengan tujuan untuk mengujinya.<br />
<br />
<b>Keempat:</b> Mendatangi dukun atau peramal untuk membongkar kelemahannya dan kedustaannya. Dia menantangnya dalam perkara-perkara yang dengannya bisa menampakkan kedustaan dan kelemahannya. Ini adalah suatu hal yang diinginkan (oleh syariat), dan terkadang bisa menjadi wajib hukumnya.<br />
<br />
Demikianlah perincian tentang hukum mendatangi dan bertanya kepada dukun sihir , peramal, dan yang sejenisnya. Semoga bermanfaat.<br />
<br />
<b>Sumber:</b> Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Al Qaulul Mufid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.6667px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-20901108782494362252015-10-07T12:17:00.002+07:002015-10-07T12:22:27.161+07:00Tiga Derajat Keyakinan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Keyakinan seseorang terhadap segala sesuatu berbeda-beda tingkatannya. Ada yang dinamakan ‘ilmul yaqin (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">عِلْمُ الْيَقِينِ</span>), ada pula ‘ainul yaqin (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">عَيْنُ الْيَقِينِ</span>), dan ada pula haqqul yakin (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">حَقُّ الْيَقِينِ</span>). Dari ketiga jenis yakin ini, manakah derajat yang paling tinggi? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita melihat penjelasan yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang kami sadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Majmu’ul Fatawa (10/645) tanpa merubah makna pokoknya.<br />
<br />
Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad bin Taimiyah rahimahullah ditanya tentang firman Allah ta’ala: (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">حَقُّ الْيَقِينِ</span>) [QS Al Waqi’ah: 95], (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">عَيْنَ الْيَقِينِ</span>) [QS At Takatsur: 7], dan (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">عِلْمَ الْيَقِينِ</span>) [QS At Takatsur: 5]. Apa sajakah makna dari setiap jenis keyakinan ini dan jenis manakah yang paling tinggi derajatnya?<br />
<a name='more'></a><br />
Beliau menjawab: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Orang-orang memiliki perkataan-perkataan yang telah diketahui dalam nama-nama ini. Di antaranya ada yang mengatakan:<br />
<br />
<b>a. </b>‘Ilmul yaqin (<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 26.6667px; line-height: 30.6667px;">عِلْمُ الْيَقِينِ</span>) : keyakinan terhadap sesuatu yang dia peroleh dari mendengar, berita, analogi (qiyas), dan pemikiran.<br />
<br />
<b>b.</b> ‘Ainul yaqin (<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 26.6667px; line-height: 30.6667px;">عَيْنُ الْيَقِينِ</span>) : keyakinan terhadap sesuatu yang disaksikan dan dilihat dengan penglihatannya secara langsung.<br />
<br />
<b>c.</b> Haqqul yakin (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">حَقُّ الْيَقِينِ</span>) : keyakinan terhadap sesuatu yang diperoleh setelah dia mengalami dan merasakannya sendiri secara langsung.<br />
<br />
Kemudian beliau menyebutkan beberapa contoh yang menerangkan ketiga jenis keyakinan di atas. Di antaranya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>Contoh Pertama:</b> Keyakinan tentang adanya madu.<br />
<br />
<b>a.</b> ‘Ilmul Yaqin: Ada yang mengatakan kepada seseorang bahwa di suatu tempat ada madu dan dia mempercayai perkataan orang itu. Ataupun dia melihat adanya bekas madu dan dengan itu dia meyakini keberadaan madu tersebut.<br />
<br />
<b>b.</b> ‘Ainul Yaqin: Seperti orang yang melihat madu itu dan menyaksikannya secara langsung. Maka ini tingkatannya lebih tinggi sebagaimana sabda Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَيْسَ
الْمُخْبِرُ كَالْمُعَايِنِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah sama antara orang yang mengabarkan (tapi tidak melihat langsung) dengan orang yang melihat secara langsung.”</i> [Hadits ini shahih dengan lafazh (<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">لَيْسَ الخَبَرُ</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 24.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;"> </span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">كَالْمُعَايَنَةِ</span>)]<br />
<br />
<b>c. </b>Haqqul Yaqin: Seperti orang yang mencicipi madu, lalu mendapatkan rasa dan kelezatannya. Tentu saja ini tingkatannya lebih tinggi dari yang sebelumnya.<br />
<br />
<b>Contoh kedua:</b> Manusia dalam hal merasakan kenikmatan iman terbagi kepada tiga tingakatan:<br />
<br />
<b>a.</b> ‘Ilmul Yaqin: Seperti orang yang mengetahui tentang kenikmatan iman dari gurunya yang dia percayai, atau mendengar dari orang lain tentang kisah orang-orang arif mengenai diri mereka sendiri, ataupun melihat pengaruh iman dalam kehidupan mereka.<br />
<br />
<b>b.</b> ‘Ainul Yaqin: Seperti melihat secara langsung keadaan orang-orang yang memiliki ilmu, kejujuran, dan keyakinan terhadap iman.<br />
<br />
<b>c.</b> Haqqul Yaqin: Dia mendapatkan dan merasakan sendiri pada dirinya kenikmatan iman yang dahulu hanya dia dengar dari cerita orang lain.<br />
<br />
<b>Contoh ketiga:</b> Keyakinan manusia terhadap perkara akhirat ada tiga tingkatan:<br />
<br />
<b>a.</b> ‘Ilmul Yaqin: Meyakini berdasarkan berita yang disampaikan oleh para rasul dan keterangan dari dalil-dalil yang menunjukkan adanya hal itu.<br />
<br />
<b>b.</b> ‘Ainul Yaqin: Ketika mereka melihat apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa pahala, hukuman, surga, dan neraka.<br />
<br />
<b>c. </b>Haqqul Yaqin: Ketika mereka merasakan langsung hal tersebut. Ketika penghuni surga memasuki surga dan merasakan apa yang dahulu telah dijanjikan kepada mereka. Begitu pula ketika penduduk neraka memasuki neraka dan merasakan apa yang dahulu telah dijanjikan kepada mereka.<br />
<br />
Demikianlah penjelasan singkat mengenai jenis-jenis keyakinan dan tingkatannya beserta contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد
لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-56060860215316619422014-10-13T08:10:00.003+07:002014-10-13T08:11:06.420+07:00Cara Mensyukuri Nikmat Allah Ta’ala<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Bersyukur atas segala kenikmatan yang Allah berikan kepada kita adalah suatu hal yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di banyak ayat. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kalian menyembah.”</i> [QS Al Baqarah: 172]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain, Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ
الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ</span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepada kalian. Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kalian akan dikembalikan.”</i> [QS Al ‘Ankabut: 17]<br />
<br />
Bersyukur kepada Allah ta’ala artinya adalah menjalankan ketaatan kepada Allah dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.<br />
<br />
Bersyukur kepada Allah ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya bukanlah sekedar dengan mengucapkan hamdalah atau bersujud syukur. Akan tetapi ada cara lain yang lebih umum untuk bersyukur kepada Allah ‘azza wa jalla. Ada tiga cara bersyukur yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/268), yaitu:<br />
<br />
<b>1.</b> Bersyukur dengan hati.<br />
<br />
Yaitu dengan meyakini dan mengakui bahwa segala nikmat yang dia dapatkan pada hakikatnya adalah berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala semata. Adapun peran manusia yang memberikan suatu kemanfaatan kepada kita, semua itu hanyalah suatu sebab dan perantara yang mana semuanya itu sangat bergantung kepada izin dari Allah ta’ala.<br />
<br />
Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَا
بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Apa saja nikmat yang ada pada kalian, Maka dari Allah-lah (datangnya).”</i> [QS An Nahl: 53]<br />
<br />
<b>2.</b> Bersyukur dengan lisan.<br />
<br />
Yaitu dengan membicarakan kepada orang lain tentang nikmat yang Allah berikan kepadanya sebagai bentuk rasa syukur dan pengakuan kepada Allah, bukan dengan tujuan untuk membanggakan diri dan menimbulkan rasa iri kepada orang lain.<br />
<br />
Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-font-size: 18.0pt; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.”</i> [QS Adh Dhuha: 11]<br />
<br />
Contohnya adalah kisah seorang yang buta lalu disembuhkan oleh Allah dan dianugerahi kambing yang banyak. Ketika datang seorang malaikat utusan Allah untuk mengujinya dengan meminta seekor kambingnya, lelaki itu menjawab: “Dahulu aku adalah seorang yang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku kepadaku. Dahulu aku adalah seorang yang miskin, lalu Allah memberikan kekayaan kepadaku. Maka silakan ambil apa yang engkau inginkan.” Silakan membaca kisahnya lengkapnya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/01/kisah-si-penderita-kusta-si-botak-dan.html" target="_blank">di sini</a>.<br />
<br />
<b>3.</b> Bersyukur dengan anggota tubuh.<br />
<br />
Yaitu dengan cara menggunakannya untuk melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah ta’ala.<br />
<br />
Demikianlah cara-cara bersyukur kepada Allah ‘azza wa jalla atas nikmat-Nya. Dengan bersyukur, maka nikmat Allah akan semakin bertambah. Sebaliknya, jika tidak bersyukur, maka azab dari Allah akan datang mengancam. Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [QS Ibrahim: 7]<br />
<br />
Mengamalkan ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain adalah bentuk mensyukuri nikmat ilmu. Menafkahkan harta di jalan Allah adalah bentuk mensyukuri nikmat harta. Mengonsumsi makanan untuk menyehatkan tubuh dan tidak membuangnya adalah bentuk mensyukuri nikmat makanan. Demikianlah seterusnya.<br />
<br />
Kita memohon taufiq kepada Allah ta’ala untuk dapat senantiasa bersyukur atas segala nikmat-Nya dan mengampuni segala kekurangan kita.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد
لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-75607119349515096562014-09-26T07:33:00.000+07:002015-09-28T08:35:41.764+07:00Syarat-Syarat Diterimanya Syafa’at<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Syafa’at adalah permohonan dari si pemohon (al masyfu’ lahu) melalui si perantara (asy syaafi’) kepada si pemilik syafa’at (al musyaffi’) untuk mendapatkan suatu manfaat ataupun menolak suatu kemudharatan. Syafa’at dapat terjadi dalam perkara mu’amalah antara sesama makhluk dan dapat juga terjadi dalam perkara din antara Khaliq (Allah subhanahu wa ta’ala) dan makhluk.<br />
<br />
Syafa’at dalam perkara agama hanya boleh diminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja, tidak boleh kepada yang lain, karena hanya Allah sajalah Sang Pemilik syafa’at. Yang dimaksud dengan perkara agama di sini adalah perkara-perkara yang hanya mampu dilakukan oleh Allah ta’ala saja, seperti pengampunan dosa, pembebasan dari neraka, keringanan di padang mahsyar, dll. Barangsiapa yang meminta syafaat kepada selain Allah, maka dia telah kafir.<br />
<a name='more'></a><br />
Dalil bahwasanya syafa’at itu hanya milik Allah adalah firman-Nya:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ
جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Milik-Nya kerajaan langit dan bumi.” </i>[QS Az Zumar: 44]<br />
<br />
Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah menyebutkan di dalam kitab Asy Syafa’ah beberapa syarat agar syafa’at bisa diterima oleh Allah. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut (kami nukilkan dengan sedikit perubahan yang tidak mengubah makna):<br />
<br />
<b>1.</b> Pihak yang menjadi perantara syafa’at (asy syafi’) harus mampu untuk memberikan syafa’at.<br />
<br />
Oleh karena itu, orang yang telah meninggal -seberapapun shalihnya- atau sesuatu yang tidak bisa memberikan manfaat dan menolak mudharat, maka ia tidak boleh dijadikan sebagai perantara syafa’at.<br />
<br />
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا
يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ
أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah: “Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu).”</i> [QS Yunus: 18]<br />
<br />
<b>2.</b> Orang yang akan disyafa’ati (al masyfu’ lahu) harus beragama Islam.<br />
<br />
Jika dia beragama selain Islam, maka dia tidak berhak untuk mendapatkan syafa’at. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 24.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya.” </i>[QS Ghafir / Al Mu`min: 18]<br />
<br />
Yang dimaksud dengan orang zhalim di sini adalah orang-orang kafir berdasarkan firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَالْكَافِرُونَ
هُمُ الظَّالِمُونَ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 36.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Orang-orang kafir, itulah orang-orang yang zhalim.”</i> [QS Al Baqarah: 254]<br />
<br />
<b>3.</b> Adanya izin dari Allah terhadap si perantara syafa’at (asy syafi’).<br />
<br />
Jika Allah tidak mengizinkan hamba-Nya untuk menerima syafa’at, maka dia tidak akan bisa untuk memberikan syafa’at sedikitpun. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَنْ
ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 80.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Siapakah yang dapat memberikan syafa’at di sisi Allah kecuali dengan izin-Nya?”</i> [QS Al Baqarah: 255]<br />
<br />
<b>4.</b> Allah meridhai orang yang akan disyafa’ati (al masyfu’ lahu).<br />
<br />
Jika Allah tidak meridhai hamba-Nya untuk mendapatkan syafa’at, maka dia tidak akan bisa menerima syafa’at.<br />
<br />
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَكَمْ
مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ
بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Berapa banyaknya malaikat di langit yang syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(-Nya).”</i> [QS An Najm: 26]<br />
<br />
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang Dia (Allah) ridhai.”</i> [QS Al Anbiya`: 28]<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 16.0pt;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 20.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-18853003687913169652014-07-15T09:50:00.001+07:002014-07-15T09:52:26.551+07:00Dosa Syirik dan Kufur Bisa Terampuni (Bagian Kedua)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Setelah pada <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/07/dosa-syirik-dan-kufur-bisa-terampuni.html" target="_blank">bagian pertama</a> kita telah mengetahui lima ayat yang menerangkan bahwa kesyirikan dan kekufuran itu dapat diampuni, mari kita lanjutkan penyebutan dalil-dalil tentang masalah ini pada tulisan kali ini.<br />
<br />
<b>6. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا</span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat, mengadakan perbaikan (atas kerusakan yang telah mereka lakukan), berpegang teguh pada (agama) Allah, dan mengikhlaskan agama mereka karena Allah, maka mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”</i> [QS An Nisa`: 145-146]<br />
<br />
Orang munafik adalah orang yang menampakkan keimanan kepada orang lain padahal dia menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya. Oleh karena itulah Allah mengancam kaum munafik dengan menempatkan mereka di tingkatan neraka yang paling bawah jika mereka tidak bertaubat kepada Allah dari kemunafikan mereka.<br />
<br />
<b>7. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90) آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya karena hendak menganiaya dan menindas (mereka). Hingga ketika Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya beriman bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) yang benar melainkan Ilah yang diimani oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” Apakah sekarang (baru kamu beriman)? Padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”</i> [QS Yunus: 90-91]<br />
<br />
Ayat ini mengisahkan tentang keadaan Fir’aun ‘alaihi la’natullah yang baru menyatakan keimanan kepada Allah ‘azza wa jalla ketika kematian sudah menghampirinya, akan tetapi Allah tidak lagi menerima taubatnya pada saat seperti itu.<br />
<br />
<b>8.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ (84) فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّتَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Maka tatkala mereka (kaum kafir) melihat azab Kami, (barulah) mereka berkata: “Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami mengingkari sembahan-sembahan yang telah Kami persekutukan dengan-Nya.” Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya, dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.”</i> [QS Ghafir: 84-85]<br />
<br />
<b>9.</b> Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّ اللهَ َيَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba sebelum ruhnya mencapai tenggorokannya.”</i> [HR At Tirmidzi (3537)]<br />
<br />
Apabila ruh sudah berada di tenggorokan maka kematian telah pasti datangnya, dan ketika itulah taubat tidak diterima lagi oleh Allah.<br />
<br />
<b>10.</b> Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasululullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئا دَخَلَ الْجَنّةَ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النّارَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun maka dia masuk surga, dan barangsiapa yang berjumpa dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu maka dia masuk neraka.”</i> [HR Muslim (93)]<br />
<br />
Hadits ini dengan jelas menerangkan bahwa orang yang mati dalam keadaan bertauhid akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Sebaliknya, bagi orang yang ketika meninggal berada di atas kesyirikan, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka.<br />
<br />
Masih banyak lagi dalil-dalil yang menerangkan bahwa kesyirikan dan kekufuran itu akan terampuni bila pelakunya bertaubat darinya dan memohon ampun kepada Allah sebelum kematian mendatanginya. Ini merupakan rahmat Allah yang sangat besar dan agung kepada hamba-hamba-Nya.<br />
<br />
Semoga Allah menjadikan kita termasuk ke dalam orang-orang yang senantiasa mentauhidkan Allah di dalam kehidupan kita dan menghindarkan kita dari segala bentuk kesyirikan dan kekufuran hingga kematian mendatangi kita. Amin ya Rabbal ‘alamin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-67454910802297304662014-07-15T09:48:00.001+07:002014-07-15T09:51:51.619+07:00Dosa Syirik dan Kufur Bisa Terampuni (Bagian Pertama)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Ketahuilah bahwasanya segala dosa betapapun besar dan banyaknya dapat diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala, termasuk di dalamnya dosa syirik ataupun kufur. Jika ada yang bertanya: “Bukankah Allah hanya mengampuni dosa-dosa selain syirik saja dan tidak mengapuni dosa syirik, sebagaimana firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.”</i> [QS An Nisa: 48] ?<br />
<a name='more'></a><br />
Maka jawabannya adalah bahwa ayat ke-48 dari surat An Nisa berlaku bagi orang yang semasa hidupnya melakukan kesyirikan kepada Allah dan dia tidak bertaubat darinya sebelum datangnya masa sakaratul maut ataupun kematian. Adapun jika dia sempat bertaubat kepada Allah dari perbuatan syiriknya sebelum datangnya ajal, maka dia diampuni oleh Allah ta’ala.<br />
<br />
Ada banyak dalil, baik dari Al Qur`an dan hadits yang menunjukkan bahwa kesyirikan dan kekufuran itu bisa terampuni jika pelakunya bertaubat sebelum datangnya sakaratul maut. Di antaranya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (17) وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah itu ‘Alim (Maha mengetahui) lagi Hakim (Maha Bijaksana). Tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.”</i> [QS An Nisa`: 17-18]<br />
<br />
Ayat di atas menerangkan bahwa taubat yang diterima adalah yang dilakukan sebelum datangnya kematian. Adapun jika seseorang baru bertaubat dari kekafirannya ketika ajal sudah menghampirinya, maka taubatnya tidak diterima.<br />
<br />
<b>2.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ</span><br />
<br />
<i>“Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Al Ghafur (Yang Maha Pengampun) lagi Ar Rahim (Yang Maha memberikan rahmat).”</i> [QS Az Zumar: 53]<br />
<br />
Ayat ini menerangkan kepada orang-orang yang telah menganiaya diri mereka dengan banyak berbuat dosa untuk tidak berputus asa mengharapkan pengampunan dari Allah karena Dia mengampuni semua dosa, termasuk syirik, jika mereka bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya.<br />
<br />
<b>3.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya kemudian dia memohon ampun kepada Allah, niscaya dia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemberi rahmat.”</i> [QS An Nisa`: 110]<br />
<br />
Di antara bentuk menganiaya diri sendiri adalah dengan melakukan kesyirikan karena syirik merupakan kezhaliman yang paling besar sebagaimana firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah engkau menyekutukan (sesuatu) dengan Allah. Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang paling besar.”</i> [QS Luqman: 13]<br />
<br />
<b>4.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (73) أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sungguh telah kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada ilah (sesembahan) selain dari Ilah yang esa (Allah). Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapakah mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, dan Allah itu Ghafur (Maha Pengampun) lagi Rahim (Maha Pemberi rahmat).”</i> [QS Al Maidah: 73-74]<br />
<br />
Ayat ini mengandung seruan kepada kaum Nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu adalah salah satu dari tiga Tuhan yang disembah (trinitas) agar mereka segera bertaubat dari kesyirikan dan kekufuran mereka ini sebelum siksaan yang pedih mendatangi mereka dan taubat mereka tidak lagi diterima oleh Allah.<br />
<br />
<b>5. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu, tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.”</i> [QS Al Baqarah: 161-162]<br />
<br />
Pemahaman yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa jika orang-orang yang kafir semasa hidupnya lalu mati dalam keadaan telah beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan meninggalkan kekafirannya maka dia tidak lagi mendapatkan laknat dan siksa dari Allah ta’ala.<br />
<br />
Masih banyak lagi dalil-dalil yang menerangkan bahwa kesyirikan dan kekufuran itu akan terampuni bila pelakunya bertaubat darinya dan memohon ampun kepada Allah sebelum kematian mendatanginya. Insya Allah kita lanjutkan pada bagian kedua. Silakan <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/07/dosa-syirik-dan-kufur-bisa-terampuni_15.html">baca di sini</a>.<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 27px; line-height: 30.666664123535156px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-10565103204484452572014-06-09T09:23:00.001+07:002014-06-09T09:25:32.037+07:00Seputar Masalah Pemaksaan terhadap Keimanan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Salah satu kaidah penting yang berkaitan dengan akidah dan keimananan di dalam Islam adalah barangsiapa yang dipaksa untuk melakukan perbuatan atau mengucapkan kalimat kekufuran maka dia tidaklah menjadi kafir sepanjang hatinya tetap beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan mengingkari kekufuran yang dipaksakan kepadanya itu.<br />
<br />
Hal ini sangatlah penting untuk diketahui karena ada sebagian pihak yang menganggap bahwa orang yang melakukan kekufuran meskipun secara terpaksa maka dia dihukumi sebagai seorang kafir yang telah keluar dari agama Islam (murtad). Pendapat ini terbantah dengan dengan banyaknya dalil yang menerangkan bahwa dia tidaklah menjadi kafir sepanjang hatinya tetap beriman kepada Allah ta’ala dan mengingkari kekufuran yang dipaksakan kepadanya itu.<br />
<a name='more'></a><br />
Di antara dalil yang menerangkan tentang masalah ini adalah firman Allah ta’ala di dalam surat An Nahl ayat 106:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (maka dia mendapatkan kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa (untuk berbuat kekufuran) sedangkan hatinya tetap tenang dengan keimanan (maka dia tidaklah kafir). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaan Allah menimpa mereka dan bagi mereka azab yang besar.”</i><br />
<br />
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsir ayat ini: “Adapun firman-Nya: {<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt;">إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ</span> = <i>kecuali orang yang dipaksa (untuk berbuat kekufuran) sedangkan hatinya tetap tenang dengan keimanan (maka dia tidaklah kafir)</i>} ini adalah pengecualian bagi orang yang melakukan kekufuran dengan lisannya dan mencocoki (keyakinan) kaum musyrikin dengan ucapannya secara terpaksa karena dia telah mendapatkan pukulan atau gangguan, akan tetapi hatinya mengingkari apa yang telah dia ucapkan dan dia tetap tenang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.”<br />
<br />
Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala di dalam Alu ‘Imran ayat 28:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin, penolong, sahabat) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari Allah (telah menjadi kafir) kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali (kalian).”</i><br />
<br />
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Firman-Nya {<span dir="RTL"></span><span dir="RTL" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt;"><span dir="RTL"></span> <span lang="AR-SA">إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً</span></span>= <i>kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka</i>}, yaitu kecuali orang yang di sebagian negeri atau waktu takut terhadap kejahatan mereka (kaum kafir) maka boleh bagi dia untuk menjaga diri dari mereka secara zhahir, bukan secara batin dan niatnya.”<br />
<br />
Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala tentang keadaan sebagian kaum muslimin yang terjebak di negeri kaum kafir sehingga tidak bisa berhijrah darinya dan terpaksa menampakkan keridhaan terhadap kekufuran mereka:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px; text-align: justify;">وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا</span><br />
<br />
<i>“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (menyelamatkan) orang-orang yang lemah dari kalangan laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak yang berdoa: “Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zhalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”</i> [QS An Nisa`: 75]<br />
<br />
Pada asalnya kaum muslimin diperintahkan untuk berhijrah dari negeri kafir ke negeri Islam. Barangsiapa yang tidak mau hijrah maka mereka mendapatkan ancaman hukuman siksaan neraka Jahannam, sebagaimana tersebut di dalam ayat ke-97 dari surat An Nisa` (silakan melihat pembahasannya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/08/kewajiban-hijrah-dari-negeri-kafir-ke.html" target="_blank">di sini</a>). Namun ancaman siksaan ini dikecualikan bagi orang-orang yang tidak mampu untuk berhijrah ke negeri Islam dan terpaksa menampakkan persetujuan terhadap kekufuran yang dilakukan oleh para penduduk dari negeri kafir yang mereka tempati.<br />
<br />
Imam Al Bukhari rahimahullah berkata di dalam Shahihnya pada Kitabul Ikrah: “Allah memberikan uzur kepada orang-orang lemah yang tidak bisa menghindari dari meninggalkan apa yang Allah perintahkan.”<br />
<br />
<b>FAIDAH:</b><br />
<br />
<b>1.</b> Sebagian ulama, di antara Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, berpendapat bahwa bolehnya seseorang untuk menampakkan kekufuran (taqiyyah) jika pemaksaan itu berupa paksaan untuk mengucapkan perkataan kufur saja, dan tidak berlaku untuk pemaksaan yang berupa perbuatan kufur. Artinya, jika dia dipaksa untuk melakukan perbuatan kufur, maka dia dihukumi kafir.<br />
<br />
Pendapat ini telah dibantah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/228): “Dan yang benar pula adalah bahwasanya tidak perbedaan antara ucapan orang yang dipaksa dengan perbuatan (orang yang dipaksa), meskipun ada sebagian ulama yang membedakan (antara keduanya) dan mengatakan: ‘Apabila dipaksa pada ucapan maka dia tidak kafir, dan bila dipaksa pada perbuatan maka kafir.’” Syaikh rahimahullah berdalil dengan keumuman ayat 106 dari surat An Nahl.<br />
<br />
<b>2.</b>Penerapan masalah ini, juga berlaku dalam bidang selain keimanan, seperti fiqih. Contohnya adalah dalam masalah perceraian. Para ulama fiqih mengatakan bahwa jika ada seseorang yang dipaksa untuk menceraikan istrinya dan telah mendapatkan ancaman serta gangguan atas hal tersebut, lalu dia menceraikan istrinya dalam keadaan terpaksa dan tidak berniat menceraikan istrinya sama sekali, maka talak yang dia lakukan dianggap tidak ada. Berbeda halnya jika dia melakukannya secara sukarela dan diiringi niat untuk menceraikan.<br />
<br />
Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niat, dan setiap orang mendapatkan (ganjaran) sesuai dengan apa yang dia niatkan.”</i> [HR Al Bukhari (1) dan Muslim (1907)]<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-37573101593000335552014-04-12T18:26:00.004+07:002014-04-12T18:27:25.815+07:00Di Antara Adab Berdakwah: Bertanya sebelum Mengingkari<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Di antara adab yang diajarkan oleh Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> kepada kita adalah bertanya dan meminta penjelasan sebelum mengingkari kesalahan seseorang. Apabila kita melihat atau mendengar seseorang melakukan kemungkaran, maka sebaiknya kita bertanya terlebih dahulu kepadanya untuk meminta penjelasan tentang alasan dia melakukan perbuatan tersebut agar kita dapat memberikan nasehat yang tepat ataupun tindakan yang pantas kepadanya. Janganlah kita langsung memarahi atau menghukum sebelum kita mengetahui sebab dia melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kita akan menjatuhkan hukuman atau tidakan yang tidak tepat kepada dia sehingga kita menzhaliminya.<br />
<a name='more'></a><br />
Hal ini, yaitu meminta penjelasan kepada orang yang melakukan kesalahan, sangat sering dilakukan oleh Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> semasa hidupnya. Berikut ini kami sebutkan beberapa peristiwa mengenai hal ini.<br />
<br />
<b>1.</b> Kisah seorang sahabat yang tidak ikut shalat berjamaah.<br />
<br />
Dari Imran ibnul Hushain radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا
لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ. فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ
فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ.
قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> melihat seorang lelaki duduk menyendiri di mesjid tidak ikut shalat bersama orang-orang lain. Beliau bertanya: “Wahai Fulan, apa yang menghalangimu untuk ikut shalat bersama orang-orang? Dia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku sedang junub dan tidak ada air.” Beliau berkata: “Wajib atasmu (bertayammum) dengan tanah, sesungguhnya itu cukup bagimu.”</i> [HR Al Bukhari (348) dan Muslim (682)]<br />
<br />
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> tidak langsung memarahi sahabat yang tidak ikut shalat berjamaah. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu apa alasan dia melakukan hal tersebut sehingga beliau dapat memberikan nasehat yang tepat kepadanya.<br />
<br />
<b>2.</b> Kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang tidak hadir di majelis Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> .<br />
<br />
Di dalam sebuah hadits disebutkan:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طَرِيقِ
الْمَدِينَةِ وَهُوَ جُنُبٌ. فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ. فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ
جَاءَ. فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: كُنْتُ جُنُبًا
فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ. فَقَالَ: سُبْحَانَ
اللَّهِ، إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> berjumpa dengannya (Abu Hurairah) di salah satu jalan kota Madinah dan dia sedang dalam keadaan junub. Abu Hurairah berkata: “Saya menghindar dari beliau.” Lalu dia pergi untuk mandi kemudian datang (ke majelis). Nabi bertanya: “Dari mana saja engkau wahai Abu Hurairah?” Dia menjawab: “Saya tadi sedang junub sehingga saya benci untuk duduk bersama anda dalam keadaan saya tidak suci.” Nabi berkata: “Subhanallah, sesungguhnya seorang muslim itu tidaklah najis.”</i> [HR Al Bukhari (283) dan Muslim (371)]<br />
<br />
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> tidak segera berburuk sangka kepada Abu Hurairah ketika menyadari bahwa dia tidak hadir di majelisnya. Akan tetapi beliau bertanya kepada Abu Hurairah meminta penjelasan mengenai sebab ketidakhadirannya itu.<br />
<br />
<b>3. </b>Kisah Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu yang membocorkan rahasia perang kaum muslimin.<br />
<br />
Pada suatu ketika, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> berencana untuk menyerang kota Mekkah yang saat itu masih dikuasai oleh kaum musyrikin. Rencana ini bersifat rahasia. Akan tetapi sayangnya, salah seorang sahabat di kota Madinah yang bernama Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu ternyata membocorkan rencana ini dengan mengirimkan surat pemberitahuan kepada kaum musyrikin Mekkah secara diam-diam melalui seorang utusan.<br />
<br />
Perbuatan Hathib ini ternyata diketahui oleh Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> melalui wahyu dari Allah ‘azza wa jalla. Lantas beliau mengirimkan tiga orang sahabat penunggang kuda untuk mengejar utusan yang membawa surat rahasia Hathib kepada kaum musyrikin Mekkah.<br />
<br />
Setelah berhasil didapatkan, surat tersebut diserahkan kepada Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata: “Wahai rasulullah, dia sungguh telah mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan kaum mukminin, maka biarkanlah saya memenggal lehernya!”<br />
<br />
Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bertanya kepada Hathib: “Apa yang mendorongmu untuk melakukan perbuatanmu ini?”<br />
<br />
Hathib menjawab: “Wahai Rasulullah, janganlah anda tergesa-gesa (menjatuhkan hukuman) terhadap saya. Demi Allah, (saya melakukan ini) bukannya saya tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya <b>صلى الله عليه وسلم </b>. Saya adalah <i>halif </i>(pendatang) di suku Quraisy dan saya bukan dari suku asli. Saya ingin melalui kaum itu (musyrikin Mekkah) Allah melindungi keluarga dan harta saya. Sedangkan tidaklah salah seorang dari sahabat anda dari kalangan Muhajirin melainkan di sana ada keluarganya yang dengannya Allah melindungi keluarga dan hartanya. Saya tidak melakukan ini karena ingin keluar dari agama saya dan bukan pula karena ridha terhadap kekufuran setelah (memeluk) Islam.”<br />
<br />
Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> berkata: “Dia telah berkata jujur, maka janganlah kalian membicarakan dirinya melainkan dengan kebaikan.”<br />
<br />
Kisah di atas kami rangkum dari beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (3983 dan 4274) dan Imam Muslim (2494).<br />
<br />
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa ketika Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> mengetahui perbuatan Hathib yang membocorkan rahasia penyerangan kaum muslimin ke kota Mekkah kepada kaum musyrikin, beliau tidak segera menjatuhkan hukuman pengkhianat kepada Hathib sebagaimana yang diinginkan oleh Umar. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu kepada Hathib alasan dia melakukan hal tersebut. Setelah mendengarkan penjelasan Hathib, akhirnya Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> memaafkan perbuatannya.<br />
<br />
<b>4.</b> Kisah Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu yang tidak melakukan shalat Tahiyyatul Masjid.<br />
<br />
Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">دَخَلْتُ
الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم جَالِسٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيِ
النّاسِ. قَالَ: فَجَلَسْتُ. فَقَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَا
مَنَعَكَ أَنْ تَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ؟ قَالَ: فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللّهِ، رَأَيْتُكَ جَالِساً وَالنّاسُ جُلُوسٌ. قَالَ: فَإِذَا دَخَلَ
أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ، لاَ يَجْلِسْ حَتّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Saya masuk ke dalam mesjid dan Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> sedang duduk di hadapan orang-orang. Lalu saya duduk. Lalu Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> berkata (kepada saya): “Apa yang menghalangimu untuk shalat dua rakaat sebelum engkau duduk?” Saya menjawab: “Wahai Rasulullah, saya melihat anda sedang duduk dan orang-orang (juga) sedang duduk.” Nabi berkata: “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke mesjid maka janganlah dia duduk sampai dia melaksanakan (shalat) dua rakaat.”</i> [HR Muslim (714)]<br />
<br />
Di dalam hadits ini Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> tidak langsung menyalahkan Abu Qatadah yang dengan sengaja meninggalkan shalat Tahiyyatul Masjid. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu kepada Abu Qatadah tentang sebab dia tidak melakukan shalat tersebut.<br />
<br />
Masih ada hadits-hadits lain yang berkenaan dengan hal ini, akan tetapi kami cukupkan sampai di sini.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله
التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-4416735987783435682014-04-10T11:11:00.000+07:002014-04-10T11:12:01.944+07:00Hukum Ruqyah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Salah satu cara untuk mengobati penyakit di dalam Islam adalah dengan melakukan ruqyah. Ruqyah adalah bacaan yang diucapkan untuk mengobati suatu penyakit atau gangguan yang menimpa orang, hewan, atau benda. Penggunaan ruqyah telah dikenal luas oleh manusia bahkan sejak sebelum Islam datang.<br />
<br />
Dari segi hukum syariat, ruqyah ada dua jenis, yaitu: ruqyah yang diperbolehkan dan ruqyah yang dilarang. Bagaimana ruqyah yang diperbolehkan dan bagaimana pula ruqyah yang tidak diperbolehkan? Berikut ini penjelasannya.<br />
<a name='more'></a><br />
Pada dasarnya, ruqyah itu diperbolehkan di dalam Islam. Dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’i radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">اعرضوا علي رقاكم، لا بأس بالرقى
ما لم يكن فيه شرك</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tampakkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak ada masalah dengan ruqyah selama tidak ada padanya kesyirikan.” </i>[HR Muslim (2200)]<br />
<br />
Selain itu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم </b>pernah meruqyah orang lain dan juga pernah diruqyah. Begitu pula para sahabat pernah melakukannya pada masa Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> hidup.<br />
<br />
Ruqyah bagaimanapun bentuknya diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1. </b>Bacaan yang digunakan di dalam ruqyah berasal dari Al Qur`an ataupun dari doa-doa yang berasal dari hadits yang shahih atau ucapan-ucapan yang mubah.<br />
<br />
<b>2. </b>Bacaan yang diucapkan tidak menyelisihi syariat, seperti doa kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada jin, dan yang semisalnya.<br />
<br />
<b>3.</b> Bacaan yang diucapkan haruslah menggunakan bahasa yang dapat dipahami. Jika bacaannya tidak dapat dipahami seperti bacaan mantra dan perdukunan, maka hal ini tidak diperbolehkan.<br />
<br />
<b>4. </b>Tidak boleh meyakini bahwa ruqyah itu bisa menyembuhkan dengan sendirinya tanpa ada kehendak dari Allah. Wajib untuk meyakini bahwa ruqyah itu hanyalah sebab saja yang tidak akan bermanfaat melainkan dengan izin dari Allah ‘azza wa jalla.<br />
<br />
Adapun jika suatu ruqyah tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat di atas, maka ruqyah tersebut hukumnya menjadi haram bahkan bisa menjadi syirik.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber:</b> Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab I’anatul Mustafid karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dan Al Qaulul Mufid karya Syaikh Muhammad Al Utsaimin rahimahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-12333285802808904112014-04-08T07:52:00.000+07:002014-04-08T07:52:36.440+07:00Apakah Kebodohan di dalam Agama Dimaafkan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 18.0pt;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 20.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa seseorang tidak diberi uzur (maaf) atas kejahilannya terhadap perkara agama. Artinya, jika dia melakukan kesyirikan, kebid’ahan, atau kemaksiatan karena kebodohannya maka dia akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan dosa yang telah dia lakukan dan tidak diberikan uzur atas kejahilannya. Pendapat ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar karena masalah pemberian uzur atas kesalahan yang dilakukan oleh seseorang karena kejahilannya ada perinciannya.<br />
<br />
Di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/173), Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa kejahilan dalam perkara agama ada dua jenis:<br />
<a name='more'></a><br />
<b>1. Kejahilan yang pelakunya tidak diberi uzur</b><b> (maaf)</b><b>.</b><br />
<br />
Apabila kejahilan yang ada pada diri seseorang disebabkan karena sikap menyepelekan dan meremehkan ilmu agama, malas dan enggan untuk mencari ilmu, dan tidak mau bertanya tentang masalah agama padahal kesempatan untuk belajar dan bertanya kepada orang yang lebih berilmu telah dimudahkan oleh Allah, maka orang yang sebab kebodohannya seperti ini tidak diberikan uzur oleh Allah ‘azza wa jalla.<br />
<br />
Hal ini berlaku baik terhadap orang muslim ataupun orang kafir.<br />
<br />
<b>2. Kejahilan yang pelakunya diberikan uzur.</b><br />
<br />
Apabila kejahilan yang ada pada diri seseorang bukan disebabkan karena sikap meremehkan ataupun malas, akan tetapi memang keadaan dan lingkungannya memang tidak memudahkan atau memungkinkan dia untuk belajar dan bertanya, seperti tidak adanya sekolah agama atau orang yang berilmu, ataupun sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya untuk belajar dan bertanya sedangkan dia tidak tahu bahwa hal itu diharamkan, maka orang yang sebab kebodohannya seperti ini insya Allah diberikan uzur oleh Allah ta’ala.<br />
<br />
Jika hal ini terjadi pada seorang muslim, maka kejahilan ini tidak memberikan dampak apapun terhadapnya. Sedangkan jika hal ini terjadi pada seorang kafir, maka di akhirat kelak, dia akan diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan suatu ujian. Jika dia mematuhi perintah Allah, maka dia akan masuk ke surga; dan jika dia menolak perintah Allah, maka dia akan masuk neraka.<br />
<br />
Demikian makna kalam Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah secara ringkas. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 18.0pt;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 20.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-51266754249771075742014-02-18T08:29:00.000+07:002014-02-18T08:29:15.629+07:00Kebenaran tidak Ditentukan oleh Jumlah Pengikut<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Kebenaran suatu agama atau kelompok bukanlah ditentukan dari banyak atau sedikitnya pengikut dan penganut (kuantitas) , akan tetapi ia ditentukan dari kesesuaiannya dengan syariat Allah yang termaktub di dalam Al Quran dan sunnah Rasul (kualitas). Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”</i> [QS Al An’am: 116]<br />
<a name='more'></a><br />
Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”</i> [QS Al Maidah: 49]<br />
<br />
Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">بدأ الإسلام غريبا وسيعود كما بدأ غريبا فطوبى للغرباء<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Islam itu dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada masa awalnya dahulu, maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing.”</i> [HR Muslim (145)]<br />
<br />
Makna “orang-orang yang asing” di sini adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan syariat Allah dan ajaran Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> meskipun kebanyakan manusia telah meninggalkan kedua hal tersebut. Mereka tidak mau mengikuti amalan mayoritas manusia yang jauh dari syariat Allah yang murni meskipun dengan konsekuensi dianggap aneh dan asing oleh orang banyak. Sebagaimana halnya pada masa awal Islam datang, kebanyakan manusia menganggap aneh orang-orang yang memeluk Islam, padahala mayoritas manusia pada saat itu menganut agama kesyirikan, Yahudi, atau Kristen.<br />
<br />
Oleh karena itu, marilah kita berani dan bangga untuk mengamalkan syariat Islam yang murni, baik di kalangan sendiri ataupun menampakkannya di hadapan manusia. Jangan pernah malu hati (minder) dan lemah untuk melakukannya meskipun dianggap aneh dan asing karena kebanyakan manusia tidak melakukannya.<br />
<br />
Ingatlah, kalau orang lain berani dan bangga untuk bermaksiat dan melakukannya (menampakkannya) di hadapan manusia, maka kenapa kita tidak berani dan bangga untuk mengamalkan syariat Islam yang murni di hadapan manusia?! Bukankah al haq itu lebih tinggi derajatnya di sisi Allah daripada kebatilan?! Takutkah dan gentarkah kita dengan sindiran, ejekan, dan celaan manusia?!<br />
<br />
Salah satu isi dari sumpah setia (baiat) yang diucapkan oleh para sahabat kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> adalah :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">وعلى أن نقول بالحق أينما كنا لا نخاف في الله لومة لائم</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;"><span dir="LTR"></span> ... <span dir="RTL" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></span></div>
<br />
<i>“ ... dan (bersumpah setia) untuk berkata benar di manapun kami berada, dan tidak takut terhadap celaan orang yang mencela.”</i> [HR Muslim (1709) dari Ubadah ibnush Shamit radhiallahu 'anhu.]<br />
<br />
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiallahu 'anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">لا يمنعن أحدكم هيبة الناس أن يقول في حق إذا رآه أو شهده أو سمعه<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah sekali-kali keseganan kalian terhadap manusia menghalangi kalian untuk mengucapkan kebenaran jika dia melihatnya, menyaksikannya, atau mendengarnya.”</i> [HR Ahmad (11030). Hadits shahih.]<br />
<br />
Semoga Allah ta'ala, menjadikan kita sebagai senantiasa orang yang teguh di atas kebenaran meskipun dianggap asing adan aneh karena sedikitnya manusia yang mengikutinya. Amin ya Rabbal 'alamin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 22pt; line-height: 33.733333587646484px;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-47274475776727075432014-01-03T10:23:00.003+07:002014-01-03T10:32:15.291+07:00Hukum Syahadat setelah Murtad<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<b><br /></b>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Saya ingin bertanya. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah mengikuti dan mengamalkan suatu ajaran yang sudah saya sadari adalah sesat. Amalan ini mengajarkan bahwa kita tidak perlu shalat fardhu lima waktu walaupun mereka mengaku beragama Islam. Mereka mengatakan bahwa kita cukup mengingat Allah dengan cara meditasi atau bertapa (ala Budha) dengan berzikir dan berdoa di dalam hati. Amalan ini saya amalkan hanya sebentar saja dan sudah lama saya tinggalkan dan saya telah bertaubat dari perbuatan ini.<br />
<a name='more'></a><br />
Yang ingin saya tanyakan, apakah dengan melakukan amalan ini -yang menyimpang dari ajaran islam sejati yang mewajibkan kita untuk shalat lima waktu, apakah saya telah keluar dari Islam? Kalau saya telah termasuk orang yang keluar dari Islam (walaupun saya tidak sengaja, tetap beriman kepada Allah dan telah bertaubat), apakah saya perlu mengucapkan syahadat lagi? Kalo saya harus bersyahadat lagi, apakah perlu ada yang menyaksikan?<br />
<br />
Tolong beri jawaban dan penjelasan. Terima kasih.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Saya akan mencoba menjawab dengan kadar ilmu yang saya miliki, dan kebenaran itu hanyalah milik Allah semata.<br />
<br />
Berkaitan dengan masalah meninggalkan shalat, benar bahwasanya meninggalkan shalat adalah perbuatan kufur yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam karena shalat adalah salah satu rukun agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang muslim. Barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja dan menentang kewajibannya, maka dia menjadi kafir.<br />
<br />
Rasulullah <b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنّ بَيْنَ الرّجُلِ وَبَيْنَ الشّرْكِ
وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصّلاَةِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<i><br /></i>
<i>“Sesungguhnya (pembatas) antara seorang lelaki (muslim) dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”</i> [HR Muslim (82) dari Jabir bin Abdillah]<br />
<br />
Dalil lainnya adalah hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu, Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن
تركها فقد كفر</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<i><br /></i>
<i>“Perjanjian antara kita (kaum muslimin) dengan mereka (kaum kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.”</i> [HR At Tirmidzi (2621). Hadits shahih.]<br />
<br />
Orang yang telah keluar dari Islam dengan sebab-sebab tertentu, maka dia wajib untuk kembali kepada Islam dengan cara bertaubat dan mengucapkan dua kalimat syahadat, karena mengucapkan dua kalimat syahadat adalah bagian dari rukun Islam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ:
شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ
الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<i><br /></i>
<i>“Islam itu dibangun atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang boleh disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, penegakan shalat, penunaian zakat, pelaksanaan haji, dan puasa Ramadhan.”</i> [HR Al Bukhari (8) dan Muslim (16)]<br />
<br />
Di dalam hadits kisah Jibril ‘alaihis salam yang masyhur, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاّ الله وَأَنّ مُحَمّدا رَسُولُ اللّهِ، وَتُقِيمَ الصّلاَةَ، وَتُؤْتِي
الزّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجّ الْبَيْتَ، إِنِ</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"> </span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">اسْتَطَعْتَ
إِلَيْهِ سَبِيلاً</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
<i><br /></i>
<i>“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang boleh disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji jika engkau mampu.”</i> [HR Muslim (8)]<br />
<br />
Selain itu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> juga diperintahkan oleh Allah untuk memerangi kaum kafir sampai mereka mau masuk Islam dengan cara bersyahadat. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ
حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ. فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ</span><span style="background: white; font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukannya, maka berarti mereka telah menjaga darah-darah dan harta-harta mereka dariku kecuali dengan ketentuan Islam, dan perhitungan amal mereka terpulang kepada Allah.”</i> [HR Al Bukhari (25) dan Muslim (20)]<br />
<br />
Apakah mengucapkan dua kalimat syahadat harus dilakukan di depan khalayak ramai ataukah tidak. Di sini perlu dirinci ke dalam dua keadaan:<br />
<br />
<b>Keadaan pertama:</b> Jika kekufuran yang dia lakukan tidak diketahui oleh masyarakat, dalam artian hanya dirinya saja yang mengetahui dan kekufurannya tidak sampai mempengaruhi masyarakat, maka dia cukup untuk mengucapkan syahadat sendiri tanpa harus disaksikan oleh pihak lain karena ini merupakan aib yang harus ditutupi.<br />
<br />
Dalil atas hal ini adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم </b>bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا
الْمُجَاهِرِينَ. وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ
بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ:
يَا فُلَانُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا. وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ
رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ</span><span style="background: white; font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Setiap umatku adalah berada di dalam keselamatan kecuali orang yang suka menampakkan kemaksiatan yang dia lakukan. Di antara bentuk menampakkan kemaksiatan adalah seseorang yang melakukan suatu amalan (maksiat) pada malam hari, lalu pada pagi harinya -padahal Allah telah menutupi kesalahannya (yang telah dia lakukan pada malam hari)- dia berkata (kepada orang lain): “Wahai Fulan, tadi malam aku telah melakukan ini dan itu.” Padahal Rabbnya telah menutupi (kesalahannya) pada malam hari, akan tetapi dia justru membuka apa yang telah Allah tutupi.”</i> [HR Al Bukhari (6069)]<br />
<br />
Di dalam hadits di atas diterangkan mengenai celaan terhadap orang yang pernah melakukan dosa tertentu dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah dan dirinya sendiri, lalu dia mengungkapkan perbuatannya itu kepada orang lain.<br />
<br />
<b>Keadaan kedua: </b>Jika kekufuran yang dia lakukan telah diketahui dan tersebar di kalangan masyarakat, bahkan kekufurannya juga menimbulkan efek negatif di dalam masyarakat, maka dia harus mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan masyarakat supaya mereka mengetahui bahwa dia telah bertaubat dan kembali kepada Islam. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak cukup hanya mengucapkan syahadat di hadapan diri sendiri. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا
أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ
فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
(159) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ
عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ</span><span style="background: white; font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati; kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Aku adalah At Tawwab (Yang Maha menerima taubat) lagi Ar Rahim (Yang Maha menyampaikan rahmat).”</i> [QS Al Baqarah: 159-160]<br />
<br />
Di dalam ayat di atas diterangkan bahwa selain bertaubat, dia juga harus menampakkan (mengumumkan) taubatnya dan melakukan perbaikan atas kerusakan-kerusakan yang pernah ditimbulkannya semasa keluarnya dia dari Islam.<br />
<br />
Demikian jawaban atas pertanyaan anda. Wallahu a’lamu bish shawab.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-44589288490774223712013-11-18T22:25:00.005+07:002013-11-18T22:27:24.282+07:00Wajibnya Meyakini Kekufuran Kaum Kafir dan Agama Mereka<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Di antara perkara akidah dan manhaj yang mulai terlupakan oleh sebagian kaum muslimin adalah wajibnya mengkafirkan kaum kafir yang telah jelas kekufurannya, baik dari golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen), kaum musyrikin, orang-orang murtad, ataupun golongan yang sejenis dengan mereka. Apabila telah jelas kekafiran mereka di dalam Al Qur`an dan as sunnah, maka wajib bagi kita -selaku muslim- untuk ikut meyakini kekufuran mereka dengan tegas.<br />
<a name='more'></a><br />
Masalah ini sangatlah penting karena barangsiapa yang tidak meyakini kekufuran mereka maka berarti dia telah terjatuh ke dalam kekufuran pula, meskipun dia mengaku beragama Islam. Sebabnya adalah karena tauhid itu barulah sempurna jika terdiri dari dua unsur pokok. Unsur yang pertama adalah beriman hanya kepada Allah ta’ala, dan unsur yang kedua adalah mengingkari kekufuran. Jika salah satu dari kedua unsur ini tidak ada pada seseorang, maka keimanan dan tauhidnya belum lagi benar.<br />
<br />
Berikut ini kami sampaikan beberapa dalil dan atsar yang menerangkan tentang wajibnya mengkafirkan orang-orang kafir dan agama mereka.<br />
<br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”</i> [QS Al Baqarah: 256]<br />
<br />
<b>2. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ
وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekafiran) kalian. Telah nyata di antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja.”</i> [QS Al Mumtahanah: 4]<br />
<br />
<b>3. </b>Sabda Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاّ اللّهُ، وَكَفَرَ
بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللّهِ، حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى
اللّهِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<i><br /></i>
<i>“Barangsiapa yang berkata “Laa ilaaha illallah” dan dia mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, dan perhitungan amalnya kembali kepada Allah.”</i> [HR Muslim (23)]<br />
<br />
<b>4.</b> Perkataan Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah:<br />
<br />
“Oleh karena ini, kami mengkafirkan orang yang beragama dengan selain agama kaum muslimin, atau diam terhadap mereka (tidak mengkafirkan), atau ragu (akan kekafiran mereka), atau membenarkan jalan mereka, meskipun dia bersamaan dengan itu menampakkan Islam dan meyakini batilnya seluruh agama selainnya (Islam). Dia kafir karena dia telah menampakkan sesuatu yang berlawanan dengan hal tersebut.” [Kitab Asy Syifa (2/281)]<br />
<br />
Berikut ini kami sebutkan beberapa pernyataan-pernyataan yang mengandung makna pengakuan dan pembenaran terhadap kaum kafir dan agama mereka. Sangat disayangkan bahwa ternyata yang sering mengucapkan pernyataan seperti ini adalah orang yang mengaku beragama Islam. Contohnya adalah:<br />
<br />
<b>a.</b> Ucapan: “Sesungguhnya kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah pemeluk agama samawi (agama para nabi) dan mereka memiliki ijtihad untuk menentukan agama pilihan mereka.”<br />
<br />
<b>b.</b> Ucapan: “Siapa yang ingin memeluk agama Yahudi, Nasrani, atau Islam, dia bebas untuk melakukannya.”<br />
<br />
<b>c.</b> Ucapan: “Perbedaan di dalam memilih agama adalah sama seperti perbedaan kaum muslimin di dalam memilih mazhab. Semuanya sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.”<br />
<br />
<b>d.</b> Ucapan: “Semua agama memiliki persamaan, yaitu menyeru umatnya kepada kebaikan. Oleh karena itu tidak ada perbedaan antaragama.”<br />
<br />
<b>e. </b>Ucapan: “Saya tidak (mau) tahu apakah mereka itu kafir atau bukan kafir.” Ucapan ini dalam konteks dia merasa tidak acuh dan tidak perduli, bukan karena dia tidak tahu hakikat bahwa mereka adalah kafir.<br />
<br />
Dengan pembahasan ini, maka kita dapat mengetahui kebatilan dan kesesatan yang seruan dan propaganda yang digembar-gemborkan oleh sebagian pihak untuk melakukan penyatuan antaragama, melakukan pendekatan antaragama, ataupun seruan kebebasan memilih agama karena semua ini adalah bentuk sikap tidak mengkafirkan kaum kafir dan agama selain Islam.<br />
<br />
Sekali lagi kami ulangi, sangat disayangkan bahwa ternyata yang sering mengucapkan pernyataan-pernyataan dan menyebarkan ideologi seperti ini adalah orang-orang dan pihak-pihak yang mengaku beragama Islam dengan kedok ingin membawa perubahan di dalam Islam dan penyesuaian terhadap perkembangan zaman.<br />
<br />
Tidakkah mereka menyadari bahwa ucapan seperti ini bisa membawa mereka keluar dari keislaman mereka kepada kekufuran dan membuat mereka terjatuh ke dalam neraka. Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ
مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ
الْمَشْرِقِ</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 22pt; line-height: 115%;">
والمغرب</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="text-align: left;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="text-align: left;"><i>“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang tidak dipikirkan akibatnya, membuat dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya sejauh timur dan barat.”</i> [HR Al Bukhari (6477) dan Muslim (2988) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.]</span></div>
<br />
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ
لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai Allah dan dia tidak memperdulikannya, membuat dia dihempaskan ke dalam neraka Jahannam.”</i> [HR Al Bukhari (6478)]<br />
<br />
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menepatkan diri kita di atas jalan-Nya yang lurus dan melindungi dari ketergelinciran yang dapat membawa kita kepada kemurkaan dan siksa-Nya. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik pemberi petunjuk.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
<br />
<b>Sumber: </b>Tulisan di atas kami sarikan dari kitab penjelasan (syarh) terhadap kitab Nawaqidhul Islam karya Syaikh Abdul ‘Aziz Ar Rajihi dan Abdul ‘Aziz Ath Tharifi hafizhahumallah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-68210304003286262252013-11-13T07:19:00.002+07:002013-11-13T07:20:13.289+07:00Wajibnya Berlepas Diri dari Pelaku Kesyirikan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Salah satu hal yang wajib untuk diketahui oleh setiap muslim adalah bahwasanya tidak cukup bagi kita untuk hanya mengingkari agama kufur dan syirik. Akan tetapi kita juga diharuskan untuk mengingkari para pelaku atau penganut kekufuran dan kesyirikan tersebut. Banyak kita jumpai di kalangan kaum muslimin yang mereka itu mengaku benci terhadap agama selain Islam, namun mereka masih tetap mencintai orang-orang kafir pemeluk agama selain Islam.<br />
<a name='more'></a><br />
Oleh karena ini, maka kami akan mencoba menukilkan beberapa dalil yang menerangkan tentang wajibnya atas kita untuk mengingkari dan berlepas diri dari para pelaku kekufuran dan kesyirikan.<br />
<br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Aku tidaklah termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” </i>[QS Yusuf: 108]<br />
<br />
Di dalam ayat ini Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> telah menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa dirinya berlepas diri dari kaum musyrik.<br />
<br />
<b>2. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً
قَانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam teladan yang taat kepada Allah dan hanif, dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”</i> [QS An Nahl: 120]<br />
<br />
Hanif maknanya orang yang mengikuti agama yang haq dan menjauhkan diri dari setiap agama yang batil.<br />
<br />
<b>3. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">ثُمَّ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah Dia termasuk golongan orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” </i>[QS An Nahl: 123]<br />
<br />
Ayat di atas menerangkan tentang wajibnya berlepas diri (bara`) dari kaum musyrikin yaitu dengan memutuskan rasa cinta, kasih sayang, saling tolong-menolong di dalam agama, dan membela kekufuran mereka karena mereka adalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.<br />
<br />
<b>4. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا
لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَداً حَتَّى
تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekafiran) kalian. Telah nyata di antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja.” </i>[QS Al Mumtahanah: 4]<br />
<br />
Di dalam ayat di atas, Nabi Ibrahim ‘alaihish shalatu was salam tidak hanya mengingkari kesyirikan, akan tetapi juga berlepas diri para pelaku kesyirikan.<br />
<br />
<b>5.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.”</i> [QS Al Mujadilah: 22]<br />
<br />
Ayat di atas menerangkan bahwa sekalipun orang yang melakukan kesyirikan dan kekufuran itu adalah keluarga dan kerabat terdekat dengan kita, kita tetap wajib untuk berlepas diri dari mereka.<br />
<br />
<b>6. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman-teman setia yang kalian sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang.”</i> [QS Al Mumtahanah: 1]<br />
<br />
Ayat di atas melarang kita untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat karena mereka adalah musuh Allah dan kaum muslimin.<br />
<br />
<b>6. </b>Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”</i> [QS Al Maidah: 51]<br />
<br />
Ayat ini menerangkan bahwa barangsiapa yang menjadikan kaum musyrikin sebagai teman dekat dan anutan mereka, maka berarti dia telah termasuk ke dalam golongan mereka.<br />
<br />
7. Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 22.0pt; line-height: 115%;">فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 22.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”</i> [QS Al Baqarah: 256]<br />
<br />
Ayat di atas berisi perintah untuk mengingkari thagut. Thaghut ada lima jenis, yaitu: Iblis la’natullah ‘alaihi, orang yang rela untuk disembah, orang yang menyerukan penyembahan terhadap dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Demikian disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber:</b> Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab di dalam kitab I’anatul Mustafid (1/103-104) karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan rahimahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-35311025778223543632013-11-01T07:52:00.002+07:002013-11-01T07:52:46.068+07:00Masuk Surga tanpa Hisab dan Azab<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Di antara kemurahan dan kasih sayang Allah terhadap umat Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses perhitungan amal (hisab) dan tanpa melalui proses penyucian dosa di dalam Neraka.<br />
<br />
Untuk mendapatkan kesempatan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat ini termaktub di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya pada nomor 5705 dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya pada nomor 218 dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ... هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Dikatakan (kepadaku): Ini adalah umatmu, dan tujuh puluh ribu orang di antara mereka akan masuk Surga tanpa melalui hisab (perhitungan amal) … Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”</i><br />
<br />
Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa syarat untuk dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui hisab adalah dengan memenuhi <b>empat syarat</b>, yaitu tidak pernah meminta dirinya untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas (kay), dan bertawakkal hanya kepada Allah. Tathayyur adalah menentukan nasib baik atau buruk dengan sesuatu berupa benda, waktu, atau tempat. Contohnya seperti menganggap jika burung peliharaan terbang ke arah kiri sebagai tanda akan terjadi kesialan, menganggap kehadiran burung gagak sebagai pertanda jelek, menganggap hujan gerimis di hari panas sebagai pertanda kematian, dan lain sebagainya.<br />
<br />
Di dalam hadits di atas juga disebutkan bahwa jumlah umat Muhammad yang masuk ke dalam Surga tanpa dihisab adalah <b>tujuh puluh ribu orang</b>. Tentunya jumlah ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan jumlah umat Muhammad seluruhnya sehingga ada sebagian orang yang menilai kesempatan untuk menjadi salah satu di antara mereka sangatlah kecil kemungkinannya.<br />
<br />
Akan tetapi, ternyata jumlah tujuh puluh ribu ini <b>bukanlah pembatasan</b>. Allah subhanahu wa ta’ala -dengan kemurahan dan rahmat-Nya- memberikan kesempatan yang jauh lebih besar kepada umat Muhammad untuk bisa mendapatkan keutamaan masuk Surga tanpa hisab.<br />
<br />
Dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang datang dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">وعدني ربي سبحانه أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا، لاحساب عليهم ولا عذاب، مع كل ألف سبعون ألفا، وثلاث حثيات من حثيات ربي عز وجل</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Rabbku subhanahu telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla.”</i> [HR Ibnu Majah (4286) dan At Tirmidzi (2437)]<br />
<br />
Jika kita memperhatikan hadits di atas dan mencoba menghitung jumlah orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk Surga tanpa hisab tentulah sangat banyak. Apalagi setelah ditambah dengan tiga kali cidukan dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka jumlahnya tentu lebih banyak lagi dan kita tidak bisa mengetahui berapa jumlah persisnya.<br />
<br />
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang dianugerahi oleh Allah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses hisab dan azab di Neraka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-16563512968489913552013-10-04T07:51:00.001+07:002013-10-04T07:51:53.857+07:00Bukti bahwa Syaithan adalah Makhluk Nyata dan akan Disiksa di Neraka<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
Ketahuilah, ternyata ada sebagian orang yang berkeyakinan bahwa syaithan itu tidak memiliki wujud fisik. Mereka meyakini bahwa syaithan itu hanyalah sekedar bisikan dan godaan nafsu untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan! Oleh karena itu, mereka menyimpulkan bahwa syaithan tidak pernah akan masuk ke dalam neraka karena ia tidak berwujud.<br />
<br />
Keyakinan ini adalah keyakinan yang sangat jelas kebatilannya karena hanya didasarkan kepada logika dan bertentangan dengan Al Qur`an. Berikut ini akan kami sampaikan bantahan atas keyakinan tersebut secara ringkas.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Bantahan Pertama:</b><br />
<br />
Kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan syaithan. Syaithan adalah golongan jin dan manusia yang kafir terhadap Allah ta’ala. Dalil yang menunjukkan atas hal ini telah kami sebutkan pada tulisan khusus. Silakan membacanya di <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/10/perbedaan-antara-iblis-jin-dan-syaithan.html" target="_blank">tautan ini</a>.<br />
<br />
Penjelasan ini menunjukkan bahwa syaithan itu diciptakan Allah memiliki fisik yang nyata, dan bukan hanya sekedar bisikan hawa nafsu untuk berbuat kejahatan.<br />
<br />
<b>Bantahan Kedua:</b><br />
<br />
Syaithan juga digunakan pada Iblis. Dia pernah diperintahkan untuk sujud kepada Adam ‘alaihis salam namun dia enggan. Dia juga telah diusir dari surga ke bumi. Dalilnya telah kami sebutkan di dalam tulisan khusus. Silakan membacanya di <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/10/perbedaan-antara-iblis-jin-dan-syaithan.html" target="_blank">tautan ini</a>.<br />
<br />
Secara akal sehat, tentunya sesuatu yang diajak berdialog, diperintah, ataupun diusir adalah sesuatu makhluk yang berwujud fisik dan dapat mendengar dan berbicara. Kalau seandainya syaithan itu hanya sekedar bisikan hati, bagaimana mungkin semua hal di atas dapat terjadi?<br />
<br />
<b>Bantahan Ketiga:</b><br />
<br />
Allah telah menyebutkan di dalam Al Quran bahwa syaithan diciptakan dari api. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا
تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Allah berkata (kepada Iblis): “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab: “Saya lebih baik daripadanya. Engkau menciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. </i>[QS Al A'raf: 12]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ
مِنْ نَارٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”</i> [QS Ar Rahman: 15]<br />
<br />
Di dalam sebuah hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">خلقت الملائكة من نور وخلق الجان
من مارج من نار وخلق آدم مما وصف لكم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disebutkan kepada kalian (yaitu tanah).’</i> [HR Muslim (2996)].<br />
<br />
Penciptaan syaithan dari api menunujukkan bahwa syaithan adalah berwujud makhluk yang memiliki fisik dan jasmani, sebagaimana halnya malaikat dan manusia memiliki fisik dan jasmani.<br />
<br />
<b>Bantahan Keempat:</b><br />
<br />
Keyakinan bahwa syaithan hanya sekedar berupa bisikan jahat hawa nafsu sehingga syaithan tidak masuk ke dalam neraka karena dia tidak berwujud, adalah keyakinan yang batil. Di dalam Al Quran, ada banyak ayat yang menerangkan bahwa syaithan akan masuk ke dalam neraka.<br />
<br />
Di antaranya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا
لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaithan; dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” </i>[QS Al Mulk: 5]<br />
<br />
<b>Bantahan Kelima:</b><br />
<br />
Di antara hal yang menunjukkan bahwa syaithan akan masuk neraka adalah karena Allah telah berjanji bahwa Dia akan memenuhi neraka dengan syaithan dan para pengikutnya. Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ
أَقُولُ (84) لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ
أَجْمَعِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Allah berfirman: “(Aku adalah) Al Haq dan hanya kebenaran yang Kukatakan: Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu (Iblis) dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu dari mereka semuanya.” </i>[QS Shad: 84-85]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا
مَدْحُورًا لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ
أَجْمَعِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Allah berfirman: “Keluarlah kamu (Iblis) dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kalian semuanya.”</i> [QS Al A’raf: 18]<br />
<br />
Kedua ayat di atas dengan jelas dan terang menyebutkan bahwa Iblis dan para pengikutnya (syaithan jin dan manusia) akan menjadi penghuni neraka pada hari kiamat kelak.<br />
<br />
<b>Bahtahan Keenam:</b><br />
<br />
Allah telah menerangkan bahwa syaithan akan berusaha untuk menggoda dan menyesatkan manusia dari agama Allah agar mereka bisa menjadi temannya bersama-sama di dalam neraka. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ
عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ
أَصْحَابِ السَّعِيرِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh. Sesungguhnya syaitan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (bersamanya).”</i> [QS Fathir: 6]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَنْ
تَوَلَّاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berteman dengannya pastilah dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka.”</i> [QS Al Hajj: 4]<br />
<br />
Kedua ayat di atas juga berisi keterangan bahwa syaithan adalah penghuni neraka. Dia meminta penundaan waktu kepada Allah untuk tidak disiksa dahulu agar dia dapat menyesatkan manusia terlebih dahulu sebanyak-banyaknya supaya menjadi temannya kelak di dalam neraka.<br />
<br />
Demikianlah beberapa poin yang kami susun sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menganggap syaithan itu hanyalah ibarat godaan hawa nafsu untuk berbuat jahat, dan dia tidak bisa disiksa di neraka karena dia tidak memiliki wujud fisik.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-274736327369640082013-10-03T11:13:00.001+07:002013-10-04T07:54:02.685+07:00Perbedaan antara Iblis, Jin, dan Syaithan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
Kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah iblis, jin, dan syaithan. Ketiga nama ini sangat banyak ditemukan baik di dalam Al Qur`an, hadits, atsar, maupun perkataan-perkataan, dan tulisan-tulisan. Akan tetapi, meskipun kita sangat sering mendengarkan ketiga nama ini, masih banyak di antara kita yang belum memahami dengan baik siapa sebenarnya yang dimaksud dengan iblis, jin, dan syaithan. Oleh karena itu, kami akan menyebutkan di sini penjelasan singkat mengenai maksud dari ketiganya, yang kami rangkum dari berbagai sumber.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>1. Iblis</b><br />
<br />
Iblis adalah bapaknya jin. Dialah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk sujud kepada Nabi Adam ‘alaihis salam namun dia enggan dan menyombongkan diri. Dialah yang menggoda Adam di dalam surga untuk memakan buah dari pohon terlarang. Dia pulalah yang dikeluarkan oleh Allah ta’ala dari surga ke bumi.<br />
<br />
Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ
اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ
الْكَافِرِينَ (34) وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا
مِنَ الظَّالِمِينَ (35) فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا
مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ
فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam!” maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia enggan dan angkuh, dan dia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Kami berfirman: “Wahai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, makanlah dengan penuh kenikmatan di mana saja yang kalian sukai, dan janganlah kalian dekati pohon ini sehingga kalian menjadi termasuk orang-orang yang zhalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan mengeluarkan mereka berdua dari keadaan semula. Kami berfirman: “Turunlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”</i> [QS Al Bbaqarah: 34-35]<br />
<br />
Anda juga dapat membaca surat Al A'raaf ayat 11 sampai ayat 25, surat Thaha ayat 120 sampai ayat 123, dan yang lainnya berkaitan dengan peristiwa ini.<br />
<br />
Berdasarkan ayat di atas, Iblis juga terkadang dinamakan dengan syaithan. Penamaan ini tampaknya karena Iblis adalah bapak dari syaithan yang berasal dari kalangan jin yang kafir, sehingga dia juga disebut syaithan atas dasar ini. Wallahu a’lam.<br />
<br />
Selain itu, Iblis juga dinamakan sebagai Jaan menurut jumhur ulama tafsir. Mereka berdalil dengan ayat:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ
قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“dan Kami telah menciptakan Jaan sebelumnya dari api yang sangat panas.”</i> [QS Al Hijr: 27]<br />
<br />
Yang dimaksud dengan Jaan adalah bapaknya jin, yaitu Iblis, sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.<br />
<br />
<b>2. Jin</b><br />
<br />
Jin adalah anak dan keturunan dari Iblis. Ini adalah pendapatnya Al Hasan Al Bashri rahimahullah.Dalil bahwasanya Iblis memiliki keturunan adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ
اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ
أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ
لَكُمْ عَدُوٌّ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam.” maka sujudlah mereka kecuali iblis, (dan) dia adalah dari golongan jin, lalu dia mendurhakai perintah Rabbnya. Patutkah kalian menjadikannya dan keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian?”</i> [QS Al Kahfi: 50]<br />
<br />
Di dalam ayat ini disebutkan bahwa Iblis termasuk golongan jin. Ini disebabkan karena selain sama-sama diciptakan dari api yang panas, iblis juga merupakan bapak dari bangsa jin sehingga dia dinisbahkan kepada golongan jin. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<b>3. Syaithan.</b><br />
<br />
Syaithan adalah golongan kafir dari bangsa jin dan manusia. Jin dan manusia yang kafir kepada Allah dinamakan sebagai syaithan. Adapun jin dan manusia yang beriman kepada Allah tidak dinamakan sebagai syaithan. Ini adalah pendapatnya Qatadah, Al Hasan Al Bashri, Ad Damiri, dan Al Jauhari.<br />
<br />
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ
نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah menarik untuk menipu (manusia).” </i>[QS Al An’am: 112]<br />
<br />
Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ
الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ
وَالنَّاسِ</span><br />
<br />
<i>“dari kejahatan syaithan al khannas (yang biasa membisikkan) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”</i> [QS An Naas: 4-6]<br />
<br />
Kedua ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa syaithan itu adalah golongan kafir dari bangsa jin dan manusia. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<b>FAIDAH PENTING !</b><br />
<br />
Ternyata ada sebagian orang yang berkeyakinan bahwa syaithan itu tidak memiliki wujud. Mereka meyakini bahwa syaithan itu hanyalah sekedar bisikan dan godaan nafsu untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan! Oleh karena itu, mereka menyimpulkan bahwa syaithan tidak pernah akan masuk ke dalam neraka karena ia tidak berwujud.<br />
<br />
Keyakinan bathil ini telah kami jawab pada tulisan khusus.Silakan membacanya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/10/bukti-bahwa-syaithan-adalah-makhluk.html">di sini</a>.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-44746508285793917632013-08-28T12:16:00.001+07:002013-09-04T07:20:32.398+07:00Apakah Takdir Dapat Berubah?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamualaikum. Ana ingin bertanya, apakah takdir seseorang itu bisa diubah? Harap dijelaskan dengan dalil yang jelas. Terima kasih.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa'alaikumussalam warahmatullah.<br />
<a name='more'></a><br />
Ayat terdekat yang bisa menjelaskan tentang pertanyaan anda adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfuzh).”</i> [QS Ar Ra’du: 39]<br />
<br />
Di dalam ayat di atas disebutkan bahwa Allah ta'ala menghapus apa saja yang Dia kehendaki dari takdir dan menetapkan apa saja yang Dia kehendaki darinya. Penghapusan dan perubahan takdir ini berlaku pada selain perkara-perkara yang telah Allah ketahui dan yang telah dicatat oleh Al Qalam. Pada kedua hal ini tidak pernah terjadi penggantian dan perubahan sama sekali karena hal ini mustahil terjadi pada Allah. Oleh karena itulah Allah berfirman: <b>وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ</b> (dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab) yaitu Al Lauhul Mahfuzh. Ia adalah pokok dari segala takdir. Adapun kejadian yang lainnya adalah cabang dari takdir yang mana segala sesuatunya akan kembali kepada pokoknya.<br />
<br />
Perubahan dan penggantian hanya terjadi pada cabang-cabang takdir, seperti amalan harian yang dicatat oleh para malaikat. Allah telah menjadikan sebab-sebab tertentu agar amalan itu menjadi tetap ataupun menjadi terhapus. Akan tetapi penetapan atau penghapusan itu tidak sampai merubah apa yang sudah tertulis di kitab induk, yaitu Al Lauhul Mahfuzh.<br />
<br />
Contohnya Allah ta’ala telah menjadikan amalan menyambung tali silaturahmi sebagai penyebab lapangnya rezeki dan bertambahnya umur. Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ
فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang ingin dilapangkan baginya rezekinya atau ditambahkan baginya umurnya, maka hendaklah dia menyambung rahimnya (silaturahmi).”</i> [HR Al Bukhari (2067) dan Muslim (2557) dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Adapun sebaliknya, melakukan kemaksiatan dapat membuat rezeki seseorang menjadi sempit. Dari Tsauban radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لا يزيد في العمر إلا البر، ولا يرد القدر إلا الدعاء، وإن الرجل
ليحرم الرزق بخطيئة يعملها</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah ada (amalan) yang dapat menambah umur kecuali berbuat bakti, tidaklah ada (amalan) yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan sesungguhnya seseorang itu terhalang (dari kelapangan) rezeki karena kesalahan yang dia lakukan.”</i> [HR Ibnu Majah (90). Hadits hasan.]<br />
<br />
Segala penetapan atau perubahan ini tidaklah terlepas dari kekuasaan dan kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Semua perubahan ini tidaklah menyelisihi ilmu Allah dan apa yang telah tertulis sebelumnya di dalam kitab induk, yaitu Al Lauhul Mahfuzh.<br />
<br />
Abdullah ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Kitab (catatan takdir) ada dua. Kitab yang Allah itu menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki darinya, dan di sisi Allah ada kitab induk.”<br />
<br />
Maknanya, kitab catatan takdir ada dua. Kitab pertama adalah kitab yang catatan takdir itu masih dapat berubah. Sedangkan kitab kedua adalah kitab induk yang tidak pernah berubah isinya, yaitu Al Lauhul Mahfuzh.<br />
<br />
Demikian kesimpulan yang kami ambil dari kitab Taisirul Karimir Rahman karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dan kitab Tafsirul Qur`anil ‘Azhim karya Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-26773186004022240702013-08-28T06:55:00.001+07:002013-08-28T06:55:28.139+07:00Kewajiban Hijrah dari Negeri Kafir ke Negeri Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Salah satu perkara yang diwajibkan di dalam Islam adalah hijrah. Hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir ke negeri Islam. Hijrah ini hukumnya adalah wajib atas orang yang tidak dapat mengamalkan syiar-syiar Islam secara bebas dan terbuka, bahkan dia mendapatkan tekanan dan larangan, dan dia memiliki kemampuan untuk meninggalkan negeri kafir tersebut.<br />
<br />
Dalil atas masalah ini adalah firman Allah ta’ala:<br />
<a name='more'></a><br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt;">إِنَّ
الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ
كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ
أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا (97) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ
وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا (98)
فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا
غَفُورًا</span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri, Malaikat bertanya (kepada mereka): “Dalam keadaan bagaimana kalian ini?” Mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).” Para Malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki, wanita, ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Allah itu Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”</i> [QS An Nisa`: 97-98]<br />
<br />
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menerangkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan keadaan sebagian kaum muslimin yang tinggal bersama kaum musyrikin. Mereka dipaksa untuk ikut bergabung di dalam perang melawan kaum muslimin sehingga terkesan memperbanyak jumlah kaum musyrikin. Akibatnya, ada di antara mereka yang tewas karena terkena panah ataupun pedang pasukan kaum muslimin. Silakan melihat Shahih Al Bukhari nomor 4596.<br />
<br />
Ibnu Qudamah berkata di dalam kitab Al Mughni (8/457): “Golongan pertama yang (hijrah itu) wajib atas dirinya adalah orang yang mampu untuk melakukannya (hijrah), tidak memungkinkan baginya untuk menampakkan agamanya, dan tidak memungkinkan baginya untuk menegakkan kewajiban agamanya ketika tinggal bersama orang-orang kafir, maka hijrah adalah wajib atas dirinya berdasarkan firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt;">إِنَّ الَّذِينَ
تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ
قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ
اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا</span><br />
<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri, Malaikat bertanya (kepada mereka): “Dalam keadaan bagaimana kalian ini?” Mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).” Para Malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”</i><br />
<br />
Demikian perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah.<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata di dalam kitab Syarhul Ushul Ats Tsalatsah (h. 132): “Menetap di negeri kafir harus terpenuhi padanya dua syarat pokok:<br />
<br />
<b>Syarat pertama:</b> Dia memiliki tingkat ilmu agama dan keimanan yang baik serta keteguhan prinsip yang dapat menjaga dirinya dari penyimpangan dan kesesatan. Dia juga harus tetap membenci kaum kafir di dalam dirinya, tidak mendukung mereka, dan tidak mencintai mereka. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ</span></div>
<br />
<i>“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.”</i> [QS Al Mujadilah: 22]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”</i> [QS Al Maidah: 51]<br />
<br />
<b>Syarat kedua:</b> Dia harus memiliki kemampuan untuk mengamalkan syiar agama Islam seperti shalat lima waktu berjamaah, shalat Jum’at, shalat hari raya, zakat, puasa, haji, hijab (bagi wanita), dan lain sebagainya tanpa mengalami larangan dan tekanan. Jika dia tidak mampu untuk melakukannya hal ini, maka tidak boleh bagi dia untuk tinggal menetap di negeri tersebut karena hijrah telah wajib atas dirinya pada kondisi yang demikian.” Demikian makna dari kalam Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah.<br />
<br />
<b>FAIDAH:</b><br />
<br />
Kapankah suatu negeri itu dikatakan sebagai negeri kafir? Jawabannya: negeri kafir adalah negeri yang di dalamnya ditegakkan syiar-syiar kekufuran dan kesyirikan secara menyeluruh. Apabila ada sebagian kecil kaum muslimin yang mengamalkan syiar Islam di sana, ia tetap dianggap sebagai negeri kafir karena mayoritas penduduknya menganut agama kufur dan syirik. Demikian makna kalam Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Syarhul Ushul Ats Tsalatsah (h. 129).<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-75072626808142081122013-08-01T06:22:00.001+07:002013-08-01T06:25:15.104+07:00Kepada Siapa Bai’at Boleh Diberikan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Tolong penjelasan tentang bai’at kepada Imam.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Jawaban atas pertanyaan anda adalah sebagai berikut.<br />
<br />
Bai'at hanya boleh ditujukan kepada amir/imam (pemimpin). Akan tetapi tidak semua amir kita itu boleh berbai’at kepada mereka. Pemimpin yang kita itu boleh berbai’at kepadanya hanya ada dua jenis saja.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Pertama:</b> Pemimpin (ulil amri) kaum muslimin. Pemimpin yang dimaksud di sini adalah pemerintah yang memimpin dan mengatur kehidupan kaum muslimin.<br />
<br />
Kita wajib untuk taat dan patuh kepada pemimpin kaum muslimin dalam segala hal sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Allah ta’ala. Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan para pemimpin kalian."</i> [QS An Nisa`: 59]<br />
<br />
Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لا طاعة في معصية
الله إنما الطاعة في المعروف</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak ada ketaatan dalam hal bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam perkara kebaikan.”</i> [HR Al Bukhari (7257) dan Muslim (1840) dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Bai’at kepada amir ini wajib hukumnya. Barangsiapa yang melepaskan ketaatan dari mereka maka apabila dia mati dalam keadaan seperti itu, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah. Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">مَنْ رَأَى مِنْ
أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ
الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu hal yang dia benci maka hendaklah dia bersabar atasnya, karena sesungguhnya orang yang memisahkan diri dari persatuan sejengkal (saja) lalu dia mati, maka (tidaklah dia mati) melainkan dalam keadaan kematian jahiliyah.”</i> [HR Al Bukhari (7054) dan Muslim (1849) dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma.]<br />
<br />
Tidak boleh bagi seseorang untuk membatalkannya dengan sebab apapun kecuali kekufuran yang benar-benar jelas berdasarkan bukti-bukti nyata yang dibenarkan oleh syariat tanpa adanya sebab-sebab yang dapat menghalanginya dari pengkafiran. Disebutkan di dalam sebuah hadits dari ‘Ubadah ibnush Shamit radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بَايَعَنَا عَلَى
السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا
وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ
تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“(Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> ) membai’at kami untuk mendengar dan patuh dalam keadaan kami bersemangat, keadaan terpaksa, keadaan sulit, dan keadaan mudah; terhadap perintah atas kami untuk berbagi (harta kepada orang lain), dan tidak melepaskankan ketaatan dari pemiliknya (pemimpin) kecuali jika kalian melihat adanya kekufuran yang jelas yang kalian itu memiliki bukti tentang hal itu di sisi Allah.”</i> [HR Al Bukhari (7055) dan Muslim (1709)]<br />
<br />
<b>Kedua:</b> Selain pemimpin kaum muslimin, bai’at juga diberikan kepada pemimpin di perjalanan jauh (amir safar).<br />
<br />
Perjalanan yang dilakukan oleh minimal tiga orang, maka mereka harus mengangkat amir untuk mengatur perjalanan mereka dengan baik sehingga tidak terjadi perselisihan selama di perjalanan. Amir ini harus ditaati oleh anggota rombongan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan, sepanjang apa yang diperintahkannya tidak menyelisihi syariat.<br />
<br />
Akan tetapi, bai’at untuk amir safar ini hanyalah bai’at kecil dan terbatas, dalam arti ia hanya berlaku untuk perkara instruksi teknis perjalanan dan berlaku hanya selama masa perjalanan saja.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">إذا كان ثلاثة في سفر
فليؤمروا أحدهم</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apabila ada tiga orang melakukan perjalanan jauh, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin.” </i>[HR Abu Daud (2609). Hadits hasan shahih.]<br />
<br />
Di dalam hadits yang lain dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لا يحل لثلاثة نفر
يكونون بأرض فلاة إلا أمروا عليهم أحدهم</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di daerah yang jauh melainkan mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk memimpin mereka.”</i> [HR Ahmad (6647). Hadits hasan.]<br />
<br />
<b>Perhatian! </b>Adapun para amir kelompok, organisasi, halaqah, dan yang sejenisnya, maka tidak boleh kita memberikan bai'at ketaatan kepada mereka. Kita boleh mentaati perintah mereka kepada kita sepanjang mereka menyeru kepada kebaikan, akan tetapi <b>bukan dalam bentuk bai’at</b> sebagaimana yang dilakukan kepada pemimpin kaum muslimin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-58541435892049689982013-06-05T23:38:00.002+07:002013-06-05T23:39:14.727+07:00Adakah Ruh yang Bergentayangan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamualaikum. Saya mau tanya, sebenarnya apakah benar orang yang sudah meninggal itu ruhnya bisa masuk ke dalam raga kita yang masih hidup? Pernah ada kejadian, keluarga saya pernah ada yang kesurupan dan dia mengaku bahwa dia adalah anggota keluarga kami. Apakah itu benar? Sebelumnya terimakasih.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Jawaban atas pertanyaan anda adalah sebagai berikut. Orang yang telah meninggal berarti dia telah meninggalkan alam dunia dan berpindah ke alam barzakh. Kata “barzakh” itu sendiri artinya adalah pembatas, yaitu pembatas antara alam dunia dan alam akhirat. Orang yang telah meninggal tidak lagi berada di alam dunia, dan belum lagi berada di alam akhirat.<br />
<br />
Seseorang yang telah masuk ke alam barzakh tidak akan kembali ke dunia dan tetap akan berada di sana hingga hari kiamat tiba. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ
إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Di hadapan mereka ada dinding pembatas (barzakh) sampal hari mereka dibangkitkan.”</i> [QS Al Mu`minun: 100]<br />
<br />
Orang yang beriman kepada Allah akan mendapatkan kenikmatan di sana, sedangkan orang yang kafir akan mendapatkan siksaan di sana. Semuanya tetap berada di alam kubur dan tidak ada yang keluar dari sana hingga hari berbangkit tiba.<br />
<br />
Di antara bukti yang menunjukkan bahwa orang yang sudah meninggal tidak dapat kembali ke alam dunia adalah pernyataan orang-orang kafir yang memohon kepada Allah agar mereka dikembalikan ke dunia supaya mereka dapat beribadah kepada Allah dan beramal shalih, baik ketika hampir meninggal, ketika hari kiamat, dan ketika di dalam neraka, namun permintaan mereka ini ditolak oleh Allah ta’ala. Allah telah menceritakan hal ini di dalam beberapa ayat, di antaranya:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ
يُبْعَثُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Wahai Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat beramal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.”</i> [QS Al Mu`minun: 99-100]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ
لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ
الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Nafkahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu dia berkata: “Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat sehingga aku dapat bersedekah dan aku menjadi orang-orang yang shalih?” Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”</i> [QS Al Munafiqun: 10-11]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain:<br />
<div>
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ
نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا
فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabb mereka, (dan mereka berkata): “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia) agar kami dapat mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.”</i> [QS As Sajdah: 12]<br />
<br />
Asy Syinqithi rahimahullah berkata di dalam tafsirnya Adhwa’ul Bayan pada tafsir surat Al Mu`minun ayat 99-100: “Sebagaimana mereka meminta dikembalikan (tidak jadi dimatikan) ketika datangnya kematian agar mereka dapat memperbaiki amalan mereka, mereka juga meminta hal yang demikian pada hari kiamat. Tentunya telah diketahui bahwasanya permintaan mereka tidak diterima.”<br />
<br />
Berdasarkan pembahasan di atas, maka fenomena yang sering terjadi di tengah masyarakat berupa adanya arwah gentayangan, arwah penasaran, kembalinya ruh orang yang telah meninggal di alam dunia, ataupun yang sejenisnya, semuanya ini adalah tidak benar. Semuanya ini merupakan perbuatan jin yang mencoba untuk menakut-nakuti manusia yang lemah imannya, baik dengan menampakkan diri mereka kepada manusia, meniru suara dan perilaku mereka, ataupun memasuki tubuh mereka, sehingga manusia percaya dan meyakini bahwa itu adalah ruh orang yang telah meninggal. Wallahul musta’aan.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-7121339127388569152013-05-15T12:00:00.002+07:002013-05-16T17:09:44.257+07:00Dalil tentang Turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam Kembali ke Bumi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Tolong disebutkan dalil yang menunjukkan atas kebenaran bahwa Nabi Isa ‘alaihis salam kelak akan turun kembali ke bumi.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Di dalam sebuah hadits yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (nomor 2937) disebutkan kisah turunnya Nabi Isa ‘alaihish shalatu was salam. Di antara kisahnya adalah:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فبينما هو كذلك إذ بعث الله
المسيح ابن مريم فينزل عند المنارة البيضاء شرقي دمشق بين مهرودتين واضعا كفيه على
أجنحة ملكين إذا طأطأ رأسه قطر وإذا رفعه تحدر منه جمان كاللؤلؤ فلا يحل لكافر يجد
ريح نفسه إلا مات ونفسه ينتهي حيث ينتهي طرفه فيطلبه حتى يدركه بباب لد فيقتله</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Ketika dia (Dajjal) dalam keadaan demikian, lantas Allah menurunkan Al Masih Ibnu Maryam. Dia akan turun di menara putih di bagian timur kota Damaskus mengenakan pakaian berwarna kuning kunyit dan meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap kedua malaikat (yang membawanya turun). Jika dia menundukkan kepalanya maka air akan menetes dari kepalanya, dan jika dia menengadahkannya maka akan jatuh dari kepalanya butiran-butiran laksana mutiara. Tidaklah ada seorang kafir yang mencium aroma nafasnya melainkan pasti akan mati; dan aroma nafasnya tersebar sejauh pandangan matanya. Nabi Isa akan memburu Dajjal sampai beliau menemukannya di daerah Babu Ludd, lalu beliau membunuhnya.”</i><br />
<br />
Nabi Isa 'alaihis salam kelak akan turun kembali ke dunia pada masa keluarnya Dajjal yang akan membuat kerusakan di muka bumi ini. Beliau 'alaihis salam akan turun di dekat sebuah menara putih di bagian timur kota Damaskus. Beliau akan turun untuk memburu Dajjal dan berhasil membunuhnya di daerah Babu Ludd. Setelah itu, beberapa waktu kemudian Nabi Isa dan kaum muslimin akan mengungsi ke pegunungan untuk menghindari serangan dari bangsa Ya`juj dan Ma`juj yang berhasil keluar dari benteng kurungan yang dibangun oleh Raja Dzulqarnain ribuan tahun yang lalu. Silakan membaca kisah lengkapnya di hadits An Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di kitab Shahihnya dengan nomor 2937.<br />
<br />
<b>CATATAN:</b><br />
<br />
<b>1.</b> Ada yang mengatakan bahwa menara putih yang dimaksud itu adalah menara Mesjid Umayyah di kota Damaskus yang telah dihancurkan oleh pasukan pemerintah Suriah baru-baru ini. Jika memang benar demikian, bisa jadi kelak menara itu akan dibangun kembali oleh kaum muslimin. Wallahu a'lam.<br />
<br />
<b>2.</b> Daerah Babu Ludd terletak di kawasan negeri Palestina.<br />
<br />
Di dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">يوشك المسيح عيسى بن مريم أن ينزل
حكما قسطا وإماما عدلا فيقتل الخنزير ويكسر الصليب وتكون الدعوة واحدة فأقرئوه أو
أقرئه السلام من رسول الله صلى الله عليه و سلم وأحدثه فيصدقني فلما حضرته الوفاة
قال أقرئوه مني السلام</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Hampir dekat masanya Al Masih Isa bin Maryam akan turun dengan membawa hukum dan keadilan, serta menjadi pemimpin yang adil. Dia akan membunuh babi dan mematahkan salib sehingga dakwah hanya akan menjadi satu. Sampaikanlah kepadanya salam dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> dan ceritakanlah (hadits) kepadanya, niscaya dia akan membenarkanku.” Ketika Rasulullah hampir meninggal, beliau kembali berkata: "Sampaikan salamku kepadanya."</i> [HR Ahmad (9110). Hadits hasan]<br />
<br />
Demikianlah beberapa dalil yang menunjukkan akan turunnya Nabi Allah Isa ‘alaihish shalatu was salam ke bumi di akhir masa kelak. Ini juga merupakan bantahan atas kaum Nasrani yang meyakini bahwa Nabi Isa telah mati terbunuh di palang salib.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-60931312847872824492013-05-04T12:24:00.001+07:002013-07-04T10:32:11.145+07:00Mengapa Jihad fi Sabilillah Tidak Masuk ke dalam Rukun Islam?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
Di dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menerangkan tentang rukun-rukun Islam. Beliau bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى
خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ
رَمَضَانَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<i>“Islam itu dibangun atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang boleh disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, penegakan shalat, penunaian zakat, pelaksanaan haji, dan puasa Ramadhan.”</i> [HR Al Bukhari (8) dan Muslim (16)]<br />
<br />
Di dalam hadits kisah Jibril ‘alaihis salam yang masyhur, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَأَنّ مُحَمّدا رَسُولُ اللّهِ، وَتُقِيمَ الصّلاَةَ،
وَتُؤْتِي الزّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجّ الْبَيْتَ، إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ
سَبِيلاً</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang boleh disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji jika engkau mampu.”</i> [HR Muslim (8)]<br />
<br />
Di dalam kedua hadits ini tidak ada satupun yang menyebutkan berjihad di jalan Allah merupakan salah satu dari rukun Islam. Padahal berjihad merupakan di antara bentuk amalan yang paling mulia di dalam Islam. Ada banyak dalil yang menerangkan tentang perintah dan keutamaan berjihad fi sabilillah. Di antaranya adalah hadits Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة
وذروة سنامه الجهاد</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.”</i> [HR At Tirmidzi (2616) dan Ibnu Majah (3973). Hadits shahih lighairihi.]<br />
<br />
<b>Pertanyaan: </b>Dengan kemuliaan yang sedemikian besarnya, lantas mengapa jihad fi sabilillah tidak dimasukkan ke dalam salah satu dari rukun Islam?<br />
<br />
Jawabannya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah di dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam di akhir pembahasan hadits ketiga. Beliau berkata: “Akan tetapi, ia (jihad) bukanlah penopang dan bagian dari rukun yang Islam itu dibangun atasnya. Hal ini disebabkan oleh dua sebab:<br />
<br />
<b>Pertama: </b>Jihad itu adalah fardhu kifayah menurut mayoritas ulama, dan bukan fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan rukun-rukun Islam.<br />
<br />
<b>Kedua:</b> Jihad itu tidak selalu terjadi hingga akhir masa. Ketika Isa ‘alaihis salam turun, dan tidak ada lagi agama yang tersisa kecuali Islam, maka ketika itu selesailah peperangan dan jihad tidak lagi diperlukan. Berbeda halnya dengan rukun-rukun Islam. Ia tetap diwajibkan atas kaum mukminin hingga datangnya keputusan Allah (kematian/kiamat) dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian. Wallahu a’lam.” Demikian perkataan Ibnu rajab rahimahullah.<br />
<br />
Di dalam sebuah riwayat dari Imam Ahmad, Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu pernah ditanya tentang masalah ini: “Bagaimana halnya dengan jihad?” Beliau menjawab: “Jihad itu baik, namun demikianlah Rasulullah<b> صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> menyampaikannya kepada kami.”<br />
<br />
Sanad kisah ini lemah karena di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal (majhul) yaitu Yazid bin Bisyr. Meskipun sanadnya lemah, namun maknanya adalah benar.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب
العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-4499467234095176942013-05-01T16:41:00.001+07:002013-05-01T16:45:53.124+07:00Takdir Bukanlah Alasan untuk Berbuat Maksiat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
<div>
Ada sebagian orang yang melakukan kemaksiatan, kejahatan, kebid’ahan, dan kekufuran dengan alasan bahwa dia sudah ditakdirkan oleh Allah untuk melakukannya. Seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa dia tidak berhak untuk dihukum karena dia melakukan ini bukan karena kehendaknya. Dia ingin melegalkan hawa nafsunya untuk melakukan pelanggaran hukum dengan berdalih kepada takdir.<br />
<a name='more'></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Alasan ini adalah alasan yang batil dan tidak dapat diterima. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah, di dalam kitab Syarh Ushulits Tsalatsah, telah membantah alasan seperti ini dari beberapa sisi, dan akan kita nukilkan di sini secara ringkas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Pertama:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Allah ta’ala telah mendustakan orang-orang yang berbuat kesyirikan dengan alasan takdir dan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih. Ini menunjukkan bahwa apa yang mereka dalihkan selama ini adalah salah. Allah berfirman:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا
لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ
كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ
عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ
وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<i><br /></i>
<i>“Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak akan mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami akan mengharamkan sesuatu apapun (tanpa dalil).” Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kalian mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada kami? Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalian tidak lain hanyalah berdusta.”</i> [QS Al An’am: 148]</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau seandainya beralasan dengan takdir untuk melakukan kemaksiatan adalah boleh, maka tidaklah mungkin Allah mengatakan mereka berdusta dan menghukum mereka.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Kedua:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Allah telah mengutus para rasul untuk menyampaikan syariat kepada umat mereka agar tidak ada alasan bagi manusia untuk meninggalkan perintah Allah dan melaksanakan larangan-Nya. Allah ta’ala berfirman:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ
اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<i>“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya para rasul itu. Allah adalah ‘Aziz (Maha Perkasa) lagi Hakim (Maha Bijaksana).”</i> [QS An Nisa`: 165]</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau seandainya beralasan dengan takdir untuk melakukan kemaksiatan adalah boleh, maka apa gunanya Allah mengutus para rasul untuk membawa syariat-Nya. Tentunya tidak ada gunanya karena mereka dapat beralasan dengan takdir.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Ketiga:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> melarang kita untuk meninggalkan amalan (sebab) dan berpangku tangan dengan takdir. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَمَقْعَدُهُ
مِنْ النَّارِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَتَّكِلُ فَقَالَ اعْمَلُوا
فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ ثُمَّ قَرَأَ {فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ
بِالْحُسْنَى} إِلَى قَوْلِهِ {لِلْعُسْرَى}</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
</div>
<div>
<i>“Tidaklah salah seorang dari kalian melainkan telah ditentukan tempat duduknya di surga ataupun di neraka.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita cukup bertawakkal saja?” Nabi menjawab: “Beramallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan jalannya.” Kemudian Nabi membaca ayat {<b>فَأَمَّا مَنْ</b> <b>أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى</b>} sampai kepada {<b>لِلْعُسْرَى</b>}.”</i> [HR Al Bukhari (4945)]</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Keempat:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Takdir Allah itu adalah rahasia tersembunyi yang tidak diketahui melainkan setelah peristiwa yang ditakdirkan itu terjadi, sedangkan kehendak hamba itu telah ada sebelum perbuatan terjadi. Ini berarti bahwa kehendak untuk melakukan suatu perbuatan tidaklah didasarkan pengetahuan dia terhadap takdir Allah. Dengan ini, maka tertolaklah alasannya dengan takdir, karena sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang tidaklah bisa menjadi hujjah baginya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Kelima:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kita menyaksikan manusia bersemangat untuk mengejar perkara duniawi yang bermanfaat bagi dirinya sampai berhasil mendapatkannya. Bila dia tidak mendapatkan apa yang dikejarnya tersebut, dia tidak beralasan dengan takdir. Lantas mengapa dia meninggalkan perkara-perkara agama yang bermanfaat baginya dan berpaling kepada perkara-perkara yang membahayakannya, kemudian beralasan dengan takdir?! Bukankah kedua kondisi di atas adalah sama?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Bantahan Keenam:</b></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Orang yang beralasan dengan takdir untuk meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan, bila dia dianiaya oleh orang lain dengan mengambil hartanya atau melecehkan kehormatannya, lalu orang itu beralasan bahwa dia melakukannya karena sudah ditakdirkan Allah, maka pastilah dia tidak akan menerima alasan dari si penjahat tadi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ini tentunya sangat berlawanan dan aneh. Di satu sisi dia menolak alasan orang yang mencuri hartanya karena takdir, namun di sisi lain dia malah beralasan dengan takdir ketika dia melakukan kemaksiatan. Lantas apa bedanya dia dengan si pencuri tadi?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Disebutkan di sebuah riwayat bahwa Amirul Mu`minin Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu memerintahkan petugas untuk memotong tangan seorang pencuri. Lalu pencuri itu berkata: “Tunggu dulu, wahai Amirul Mu`minin. Sesungguhnya saya mencuri itu karena memang sudah takdir dari Allah.” Lalu Umar membalas alasan si pencuri tadi dengan berkata: “Kamipun akan memotong tanganmu karena ditakdirkan oleh Allah.”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Demikianlah beberapa bantahan terhadap orang-orang yang menjadikan takdir sebagai alasan untuk melakukan kemaksiatan atau meninggalkan kewajiban. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kaum muslimin dan memperbaiki keadaan mereka. Amin Ya rabbal ‘alamin.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> </span></div>
</div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.com