Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Senin, 10 Desember 2012

Beberapa Syubhat Seputar Cadar dan Bantahannya (Bagian Pertama)

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagian orang menolak syariat hijab pada wanita dengan alasan-alasan yang tidak tepat. Di antaranya adalah bahwa yang dimaksud dengan hijab atau jilbab di dalam Al Qur`an adalah yang menampakkan wajah, bukan yang menutup wajah.

Berikut ini akan kami sampaikan beberapa syubhat yang sangat sering dilontarkan oleh mereka beserta bantahannya semoga bisa menjadi penjelas dan petunjuk bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran dan mengamalkannya. Tulisan ini akan kami bagi ke dalam dua bagian. Wallahu waliyyut taufiq.

1. Syubhat: Menggunakan niqab atau cadar dalam Islam semua dalilnya tidak ada yang kuat dan diperkirakan sebagian orang telah salah menafsirkan isi Al Qur'an.

Bantahan: Pernyataan ini tidaklah benar karena dalil-dalil yang memerintahkan seorang wanita untuk berhijab dengan menggunakan cadar atau yang sejenisnya sangatlah kuat dan jelas. Di antara dalilnya adalah sebagai berikut:

a. Firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Allah itu Ghafur (Maha Pengampun) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” [QS Al Ahzab: 59]

Jilbab dalam bahasa Arab adalah pakaian yang menutupi tubuh bagian wajah dan dada. Ia lebih besar daripada khimar. Sedangkan “jilbab” dan “hijab” yang digunakan oleh kaum muslimah Indonesia ini di dalam istilah Arab dikenal dengan nama khimar (tudung).

Cara memakai jilbab atau hijab ini adalah dengan menutup seluruh wajah hingga hanya tersisa lubang bagi mata saja, baik sebelah maupun keduanya. Demikian dikatakan oleh para ulama tafsir. Ini adalah pendapatnya Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abidah As Salmani, dll.

b. Firman Allah ta’ala:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kudung ke dadanya.” [QS An Nur: 31]

Menutupi khimar (kain kudung) sampai ke dada juga termasuk wajah karena khimar itu diletakkan di kepala dan dijulurkan melewati wajah sampai ke dada.

c. Firman Allah ta’ala:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ

“Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.” [QS Al Ahzab: 53]

Ayat ini dinamakan dengan ayat hijab. Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa bila seorang wanita ketika berada di dalam rumah dia harus berhijab dengan memasang tirai ketika berurusan dengan lelaki bukan mahramnya. Adapun bila dia pergi keluar rumah maka hijab itu harus tetap ada pada dirinya dalam bentuk pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, yaitu cadar, niqab, atau yang sejenisnya.

Ayat ini meskipun sebab turunnya berkaitan dengan kehidupan keluarga Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم namun ia juga berlaku umum bagi seluruh kaum muslimin karena tujuan pokok dari  perintah berhijab pada ayat ini adalah untuk menjaga kesucian hati para kaum mukminin dan mukminat secara keseluruhan. Demikian dikatakan oleh Syekh Muhammad Amin Asy Syinqithi di dalam kitab tafsirnya Adhwaul Bayan.

d. Firman Allah ta’ala:

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa jika menanggalkan pakaian mereka dengan tidak menampakkan perhiasan. Tidak menanggalkan pakaian adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah itu Sami’ (Maha mendengar) lagi ‘Alim (Maha Bijaksana).” [QS An Nur: 60]

Yang dimaksud dengan meninggalkan pakaian di sini adalah pakaian penutup tubuh yang telah biasa dia gunakan sebelum masa tua. Dia sudah diizinkan untuk memakai pakaian yang menampakkan wajahnya. Ini dengan jelas menunjukkan bahwasanya pakaian seorang wanita muslimah sebelum masa tua adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya termasuk wajah, telapak tangan, dan kakinya.

e. Hadits Aisyah radhiallahu ‘anha:

Pada suatu hari paman sesusuan Aisyah yang bernama Aflah pergi mengunjungi Aisyah setelah turunnya ayat hijab. Aisyah merasa enggan untuk bertemu dengannya. Aflah berkata: “Apakah engkau berhijab dariku padahal aku adalah paman (sesusuan)-mu?” Aisyah menceritakan hal ini kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم , lalu beliau memerintahkanku untuk mengizinkannya bertemu. [HR Al Bukhari (5103) dan Muslim (1445)]

Di dalam hadits ini Aisyah menyangka Aflah yang merupakan paman susuannya bukanlah merupakan mahram baginya sehingga dia berhijab darinya.

f. Hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, dia berkata:

لما نزلت {يدنين عليهن من جلابيبهن} خرج نساء الأنصار كأن على رءوسهن الغربان من الأكسية

“Ketika turun ayat (يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ = agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) para wanita Anshar keluar dengan berpakaian seolah-olah di kepala mereka ada burung gagak.” [HR Abu Daud (4101). Hadits shahih]

Maksudnya adalah para wanita Anshar setelah turunnya ayat ini menggunakan pakaian berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuh mereka dan bersikap tenang sehingga menyerupai burung gagak.

g. Hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:

يَرْحَمُ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُهَاجِرَاتِ الْأُوَلَ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ} شَقَّقْنَ مُرُوطَهُنَّ فَاخْتَمَرْنَ بِهَا 

“Semoga Allah merahmati para wanita Muhajirah terdahulu, ketika Allah menurunkan ayat (وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ = Hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kudung ke dadanya) mereka membelah kain-kain hitam mereka dan menutupi kepala mereka dengannya.” [HR Al Bukhari (4758)]

Mereka menggunakan kain hitam sebagai penutup kepala (khimar). Mereka tidak menggunakan bahan kain yang berwarna-warni sebagaimana yang digunakan oleh para wanita pemakai jilbab tampak wajah pada masa kini. Sudah mereka menarik perhatian lelaki dengan kecantikan wajah mereka, mereka gunakan pula jilbab dan pakaian yang berwarna-warni sehingga semakin jauh mereka dari tuntunan berhijab/berjilbab yang syar’i. Wallahul musta’an.

h. Hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda tentang pakaian yang dilarang dipakai oleh muhrim (orang yang berihram):

وَلَا تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلَا تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ

“Wanita muhrimah tidak boleh memakai niqab dan tidak boleh memakai sarung tangan.” [HR Al Bukhari (1838)

Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa keadaan wanita muslimah pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم adalah memakai niqab dan sarung tangan bila tidak sedang ihram. Supaya mereka tidak memakai kedua pakaian ini ketika ihram, maka perlu diingatkan oleh Nabi secara khusus tentang larangan ini.

Meskipun demikian, ternyata para wanita sahabat tetap menurunkan hijab wajah mereka ketika ihram bila mereka melewati para lelaki bukan mahram. Sebagaimana yang disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha:



كان الركبان يمرون بنا ونحن مع رسول الله صلى الله عليه و سلم محرمات فإذا حاذوا بنا سدلت إحدانا جلبابها من رأسها على وجهها فإذا جاوزنا كشفناه

 “Kami bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan ihram. Banyak rombongan yang melewati kami. Apabila mereka berpapasan dengan kami, maka kami menurunkan jilbabnya dari kepala menutupi wajahnya. Ketika kami sudah lewat maka kami singkap kembali wajah kami.” [HR Abu Daud (1833)]

Meskipun hadits ini lemah, namun ada riwayat lain yang menguatkannya. Dari Fathimah bintul Mundzir, dia berkata:

كنا نخمر وجوهنا ونحن محرمات ونحن مع أسماء بنت أبي بكر الصديق

“Kami menutup wajah-wajah kami ketika ihram, dan kami bersama Asma` bintu Abi Bakr Ash Shiddiq.” [HR Al Hakim (1176). Sanadnya shahih]

Kesimpulannya adalah pada asalnya, para wanita muslimah itu memakai pakaian yang menutup wajah dan telapak tangan, kecuali pada dua keadaan yaitu saat ihram dan ketika shalat sebagaimana yang akan dibahas pada syubhat nomor dua. Namun apabila tidak aman dari fitnah dan pandangan lelaki bukan mahram, maka dia disyariatkan untuk menutup wajahnya.

Pembahasan tentang syubhat-syubhat lainnya, insya Allah bersambung pada bagian kedua. Silakan baca di sini. Demikian.

 والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Ma’rakatul Hijab karya Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Imam hadahullah.

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !