tag:blogger.com,1999:blog-42110363252176630772024-02-09T00:41:31.038+07:00Dakwah Al Quran dan As SunnahMendakwahkan Al Quran dan As Sunnah dengan Pemahaman Generasi Terbaik UmatDakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comBlogger57125tag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-77001182180301115802015-10-14T22:00:00.000+07:002015-10-23T09:37:27.217+07:00Hukum Meludah ke Arah Tertentu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Setiap orang pasti pernah meludah. Ini disebabkan karena tubuh manusia memiliki suatu kelenjar yang terus-menerus menghasilkan air liur. Ketika meludah, ada sebagian orang yang meludah ke depan, ada pula yang ke arah kanan, dan ada pula yang ke arah kiri. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana ketentuan syariat tentang arah meludah. Apakah boleh meludah ke semua arah ataukah ada perincian dalam hal ini.<br />
<br />
Berikut ini kami sampaikan tentang perincian hukum meludah ke arah tertentu.<br />
<br />
<b>1. Meludah ke arah qiblat.</b><br />
<br />
Meludah ke arah qiblat hukumnya adalah <b>haram </b>apabila dalam keadaan sedang melaksanakan shalat.<br />
<br />
Dalil yang menunjukkan kepada larangan ini adalah hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt;">إِذَا
كَانَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ
يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ
الْيُسْرَى<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Apabila (seseorang) berada di dalam shalatnya maka sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada Rabbnya. Maka janganlah dia meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke arah kanannya, akan tetapi (meludahlah) ke arah kiri (atau) ke bawah kaki kirinya.”</i> [HR Al Bukhari (1214) dan Muslim (551)]<br />
<br />
Dalil lainnya adalah hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه</b> <b>وسلم </b>bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">من تفل تجاه القبلة جاء يوم
القيامة تفله بين عينيه</span><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang meludah ke arah qiblat, maka dia akan datang di hari kiamat dalam keadaan ludahnya berada di antara kedua matanya.”</i> [HR Abu Daud (3824). Hadits shahih.]<br />
<br />
Adapun jika sedang tidak melaksanakan shalat, sebagian ahlul ‘ilmi mengatakan hukumnya juga diharamkan. Mereka berdalil dengan keumuman hadits di atas. Akan tetapi yang rajih adalah meludah ke arah qiblat di luar sholat atau di luar masjid <b>tidak diharamkan</b>. Alasannya adalah karena riwayat yang umum telah dibatasi (muqayyad) oleh hadits Anas bin Malik di atas yang mengkhususkan larangan hanya di dalam shalat. Ini juga merupakan pilihan dari guru kami Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahullah ta’ala.<br />
<br />
<b>b. Meludah ke arah kanan.</b><br />
<br />
Meludah ke arah kanan hukumnya adalah <b>haram </b>secara mutlak menurut kebanyakan ulama, baik di dalam shalat ataupun di luar sholat, baik di dalam masjid ataupun di luar masjid.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik yang disebutkan di atas. Selain itu, meludah ke arah kanan dilarang karena di sebelah kanannya terdapat malaikat pencatat kebaikan, sebagaimana telah datang atsar dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فلا يبزق بين يديه ولا عن يمينه
فإن عن يمينه كاتب الحسنات، ولكن يبزق عن يساره أو خلف ظهره</span><span style="font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Maka janganlah (seseorang) meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke arah kanannya karena di sebelah kanannya ada (malaikat) pencatat kebaikan, akan tetapi (meludahlah) ke arah kirinya atau ke belakang punggungnya.”</i> [Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah (7454). Sanadnya shahih.]<br />
<br />
<b>c. Meludah ke arah kiri.</b><br />
<br />
Meludah ke arah kiri hukumnya adalah <b>diperbolehkan </b>secara mutlak. Baik itu dilakukan ketika di dalam shalat ataupun ketika di luar shalat, baik di dalam mesjid ataupun di luar masjid.<br />
<br />
Khusus di dalam shalat, meludah ke arah kiri dilakukan jika tidak ada orang lain di sebelah kirinya. Adapun jika di sebelah kirinya ada orang lain, maka dia meludah ke bawah kaki kirinya. Begitu pula, jika mesjid tempat dia melaksanakan shalat beralaskan karpet atau keramik, maka hendaklah dia meludah ke ujung pakaiannya sendiri atau menggunakan handuk kecil, tisu, atau sapu tangan.<br />
<br />
Dalil-dalil yang membolehkan meludah ke arah kiri sudah lewat penyebutannya di atas.<br />
<br />
<b>Jika ada yang bertanya: </b>Bukankah di sebelah kiri itu ada malaikat pencatat amalan jelek seorang hamba, lantas mengapa meludah ke arah kiri diperbolehkan sedangkan meludah ke arah kanan tidak diperbolehkan?<br />
<br />
Jawaban atas pertanyaan ini ada dua, yaitu:<br />
<br />
<b>Pertama: </b>Meludah ke arah kiri telah mendapatkan izin khusus dari Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> , sedangkan meludah ke arah kanan telah shahih larangannya dari beliau, sehingga wajib bagi kita untuk menerimanya.<br />
<br />
<b>Kedua:</b> Dikhususkannya larangan meludah ke arah kanan adalah sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan kepada malaikat pencatat amalan kebaikan.<br />
<br />
Demikianlah jawaban yang kami simpulkan dari tulisan Imam Ash Shan’ani rahimahullah di dalam kitab Subulus Salam (2/26). Adapun ucapan beliau yang mengatakan bahwa salah satu sebab dibolehkannya meludah ke sebelah kiri adalah karena malaikat pencatat kejelekan tidak hadir di sisi kiri seseorang ketika dia shalat, lalu beliau berdalil dengan hadits Umamah riwayat Ath Thabrani, ucapan ini tidak kami cantumkan di atas sebagai jawaban karena sanad hadits ini dha’if. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari Fathul ‘Allam karya Syaikh Muhammad bin Hizam, Taudhihul Ahkam karya Syaikh Abdullah Al Bassam, dan Subulus Salam karya Ash Shan’ani.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-83083776725808814742014-09-30T08:16:00.003+07:002014-09-30T08:17:13.605+07:00Hukum Membuka Aib Suami atau Istri kepada Orang Lain<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum Ustadz. Saya mau bertanya, bagaimana hukumnya jika seorang istri membuka atau mebicarakan aib suaminya kepada orang lain? Terima kasih.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullah.<br />
<br />
Pada asalnya, tidak boleh bagi seseorang untuk membuka dan menyebarkan aib seorang muslim yang lain kepada orang lain. Jika dia melakukannya berarti dia telah terjatuh kepada dua penyelisihan. Yang pertama, dia telah melanggar perintah untuk menyembunyikan aib seorang muslim dan larangan untuk menyebarkannya tanpa ada keperluan yang mendesak. Yang kedua adalah larangan untuk membicarakan kejelekan seorang muslim (ghibah).<br />
<a name='more'></a><br />
Perintah untuk menyembunyikan aib seorang muslim dan larangan untuk menyebarkannya tanpa ada keperluan yang mendesak telah disebutkan di dalam Al Qur`an dan hadits. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ
تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.”</i> [QS An Nur: 19]<br />
<br />
Di dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat.” </i>[HR Muslim (2699)]<br />
<br />
Di dalam hadits yang lain, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لاَ
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْداً في الدُّنْيَا إلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ</span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) seorang hamba (yang lain) di dunia melainkan Allah akan menutupi (aib)nya di hari kiamat.”</i> [HR Muslim (2590) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Begitu pula halnya dengan larangan untuk membicarakan kejelekan seorang muslim (ghibah). Hal ini telah datang larangannya di dalam Islam. Di antara dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).”</i> [QS Al Hujurat: 12]<br />
<br />
Untuk melihat dalil-dalil lain tentang larangan ghibah, silakan membacanya <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/05/larangan-menggunjing-orang-lain-ghibah.html" target="_blank">di sini</a>.<br />
<br />
Akan tetapi, larangan untuk menyebarkan aib seorang muslim dan membicarakan kejelekannya tidak berlaku secara mutlak. Syariat Islam telah memberikan pengecualian dalam masalah ini. Ada beberapa kondisi yang membolehkan seseorang untuk membicarakan kejelekan seorang muslim yang lain dan membuka aibnya. Kondisi-kondisi tersebut dapat dibaca di <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/06/ketika-ghibah-diperbolehkan.html" target="_blank">tautan ini</a>. Demikian. Wallahu a’lamu bish shawab.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 14.0pt;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-24093516350286006772014-09-09T10:58:00.002+07:002014-09-09T10:59:04.141+07:00Hak Orang Tua setelah Hak Allah ‘Azza wa Jalla<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Ketahuilah bahwa orang tua memiliki hak terbesar kedua setelah haknya Allah ‘azza wa jalla. Maknanya adalah bahwa kewajiban seseorang untuk berbakti kepada orang tua menempati urutan kedua setelah kewajiban untuk taat kepada Allah ta’ala. Ini menunjukkan akan besarnya dan pentingnya kedudukan orang tua di dalam kehidupan seseorang.<br />
<br />
Hal ini tidaklah mengherankan karena orang tua adalah sebab atau perantara lahirnya seseorang di dalam kehidupan dunia ini. Mereka telah bersusah payah merawatnya sejak dari dalam kandungan sampai setelah dilahirkan. Allah ta’ala berfirman:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kami perintahkan manusia (untuk berbuat baik) kepada dua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu. Hanya kepada-Kulah kembalimu.”</i> [QS Luqman: 14]<br />
<br />
Mereka juga telah mencurahkan segenap daya dan upaya mereka di dalam membesarkan si anak agar dia dapat hidup dengan sehat dan selamat sampai dia besar. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا
تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah, melahirkannya dengan susah payah (pula), dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun dia berdoa: “Wahai Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”</i> [QS Al Ahqaf: 15]<br />
<br />
Selain itu, mereka adalah orang yang pertama sekali mencintai dan menyayangi dia sebelum orang lain melakukannya.<br />
<br />
<b>Dalil tentang Hak Orang Tua setelah Hak Allah</b><br />
<br />
Di dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya<b> صلى الله عليه وسلم</b> berkali-kali menyebutkan haknya orang tua setelah menyebutkan haknya Allah ‘azza wa jalla. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا</span><span dir="LTR"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> </span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Rabb-mu telah memerintahkan kalian untuk tidak beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan berbuat baik kepada kedua orang tua.”</i> [QS Al Isra`: 23]<br />
<br />
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.”</i> [QS An Nisa`: 36]<br />
<br />
Di dalam kedua ayat ini, Allah mengawali perintah kepada hamba-hamba-Nya untuk menunaikan hak Allah yang paling pertama dan utama, yaitu mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun juga. Setelah itu, Allah mengiringinya dengan perintah kedua untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua ibu-bapak.<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mensyukuri jasa kedua orang tuanya setelah memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-bidi;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu.”</i> [QS Luqman: 14]<br />
<br />
Adapun dari as sunnah, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟
ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ
الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ:
فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Maukah kalian saya beritahukan mengenai dosa besar yang paling besar?” Kami (para sahabat) menjawab: “Ya, kami mau, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, mendurhakai kedua orang tua, …” Sebelumnya beliau duduk sambil bertopang, lalu beliau duduk tegak dan berkata: “Ketahuilah, ucapan dusta, ketahuilah, dan persaksian palsu.” Senantiasa beliau mengulang-ulanginya sampai-sampai kami mengatakan: “Seandainya beliau berhenti.”</i> [HR Al Bukhari (2654) dan Muslim (87) dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Di dalam hadits ini, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> dengan jelas menyebutkan dosa mendurhakai kedua orang tua setelah dosa syirik. Ini menunjukkan betapa berbahayanya perbuatan ini karena ia termasuk ke dalam salah satu dari dosa-dosa besar.<br />
<br />
Semakna dengan hadits di atas adalah hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لعن الله من لعن والده، ولعن الله
من ذبح لغير الله، ولعن الله من آوى محدثا، ولعن الله من غير منار الأرض</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melindungi pelaku bid’ah/kriminal, dan Allah melaknat orang yang mengubah tanda batas/tanda penunjuk arah di bumi.”</i> [HR Muslim (1978)]<br />
<br />
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk ke dalam orang-orang yang senantiasa berbakti kepada kedua orang tua, dan semoga Allah mengampuni segala kekurangan dan kesalahan kita di dalam berbakti kepada mereka. Amin.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 14.0pt;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif";"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-59278664914417727062014-07-02T07:16:00.001+07:002014-07-02T07:17:02.784+07:00Larangan Menampakkan Perbuatan Dosa kepada Orang Lain<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Di dalam agama Islam, kita dilarang untuk menampakkan perbuatan maksiat kepada orang lain. Hal ini diistilahkan dengan mujaharah. Menampakkan perbuatan maksiat dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu:<br />
<br />
<b>Pertama: </b>Melakukan kemaksiatan secara terang-terangan di hadapan orang lain dan orang lain menyaksikan kemaksiatan yang dia lakukan itu.<br />
<br />
Perbuatan ini hukumnya jelas terlarang di dalam Islam karena mendatangkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Adapun bahaya bagi diri sendiri adalah dia telah bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla sehingga dia mendapatkan dosa karena telah menzhalimi dirinya sendiri. Allah ta’ala berfirman:<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Mereka tidaklah menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”</i> [QS Al Baqarah: 57]<br />
<br />
Sedangkan bahaya bagi orang lain adalah dari segi bisa jadi orang lain yang melihat kemaksiatan yang dia lakukan menyukai perbuatannya kemudian menirunya. Hal ini dosanya juga tidaklah ringan karena orang yang kemaksiatannya ditiru dan diikuti oleh orang lain maka dia juga mendapatkan dosa dari kemaksiatan yang mereka ikuti tersebut. Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt;">وَمَنْ سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً سَيّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ</span><span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang membuat contoh buruk di dalam Islam, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelah itu tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.”</i> [HR Muslim (1017) dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
<b>Kedua:</b> Menceritakan kemaksiatan yang pernah dia lakukan kepada orang lain padahal sebelumnya tidak ada orang yang mengetahuinya.<br />
<br />
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (nomor 6069) dan Muslim (2989) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ. وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا. وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali para mujahir (orang yang menampakkan kemaksiatannya kepada orang lain). Sesungguhnya termasuk kepada mujaharah (menampakkan kemaksiatan kepada orang lain) adalah seseorang melakukan suatu perbuatan (dosa) pada malam hari, kemudian dia memasuki pagi hari dalam keadaan Allah telah menutupi (kesalahan)nya. Lalu dia berkata (kepada orang lain): “Wahai Fulan, saya melakukan begini dan begitu tadi malam.” Padahal tadi malam Rabbnya telah menutupi kesalahannya, akan tetapi pada pagi harinya dia membuka penutup Allah dari dirinya.”</i> [HR Al Bukhari (6069) dan Muslim (2989)]<br />
<br />
Kesimpulannya adalah wajib bagi sesorang untuk tidak mengungkapkan kepada orang lain tentang kesalahan masa lalunya yang telah Allah sembunyikan, bersyukur kepada Allah ta’ala atas pengampunan ini, serta bertaubat secara pribadi kepada Allah dari dosa yang telah dia lakukan. Apabila seseorang bertaubat kepada Allah maka Allah akan menutupi kesalahannya di dunia dan akhirat.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">والحمد لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber: </b>Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ta’ala.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-68032354855211583942014-06-03T11:11:00.000+07:002014-06-03T11:17:18.023+07:00Ketika Ghibah Diperbolehkan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Ustadz, ana mau bertanya. Jika ana membicarakan sifat jelek yang ada pada seseorang yang dapat merugikan orang lain, dan ana memberi tahu kepada orang lain agar dia berhati-hati terhadap sifat jelek orang tersebut dengan bukti nyata dari kejadian yang sudah ana alami sendiri, apa hukumnya perbuatan ini?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Di dalam Islam, membicarakan kejelekan orang lain hukum dasarnya adalah haram. Perbuatan ini digolongkan kepada ghibah. Silakan melihat pembahasan khusus tentang haramnya ghibah di <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/05/larangan-menggunjing-orang-lain-ghibah.html" target="_blank">tautan ini</a>.<br />
<a name='more'></a><br />
Akan tetapi, syariat memberikan pengecualian dalam masalah ini. Ada beberapa kondisi yang membolehkan seseorang untuk membicarakan kejelekan seorang muslim yang lain. Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Mengadukan perbuatan zhalim (tazhallum).<br />
<br />
Diperbolehkan bagi seseorang yang dizhalimi oleh orang lain untuk menceritakan perbuatan zhalimnya itu kepada orang atau pihak yang memiliki kewenangan untuk menangani hal tersebut.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ، وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ. فَقَالَ: خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Hindun bintu Uqbah (istri Abu Sufyan) berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang kikir dan tidak pernah memberikan (nafkah) yang mencukupi bagi saya dan anak saya, kecuali apa yang saya ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” Nabi menjawab: “Ambillah yang mencukupi bagimu dan anakmu dengan seperlunya.”</i> [HR Al bukhari (5364) dan Muslim (1714)]<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Memperkenalkan atau memanggil seseorang dengan nama yang sudah dikenal (ta’rif).<br />
<br />
Jika ada seseorang yang terkenal dengan nama, panggilan, atau gelar tertentu yang memiliki makna tidak baik, seperti misalnya Al A’masy (Orang yang kabur penglihatannya), Al A’raj (Si Pincang), Al A’ma (Si Buta), Al Ashom (Si Tuli), dll; maka kita boleh menggunakan nama tersebut dengan tujuan sekedar untuk memperkenalkannya kepada orang lain atau untuk panggilan semata. Adapun jika tujuannya adalah untuk mengejeknya atau merendahkannya maka hal ini diharamkan.<br />
<br />
Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka. Jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka. Janganlah suka mencela sesama kalian dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) kefasikan sesudah iman. Barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”</i> [QS Al Hujurat: 11]<br />
<br />
<b>Ketiga:</b> Memperingatkan orang lain dari kejelekan seseorang (tahdzir).<br />
<br />
Memperingatkan kaum muslimin dari bahaya atau kejelekan seseorang agar mereka meninggalkan orang tersebut dan selamat dari bahayanya adalah disyariatkan di dalam agama, dengan syarat tujuannya adalah dalam rangka menyampaikan nasehat.<br />
<br />
Hal ini berlaku dalam banyak hal, seperti memperingatkan kaum muslimin agar tidak belajar agama dari seorang ahli bid’ah atau fasiq, memperingatkan tentang sifat seseorang yang suka berdusta atau berkhianat, memperingatkan tentang akhlak buruk dari seorang yang akan dinikahi, memperingatkan tentang kecurangan yang biasa dilakukan oleh seorang penjual, serta masalah-masalah yang lain sebagainya.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">اسْتَأْذَنَ رَجُلٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: ائْذَنُوا لَهُ، بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ -أَوْ ابْنُ الْعَشِيرَةِ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Seorang lelaki meminta izin (untuk bertemu) dengan Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Lalu beliau berkata: “Izinkan dia (masuk). (Dia adalah) sejelek-jeleknya saudara dari suatu keluarga -atau anak dari suatu keluarga.”</i> [HR Al Bukhari (6054) dan Muslim (2591)]<br />
<br />
Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam sebuah bab di dalam kitab Shahihnya yang berjudul: “Bab: Bolehnya mengghibah pelaku kerusakan dan orang yang diragukan.”<br />
<br />
Dalil lainnya adalah hadits Fathimah bintu Qais radhiallahu ‘anha, dia berkata kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم </b>:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">إن معاوية بن أبي سفيان وأبا جهم خطباني. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أما أبو جهم فلا يضع عصاه عن عاتقه، وأما معاوية فصعلوك لا مال له. انكحي أسامة بن زيد<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm melamarku.” Lalu Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> berkata: “Adapun Abu Jahm, dia tidak pernah melepaskan tongkatnya dari pundaknya (suka memukul); sedangkan Muawiyah, dia adalah orang yang sangat faqir dan tidak memiliki harta. Menikahlah engkau dengan Usamah bin Zaid.”</i> [HR Muslim (1480)]<br />
<br />
<b>Keempat: </b>Mencela orang yang melakukan kemaksiatan secara terbuka.<br />
<br />
Jika ada seseorang yang gemar melakukan kemaksiatan secara terbuka di hadapan orang banyak, seperti orang yang terang-terangan meminum khamr, menarik upeti, merampas harta orang lain, dan lain sebagainya, maka kita diperbolehkan untuk mencelanya, akan tetapi hanya sebatas kemaksiatan dan kerusakan yang dia lakukan.<br />
<br />
<b>Kelima:</b> Meminta fatwa untuk menyelesaikan suatu permasalahan.<br />
<br />
Jika ada seseorang yang bertanya kepada seorang ahli fatwa tentang permasalahan yang dialami oleh seseorang dengan orang lain serta menanyakan tentang jalan keluar dari masalah tersebut, maka hal ini diperbolehkan di dalam agama.<br />
<br />
Hal ini sebaiknya dilakukan dengan tanpa menyebut nama orang yang bermasalah dengannya dan menggantinya dengan kata “si fulan”, “si A”, atau yang sejenisnya. Namun meskipun demikian, penyebutan nama tetap diperbolehkan dalam hal ini, sebagaimana yang tersebut di dalam hadits Aisyah tentang kisah Hindun istri Abu Sufyan pada kondisi pertama.<br />
<br />
<b>Keenam: </b>Meminta pertolongan untuk menghilangkan kemungkaran.<br />
<br />
Jika ada yang datang kepada seseorang mengabarkan bahwa si Fulan melakukan suatu perkara mungkar (baik itu berupa kemaksiatan, kebid’ahan, atau kekufuran) dengan tujuannya adalah orang tersebut menghentikan kemungkaran yang dilakukan oleh si Fulan, maka hal ini diperbolehkan.<br />
<br />
Hal ini termasuk ke dalam keumuman hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">سَمِعْتُ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Saya mendengar Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah ia dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika dia tidak mampu maka (ingkarilah) dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”</i> [HR Muslim (49)]<br />
<br />
Keenam kondisi yang membolehkan seseorang untuk membicarakan kejelekan orang lain (ghibah) ini telah dikumpulkan oleh seorang penyair di dalam sebuah syair:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">القَدْحُ لَيْسَ بِغِيبَةٍ فِي سِتَّةٍ *** مُتَظَلِّمٌ وَمُعَرِّفٌ وَمُحَذِّرٌ</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَلِمُظْهِرٍ فِسْقًا وَمُسْتَفْتٍ *** وَمَنْ طَلَبَ الإِعَانَةَ فِي إِزَالَةِ مُنْكَرٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>Celaan bukanlah ghibah pada enam (perkara, yaitu:) </i><i>mengadukan perbuatan zhalim, memperkenalkan (seseorang), memperingatkan (kejelekan), </i><i>(mencela) orang yang menampakkan kefasikan, meminta fatwa,<span style="white-space: pre;"> </span></i><i>dan meminta pertolongan untuk menghilangkan kemungkaran.</i><br />
<br />
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perbuatan yang anda lakukan -yaitu memperingatkan orang lain dari seseorang yang memiliki akhlak yang buruk agar mereka terhindar dari kejelekan akhlaknya- insya Allah hukumnya tidak mengapa dan tidak termasuk ke dalam membicarakan kejelekan orang lain yang tercela (ghibah). Apa yang anda lakukan itu adalah sebagai bentuk nasehat kepada saudara anda dan mengingatkannya agar terhindar dari keburukan orang yang anda maksud. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">والحمد لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber:</b> Pembahasan di atas disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Riyadhush Shalihin karya Imam Yahya bin Syaraf An Nawawi rahimahullah ta’ala.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-8468244357153499622014-05-31T07:57:00.002+07:002014-05-31T07:57:50.085+07:00Hukum Bermain Kartu dan Sejenisnya tanpa Taruhan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Maaf saya mau bertanya apa hukumnya main kartu, kartu remi, dan bilyard tanpa taruhan atau dengan uang taruhan bohongan? Terima kasih sebelumnya.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Jawaban atas pertanyaan anda adalah tidak boleh memainkan permainan-permainan tersebut di atas baik dengan taruhan ataupun tanpa taruhan karena beberapa sebab berikut ini:<br />
<br />
<b>1.</b> Permainan-permainan tersebut adalah permainan khas kaum kafir, dan kita telah dilarang oleh agama untuk meniru perilaku dan kebiasaan khusus mereka.<br />
<a name='more'></a><br />
Dari Abdullah ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasanya rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk ke dalam golongan mereka.”</i> [HR Abu Daud (4031). Hadits hasan.]<br />
<br />
<b>2.</b> Melakukan suatu perbuatan yang menjadi kekhususan suatu kaum menunjukkan -baik secara langsung atau tidak langsung- akan kecintaan dan kekaguman kita terhadap mereka.<br />
<br />
Yang wajib atas seorang muslim adalah membenci orang-orang kafir dan berlepas diri dari mereka. Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”</i> [QS Al Mujadilah: 22]<br />
<br />
<b>3.</b> Permainan-permainan tersebut melalaikan diri dari ibadah kepada Allah ta'ala.<br />
<br />
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan kita agar tidak sampai terlalaikan dari mengingat Allah oleh harta benda dan perkara dunia. Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”</i> [QS Al Munafiqun: 9]<br />
<br />
<b>4.</b> Permainan-permainan tersebut melalaikan diri dari kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan merupakan bentuk penyia-nyiaan terhadap waktu.<br />
<br />
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Dua kenikmatan yang banyak orang tertipu padanya: kesehatan dan waktu luang.” </i>[HR Al Bukhari (6412)]<br />
<br />
5. Permainan-permainan tersebut biasanya disertai dengan berbagai jenis kemaksiatan lainnya, seperti merokok, bergosip, memaki, berkata dusta, dan lain sebagainya.<br />
<br />
Allah ta'ala telah memerintahkan kita untuk tidak menghadiri majelis yang berisi kegiatan kekufuran, kebid’ahan, dan kemaksiatan serta kegiatan yang tidak berfaidah. Allah ta’ala berfirman tentang sifat-sifat para hamba-Nya yang beriman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“dan orang-orang yang tidak menghadiri kegiatan zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan yang tidak berfaidah, mereka berlalu (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”</i> [QS Al Furqan: 72]<br />
<br />
<b>6.</b> Melakukan permainan-permainan tersebut dan yang sejenisnya merupakan bentuk tolong-menolong di dalam perbuatan dosa.<br />
<br />
Allah ‘azza wa jalla berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Saling tolong-menolonglah kalian di dalam perkara kebajikan dan ketaqwaan. Janganlah kalian saling tolong-menolong di dalam perkara dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu sangat keras siksaannya.”</i> [QS Al Maidah: 2]<br />
<br />
Demikian jawaban atas pertanyaan anda secara ringkas. Wallahu a’lam wa ahkam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.666664123535156px;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-20034730221708380962014-05-15T12:36:00.002+07:002014-05-15T12:37:55.984+07:00Larangan Menggunjing Orang Lain (Ghibah)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Salah satu bentuk kemaksiatan yang banyak dilakukan oleh manusia adalah gemar membicarakan kejelekan orang lain atau yang diistilahkan dengan ghibah. Bahkan yang parahnya, terkadang apa yang mereka ghibahkan itu tidak ada pada orang yang dighibahi. Padahal dalil-dalil yang menerangkan tentang haramnya ghibah sangatlah tegas dan jelas, baik di dalam Al Qur`anul Karim ataupun di dalam hadits-hadits nabawi.<br />
<br />
Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa dalil yang melarang kita dari perbuatan ghibah yang kami ringkaskan dari kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi rahimahullah ta’ala.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>1.</b> Firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” </i>[QS Al Hujurat: 12]<br />
<br />
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “Di dalamnya terdapat larangan dari perbuatan ghibah.”<br />
<br />
As Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “(Allah) menyerupakan memakan daging (saudara)nya yang telah mati yang sangat dibenci oleh diri dengan perbuatan ghibah terhadapnya. Maka sebagaimana kalian membenci untuk memakan dagingnya, khususnya ketika dia telah mati tidak bernyawa, maka begitupula hendaknya kalian membenci untuk menggibahnya dan memakan dagingnya ketika dia hidup.”<br />
<br />
<b>2.</b> Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">أتدرون ما الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: ذكرك أخاك بما يكره. قيل: أفرأيت إن كان في أخي ما أقول؟ قال: إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi berkata: “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan?” Beliau menjawab: “Jika ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau berbuat buhtan terhadapnya.”</i> [HR Muslim (2589)]<br />
<br />
Hadits di atas menerangkan tentang definisi ghibah. Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib seorang muslim dengan tidak secara langsung di hadapannya. Sedangkan buhtan adalah berkata dusta terhadap seseorang di hadapannya mengenai sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.<br />
<br />
<b>3.</b> Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">قلت للنبي صلى الله عليه وسلم: حسبك من صفية كذا وكذا - تعني قصيرة. فقال: لقد قلت كلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته! قالت: وحكيت له إنسانا، قال: ما أحب أني حكيت إنسانا وأن لي كذا وكذا</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Saya berkata kepada Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> : “Cukuplah bagi anda dari Shafiyyah begini dan begini -maksudnya dia itu bertubuh pendek.” Beliau berkata: “Sungguh engkau telah mengucapkan kalimat yang kalau dicampur dengan air laut niscaya dapat merubah (rasa dan bau)nya!” Aisyah berkata: “Saya juga menceritakan tentang seseorang kepada beliau. Lalu beliau menjawab: “Saya tidak suka menceritakan seseorang sedangkan pada diriku terdapat (kekurangan) ini dan ini.”</i> [HR Abu Daud (4875) dan At Tirmidzi (2502)]<br />
<br />
Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan larangan yang paling tegas dari perbuatan ghibah.”<br />
<br />
<b>4.</b> Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم. كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Cukuplah kejelekan bagi seseorang dengan meremehkan saudara muslimnya. Setiap muslim haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim yang lain.” </i>[HR Muslim (2564)]<br />
<br />
Hadits di atas menerangkan larangan untuk menumpahkan darah, mengambil harta, dan menodai kehormatan sesama muslim. Dan perbuatan ghibah adalah salah satu bentuk pelecehan terhadap kehormatan seorang muslim yang tidak dibenarkan di dalam Islam.<br />
<br />
<b>5. </b>Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">لما عرج بي، مررت بقوم لهم أظفار من نحاس يخمشون وجوههم وصدورهم. فقلت: من هؤلاء يا جبريل؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحوم الناس ويقعون في أعراضهم</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12pt; line-height: 18.399999618530273px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Ketika saya dimi’rajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: “Siapakah mereka ini wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka.”</i> [HR Abu Daud (4878). Hadits shahih.]<br />
<br />
Hadits ini menerangkan bentuk hukuman yang dialami oleh orang-orang yang gemar membicarakan kejelekan dan menjatuhkan kehormatan orang lain.<br />
<br />
Demikianlah beberapa dalil dari Al Qur`an dan hadits yang melarang kita dari perbuatan ghibah. Semoga Allah ta’ala memudahkan kita semua untuk dapat meninggalkannya.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 30.66666603088379px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21446632981701716052014-03-10T22:35:00.004+07:002014-05-10T22:45:13.345+07:00Bolehkah Menuntut Balas?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Sikap yang paling baik untuk diamalkan oleh seorang muslim ketika ada yang menyakitinya adalah memaafkan, bukan menyimpan kemarahan dan membalas menyakiti atau yang diistilahkan dengan membalas dendam. Inilah yang diajarkan di dalam agama Islam. Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَمَنْ
صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”</i> [QS Asy Syura: 43]<br />
<a name='more'></a><br />
Memang benar bahwa jika kita dizhalimi, kita diperbolehkan untuk membalas dengan balasan yang semisalnya atau setimpal. Di antaranya dalil yang membolehkan hal ini adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فَمَنِ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ</span><span style="font-family: "Cambria","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Barangsiapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian.” </i>[QS Al Baqarah: 194]<br />
<br />
Akan tetapi, meskipun demikian, memaafkan kesalahan orang yang telah berbuat zhalim kepada kita adalah lebih baik dan utama. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (terhadap orang yang berbuat jahat kepadanya) maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.”</i> [QS Asy Syura: 40]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَإِنْ
عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ
لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ascii-font-family: Cambria; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-font-family: Cambria; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”</i> [QS An Nahl: 126]<br />
<br />
Ingatlah bahwa setiap kali seseorang memaafkan orang yang menzhaliminya, maka Allah akan semakin mengangkat derajatnya. Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَمَا
زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Allah tidaklah menambah kepada seorang hamba dengan perbuatan memaafkannya melainkan (menambahkan untuknya) kemuliaan.”</i> [HR Muslim (2588)]<br />
<b><br /></b>
<b>---------------------------------------------</b><br />
<b><br /></b>
<b>PERHATIAN:</b><br />
<br />
Perlu diperhatikan di sini bahwa penuntutan balas ini tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sembarangan menurut kehendak sendiri tanpa ada pengawasan dari pihak yang berwenang seperti pemerintah atau yang sejenisnya. Alasannya adalah karena jika dilakukan sendiri di luar pengawasan, dikhawatirkan akan terjadi kezhaliman dan kekacauan di antara pihak yang bertikai sehingga menimbulkan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar lagi.<br />
<div>
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله
التوفيق</span><b><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></b></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-74517210710827961522013-12-28T14:38:00.002+07:002013-12-28T14:39:16.627+07:00Hukum Perceraian di Luar Pengadilan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Pada artikel sebelumnya yang berjudul <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/12/jenis-jenis-perceraian-dalam-islam.html" target="_blank">Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam</a>, kita telah mengetahui bahwa putusnya suatu ikatan pernikahan (perceraian) ada tiga macam, yaitu talak, khulu’, dan li’an. Di antara permasalahan yang timbul setelahnya adalah ada yang mengatakan bahwa perceraian harus dilakukan di depan hakim atau pengadilan. Ada pula yang mengatakan ia boleh dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Manakah yang benar dari kedua pendapat di atas? Berikut ini penjelasannya.<br />
<a name='more'></a><br />
Kebanyakan ulama berpendapat tentang sahnya khulu’ yang dilakukan di luar pengadilan. Hal ini pernah terjadi pada masa kekahalifahan Umar ibnul Khaththab dan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhuma. Ini adalah pendapatnya Syuraih, Az Zuhri, Malik, Asy Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Al Bukhari, dan lain-lain. Alasannya adalah karena khulu’ pada hakikatnya adalah suatu bentuk akad dan serah terima (mu’awadhah) dengan adanya kerelaan satu sama lain sehingga tidak membutuhkan kepada keputusan hakim, seperti akad jual beli dan akad nikah. Sebagaimana halnya talak hukumnya sah jika dilakukan di luar pengadilan, maka begitu pula halnya dengan khulu’.<br />
<br />
Adapun Al Hasan Al Bashri dan Ibnu Sirin, keduanya berpendapat bahwa hal ini harus dilakukan di hadapan hakim berdasarkan firman Allah:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify; text-indent: -0.35pt;">فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ</span><br />
<br />
<i>“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”</i> [QS Al Baqarah: 229]<br />
<br />
Di dalam ayat ini disebutkan bahwa kekhawatiran itu terjadi pada selain pihak suami dan istri, yaitu hakim. Jadi yang dimaksud dengan “kalian” adalah hakim. Artinya, jika hakim melihat tidak ada kemungkinan keduanya untuk berdamai, maka hakim memutuskan untuk menjatuhkan khulu’.<br />
<br />
Akan tetapi penafsiran ini dibantah oleh kelompok pertama dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas adalah bahwa hakim hanya bertugas untuk mengikrarkan jika terjadi kasus khulu’, dan dia tidak boleh untuk menolaknya. Ataupun bisa jadi makna lain “kalian” dari ayat di atas adalah kerabat keluarga, bukan hakim. Lihat Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari (9/491) dan Al Mughni (8/175).<br />
<br />
Adapun li’an, maka ia wajib dilakukan di hadapan hakim. Jika dilakukan tanpa sepengetahuan hakim, maka hukum li’an tersebut tidaklah sah. Ibnu Rusyd di dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata: “Mereka (ulama) bersepakat bahwa di antara syarat sahnya (li’an) adalah dengan keputusan hakim.” Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata di dalam kitab At Tamhid (6/190) : “Hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya.”<br />
<br />
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan di atas adalah talak dan khulu’ tidak disyaratkan harus dilakukan di pengadilan. Keduanya boleh dilakukan meskipun di luar pengadilan tanpa sepengetahuan hakim. Adapun li’an, maka ia wajib untuk dilakukan di hadapan hakim karena ia merupakan salah satu dari syarat sahnya li’an. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد
لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber:</b> Artikel di atas disadur dengan perubahan seperlunya oleh penulis dari kitab Syarh Bulughil Maram karya Syaikh Muhammad bin Hizam hafizhahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21385558689786782252013-12-28T12:36:00.003+07:002014-06-24T22:31:18.827+07:00Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم
الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Di dalam fiqih Islam, putusnya tali perkawinan dikenal dengan beberapa macam istilah, yaitu: talak, khulu’, dan li’an. Di sini kami hanya akan menjelaskan tentang definisi dan dasar hukum dari masing-masing jenis tersebut.<br />
<br />
<b>1. Talak</b><br />
<br />
Pengertian talak secara bahasa adalah melepaskan (irsal) dan meninggalkan (tark). Adapun secara istilah syariat, talak adalah lepasnya ikatan pernikahan secara keseluruhan atau sebagian. Jika talak yang jatuh adalah talak ba`in, maka ikatan pernikahan lepas secara keseluruhan. Adapun jika talak yang jatuh adalah talak raj’i, maka ikatan yang terlepas hanya sebagian.<br />
<a name='more'></a><br />
Dasar hukum talak adalah Al Qur`an, hadits, dan ijma’. Adapun dari Al Qur`an, di antaranya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: -.35pt;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">الطَّلَاقُ
مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”</i> [QS Al Baqarah: 229]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify;">يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ
النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ</span><br />
<br />
<i>“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu.”</i> [QS Ath Thalaq: 1]<br />
<br />
Adapun dari hadits, dalil tentang talak sangatlah banyak, di antaranya adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify;">كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ طَلَاقُ
الثَّلَاثِ وَاحِدَةٌ</span><br />
<br />
<i>“Talak pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan dua tahun dari pemerintahan Umar, talak sekali tiga dianggap sebagai satu talak.”</i> [HR Muslim (1472)]<br />
<br />
Adapun dari segi ijma’, maka seluruh ulama telah bersepakat tentang disyariatkankan talak sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Qudamah di dalam kitab Al Mughni (7/217) .<br />
<br />
<b>2. Khulu’</b><br />
<b><br /></b>
Kata khulu’ secara bahasa bermakna melepaskan sesuatu. Adapun secara istilah syariat, khulu’ bermakna seorang suami melepaskan ikatan pernikahan dari istrinya dengan adanya pembayaran tebusan (‘iwadh) yang diambil dari istrinya atau pihak lain dengan lafazh tertentu. Khulu' terjadi atas permintaan dari pihak istri.<br />
<br />
Dasar hukum disyariatkannya khulu’ terdapat di dalam Al Qur`an dan hadits. Di dalam Al Qur`an, yaitu firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify; text-indent: -0.35pt;">فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ</span><br />
<br />
<i>“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”</i> [QS Al Baqarah: 229]<br />
<br />
Adapun dari hadits, yang menjadi landasan khulu’ adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang kisah permintaan khulu’ dari istri Tsabit bin Qais bin Syammas yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya nomor 5273.<br />
<br />
Pada awalnya, mayoritas ulama bersepakat tentang disyariatkannya khulu’, kecuali Bakr bin Abdillah Al Muzani, seorang tabi’in. Namun pada akhirnya, tercapailah kesepakatan dari seluruh ulama tentang disyariatkankannya hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitab Fathul Bari (9/490).<br />
<br />
<b>3. Li’an</b><br />
<b><br /></b>
Secara bahasa, li’an berarti mengusir (thard) dan menjauhkan (ib’ad). Adapun secara istilah, li’an adalah persaksian yang dikuatkan dengan sumpah dari pihak suami dan istri, serta diiringi dengan laknat (dari pihak suami terhadap dirinya sendiri) dan kemurkaan (dari pihak istri terhadap dirinya sendiri).<br />
<br />
Dasar hukum li’an adalah dari Al Qur`an, sunnah, dan ijma’. Dari Al Qur`an adalah firman Allah ta’ala di dalam surat An Nur ayat ke-6 sampai ke-9:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%; text-align: justify; text-indent: -0.35pt;">وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ
فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ
الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ
مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ
غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ</span><br />
<br />
<i>“Orang-orang yang menuduh isterinya (berzina) dan mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah dengan empat kali bersumpah dengan nama Allah bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar (atas tuduhannya), dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah bahwa sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.”</i><br />
<br />
Dari sunnah, dalil atas disyariatkannya li’an adalah hadits Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya nomor 1493 tentang kisah li’an yang terjadi pada masa Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> .<br />
<br />
Adapun ijma’, para ulama secara umum bersepakat atas disyariatkannya li’an antara suami dan istri, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Taudhihul Ahkam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله
التوفيق<o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Sumber:</b> Artikel di atas disadur dengan perubahan seperlunya oleh admin dari kitab Taudhihul Ahkam karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam rahimahullah, , kitab Asy Syarhul Mumti’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, dan Syarh Bulughil Maram karya Syaikh Muhammad bin Hizam hafizhahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-44690274304732866322013-12-23T15:48:00.003+07:002013-12-23T15:48:22.106+07:00Siapakah Mahram Kita?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">بسم الله الرحمن الرحيم<o:p></o:p></span></div>
<br />
Masih banyak di antara kita yang tidak mengetahui siapa yang menjadi mahram bagi dirinya, padahal pengetahuan tentang siapa yang menjadi mahram kita sangatlah penting karena berkaitan dengan banyak permasalahan agama. Ia bukan hanya berkaitan dengan masalah larangan untuk menikahi mahram, tetapi juga berkaitan dengan berbagai permasalahan lainnya, seperti larangan untuk bercampur dengan lawan jenis yang bukan mahram, larangan untuk bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahram, larangan untuk membuka aurat di hadapan lawan jenis yang bukan mahram, wajibnya bepergian jauh dengan pengawalan mahram, dan lain sebagainya.<br />
<a name='more'></a><br />
Untuk itu, kami mencoba untuk menyampaikan di sini mengenai siapa saja yang menjadi mahram bagi seseorang. Nantinya penyebutan mahram di sini, didasarkan pada mahram bagi seorang laki-laki. Adapun mahram bagi seorang wanita, maka cukup dianalogikan saja keadaannya. Contohnya jika dikatakan bahwa mahram seorang laki-laki adalah ibunya, maka berarti mahram seorang wanita adalah ayahnya. Demikian seterusnya.<br />
<br />
Hubungan mahram secara umum terbagi kepada dua bagian, yaitu mahram yang berlaku selamanya dan mahram yang berlaku sementara. Penjelasannya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>A. Hubungan Mahram yang Berlaku Selamanya.</b><br />
<br />
Hal yang dapat menyebabkan terjadinya hubungan mahram untuk selamanya ada tiga, yaitu: kerabat keluarga (qarabah), pernikahan (mushaharah), dan penyusuan (radhah’ah). Penjelasannya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1. Hubungan mahram karena hubungan keluarga (qarabah).</b><br />
<br />
Mahram yang disebabkan karena hubungan keluarga ada tiga jenis, yaitu:<br />
<br />
<b>a.</b> Leluhur (ushul) seseorang ataupun keturunannya (furu’).<br />
<br />
Leluhur seseorang yang dimaksud di sini adalah ibunya yang telah melahirkannya, neneknya -baik nenek dari ibunya ataupun nenek dari ayahnya-, dan seterusnya ke atas.<br />
<br />
Adapun keturunannya (furu’) adalah anak perempuannya, anak perempuan dari anak perempuannya (cucu), anak perempuan dari anak laki-lakinya (cucu), dan seterusnya ke bawah.<br />
<br />
<b>b.</b> Keturunan dari kedua orang tuanya.<br />
<br />
Maksudnya adalah saudara perempuannya dari segala sisi, baik saudara perempuan kandung, saudara perempuan satu ayah, ataupun saudara perempuan satu ibu. Begitu pula halnya dengan anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuannya tersebut (keponakan) dan seterusnya ke bawah.<br />
<br />
<b>c. </b>Keturunan (furu’) dari kakek dan neneknya.<br />
<br />
Maksudnya adalah saudara perempuan ayahnya (‘ammah/bibi dari pihak ayah) dan saudara perempuan dari ibunya (khalah/bibi dari pihak ibu), baik mereka itu saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, ataupun saudara perempuan seibu.<br />
<br />
<b>2. Hubungan mahram karena pernikahan (mushaharah).</b><br />
<br />
Mahram yang disebabkan karena hubungan pernikahan ada tiga jenis, yaitu:<br />
<br />
<b>a.</b> Keturunan (furu’) dari istrinya yang telah dia setubuhi.<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menikahi anak perempuan bawaan istrinya dari suami sebelumnya (anak tiri perempuan), baik yang berada di bawah asuhannya langsung ataupun tidak. Begitu pula halnya dengan anak perempuan dari anak tiri perempuannya, cucu perempuan dari anak anak tiri perempuannya, dan seterusnya ke bawah. Alasannya adalah karena kedudukannya adalah seperti kedudukan anak baginya.<br />
<br />
Adapun jika dia menikahi wanita itu tetapi belum sempat disetubuhi lalu diceraikan, maka anak tiri perempuannya tersebut boleh dia nikahi setelah itu.<br />
<br />
<b>b. </b>Leluhur (ushul) dari istrinya.<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menikahi ibu istrinya (ibu mertua), ibu dari ibunya, dan seterusnya ke atas cukup meskipun istrinya itu belum sempat disetubuhi sebelum diceraikan. Sebabnya adalah karena ia seperti ibu baginya.<br />
<br />
Dalam dua keadaan di atas, ada sebuah kaidah terkenal yang berbunyi:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">العقد على البنات يحرم الأمهات والدخول بالأمهات يحرم البنات</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Akad terhadap si anak perempuan menyebabkan hubungan mahram dengan ibunya. Sedangkan bersetubuh dengan si ibu menyebabkan hubungan mahram dengan anak perempuannya.”</i><br />
<br />
<b>c.</b> Istri dari ayah.<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menikahi wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya, baik yang sudah disetubuhi ataupun belum, karena ia seperti kedudukan ibu baginya dan sebagai bentuk penghormatan kepada ayahnya.<br />
<br />
<b>d.</b> Istri dari anak (menantu).<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menikahi wanita yang telah dijadikan sebagai istri oleh anaknya, baik yang sudah pernah disetubuhi atau belum, karena ia seperti kedudukan anak baginya.<br />
<br />
<b>3. Hubungan mahram karena susuan (radha’ah).</b><br />
<br />
Adanya susuan dari seorang wanita terhadap seseorang yang bukan anaknya menyebabkan terjadinya hubungan mahram antara si anak yang disusui dengan si ibu susuannya, begitu pula halnya dengan keluarga si ibu susuan tersebut. Karena yang menjadi mahram bagi seseorang dari pihak ibu susuan adalah sama dengan yang menjadi mahram karena hubungan nasab keluarga asli orang tersebut.<br />
<br />
Contohnya: saudara perempuan sesusuan adalah mahram bagi seorang laki-laki, sebagaimana haramnya dia dengan saudara perempuan kandungnya.<br />
<br />
<b>B. Hubungan Mahram yang Berlaku Sementara.</b><br />
<br />
Hal yang dapat menyebabkan terjadinya hubungan mahram untuk sementara adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1. </b>Adanya hubungan mahram di antara dua wanita yang akan dinikahi.<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menggabungkan antara dua wanita yang saling memiliki hubungan mahram di antara mereka di dalam pernikahan, seperti menikahi kakak dan adik, ibu dan anak perempuannya, bibi (dari pihak ayah atau ibu) dengan keponakan perempuannya, dan lain sebagainya.<br />
<br />
Apabila salah satu dari keduanya telah diceraikan atau meninggal, maka boleh bagi lelaki tersebut untuk menikahi saudarinya, atau ibunya (dengan syarat belum disetubuhi), atau bibinya, atau si keponakan.<br />
<br />
<b>2.</b> Adanya ikatan perbudakan.<br />
<br />
Seorang lelaki tidak boleh menikah dengan budak wanitanya dan tidak boleh pula bagi seorang wanita untuk menikah dengan budak lelakinya. Apabila si budak sudah dimerdekakan, maka boleh bagi mereka untuk menikah.<br />
<br />
<b>3. </b>Menganut agama syirik.<br />
<br />
Seorang lelaki muslim tidak boleh menikah dengan seorang wanita yang memeluk agama syirik, seperti Hindu, Budha, Shinto, Paganisme, Atheisme, dll. Adapun jika wanita itu memeluk agama Yahudi atau Nasrani, maka diperbolehkan untuk menikahinya.<br />
<br />
Apabila wanita itu meninggalkan agama syiriknya tersebut dan beralih ke agama Islam, Yahudi, atau Nasrani, maka boleh bagi lelaki tersebut untuk menikahinya.<br />
<br />
<b>4.</b> Wanita yang telah ditalak tiga.<br />
<br />
Seseorang tidak boleh menikah lagi dengan istrinya yang telah ditalak sebanyak tiga kali. Dia baru boleh menikah lagi dengannya jika wanita itu menikah lagi dengan lelaki yang lain, lalu diceraikan oleh suaminya yang kedua tadi.<br />
<br />
<b>5. </b>Terhalang dengan status pernikahan atau ‘iddah istri yang lain.<br />
<br />
Seorang lelaki tidak boleh menikahi seorang wanita jika dia telah memiliki empat istri. Jika dia tetap ingin menikahi wanita itu, maka dia harus menceraikan salah satu istrinya dan menunggu sampai selesai iddahnya. Setelah itu, barulah dia boleh menikahi wanita tadi.<br />
<br />
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai mahram yang kami sadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Al Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah karya Abdurrahman Al Jaziri. Semoga bermanfaat bagi kita semua.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21068535691716864672013-12-13T06:10:00.001+07:002013-12-16T11:26:00.491+07:00Hukum Bepergian Jauh (Safar) bagi Wanita tanpa Mahram<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Seorang wanita di dalam agama Islam tidak diperkenankan (diharamkan) untuk bepergian jauh (safar) tanpa didampingi oleh mahramnya, seperti safar untuk bekerja di luar kota atau luar negeri dan melaksanakan haji atau umrah. Dalil atas hal ini adalah sabda Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ
مَعَهَا حُرْمَةٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian jauh sejauh jarak sehari dan semalam tanpa ada mahramnya bersamanya.” </i>[HR Al Bukhari (1088)]<br />
<a name='more'></a><br />
Untuk diperhatikan, penyebutan jarak sehari semalam bukanlah batas minimal. Asalkan perjalanan itu sudah dianggap safar, maka dia tidak boleh bepergian sendirian meskipun jauhnya hanya beberapa jam saja.<br />
<br />
Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لاَ يَخْلُو رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاّ
وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidak boleh seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita melainkan bersamanya (wanita itu) ada mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bepergian jauh melainkan bersama mahramnya.”</i> [HR Muslim (1341)]<br />
<br />
----------------------------------<br />
<br />
<b>Beberapa Pertanyaan:</b><br />
<br />
Berhubung permasalahan banyaknya wanita yang melakukan hal ini, maka kami kira ada baiknya untuk ditampilkan beberapa pertanyaan seputar hal ini beserta jawabannya.<br />
<br />
<b>1. Pertanyaan:</b> Bagaimana halnya dengan banyaknya jamaah haji wanita yang naik haji tanpa bersama mahram mereka?<br />
<br />
<b>Jawaban: </b>Apa yang mereka lakukan adalah suatu kesalahan yang banyak dilakukan oleh sebagian jamaah haji wanita. Banyaknya para wanita yang melakukan hal ini tentunya tidak dapat menjadi pembenaran atas apa yang mereka lakukan.<br />
<br />
<b>2. Pertanyaan: </b>Bagaimana hukumnya kalau seorang istri pergi untuk bekerja di luar negeri tanpa mahram? Haramkah?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b> Haram hukumnya bagi seorang istri untuk pergi bekerja di luar negeri tanpa ada mahramnya yang menemaninya berdasarkan hadits di atas. Selain itu, keadaan ini sangat rawan menyebabkan timbulnya perselingkuhan.<br />
<br />
<b>3. Pertanyaan: </b>Afwan. Andaikata ada seorang wanita janda yang tidak memiliki mahram selain anak laki-lakinya, dan wanita itu hanya memiliki ongkos naik haji hanya untuk satu orang. Apakah bisa dikategorikan wanita itu belum mampu untuk menunaikan ibadah haji? Kalau bisa,berarti dia tidak akan pernah bisa untuk berangkat haji. Apalagi ditambah dengan daftar tunggu haji yang sampai bertahun-tahun lamanya. Sebelumnya ,terima kasih atas waktunya.<br />
<br />
<b>Jawaban: </b>Salah satu syarat naik haji ke Baitullah adalah memiliki kemampuan. Kemampuan di sini bukan hanya dalam hal ketersediaan dana, tetapi juga kemampuan dalam hal kesehatan, transportasi, keamanan, dan juga mencakup keberadaan mahram selama perjalanan haji.<br />
<br />
Contohnya: Jika seorang wanita memiliki dana tetapi dia tidak sehat, maka dia digolongkan tidak mampu berhaji. Jika dia memiliki kesehatan tetapi transportasi sangat sulit untuk didapatkan, maka dia juga digolongkan tidak mampu berhaji. Jika ada transportasi akan tetapi dia tidak memiliki mahram, maka dia juga termasuk yang tidak mampu berhaji. Demikian seterusnya.<br />
<br />
Kalau seseorang tidak memiliki salah satu dari kriteria mampu berhaji, maka haji tidaklah wajib baginya sehingga tidak perlu untuk memaksakan diri sampai harus melakukan kemaksiatan dengan melakukan safar tanpa adanya mahram.<br />
<br />
Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا<o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”</i> [QS Alu Imran: 97]<br />
<br />
Demikian. Wallahu a'lam.<br />
<br />
<b>4. Pertanyaan:</b> Kalau sunnah Rasulullah ini benar-benar diterapkan, berarti teramat sangat banyak para istri dan wanita yang bisa disebut tidak beriman pada Allah! Lalu bagaimana dengan wanita karir,pelajar putri, dsb yang mereka harus hidup jauh dari mahramnya.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wanita yang melanggar hal ini (yaitu melakukan perjalanan jauh tanpa adanya mahram) bukan dikatakan tidak beriman. Mereka tetap beriman, akan tetapi mereka telah melakukan perbuatan yang diharamkan.<br />
<br />
Adapun keluarnya wanita dari rumahnya untuk sesuatu keperluan di dekat rumah mereka, maka ini diperbolehkan dengan syarat-syarat yang di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Adanya izin dan persetujuan dari suami mereka. 2. Tujuan keluarnya mereka adalah untuk keperluan yang dihalalkan atau diperbolehkan (mubah). 3. Menutup aurat selama di luar rumah. 4. Aman dari fitnah (gangguan). Wallahu a’lam.<br />
<br />
<b>5. Pertanyaan: </b>Bagaimana dengan para tkw yang bekerja di luar negeri, apakah perjalanan mereka haram? Dan apakah penghasilan yang mereka dapatkan juga haram? Bagaimana ini?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Benar, perjalanan yang mereka lakukan adalah perbuatan yang diharamkan dan mereka berdosa berdasarkan hadits di atas.<br />
<br />
Adapun penghasilan yang mereka dapatkan, hukumnya tergantung dari jenis pekerjaan yang mereka lakukan di sana. Jika pekerjaan yang dilakukan halal dan mubah, maka hasilnya adalah halal. Sedangkan jika pekerjaannya haram, maka hasilnya adalah haram, meskipun dilakukan dengan jerih payah dan kerja keras. Demikian.<br />
<br />
Wallahu a'lam.<br />
<div>
<br /></div>
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span></div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-19485396891127127002013-11-29T08:36:00.001+07:002013-11-29T08:36:26.098+07:00Jenis-Jenis Ucapan Dusta dan Hukum-Hukumnya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></div>
<br />
Berikut ini akan kami sampaikan pembahasan mengenai ucapan dusta dari segi jenis-jenis dan hukum-hukumnya menurut syariat. Alasan kami menulis tentang hal ini adalah karena adanya pertanyaan dari sebagian pembaca tentang hal ini. Dengan meminta pertolongan Allah, saya katakan:<br />
<br />
Ucapan dusta ada tiga jenis, yaitu:<br />
<br />
<b>1. Dusta yang diharamkan.</b><br />
<a name='more'></a><br />
Berdusta hukumnya adalah dosa besar. Ini adalah hukum asal dari perkara ini. Dalil tentang diharamkannya hal ini di antaranya adalah:<br />
<br />
<b>a.</b> Hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">إِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ،
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا؛ وَإِنَّ الْكَذِبَ
يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa kepada surga. Sesungguhnya seorang lelaki selalu bersikap jujur sehingga dia menjadi seorang yang shiddiq. Sesungguhnya dusta itu membawa kepada dosa, dan dosa itu membawa kepada neraka. Sesungguhnya seorang lelaki selalu berdusta sehingga dia dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”</i> [HR Al Bukhari (6094) dan Muslim (2607)]<br />
<br />
<b>b.</b> Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt;">آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ</span><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Simplified Arabic', serif; font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Ciri orang munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika diserahkan amanah dia berkhianat.”</i> [HR Al Bukhari (33) dan Muslim (59)]<br />
<br />
<b>2. Dusta yang diperbolehkan.</b><br />
<br />
Sebagaimana yang telah kita terangkan di atas bahwa hukum asal berdusta adalah haram. Ia baru diperbolehkan dengan syarat apabila ada tujuan baik dan penting yang ingin dicapai oleh si pembicara akan tetapi maksud baik ini tidak bisa terwujud kecuali dengan harus berdusta. Dalam keadaan seperti ini berdusta <b>diperbolehkan</b>.<br />
<br />
Adapun jika tujuan baik itu masih bisa dicapai dengan tanpa berdusta, maka dalam keadaan seperti ini berdusta tetap <b>diharamkan</b>. Demikian makna kalam An Nawawi di dalam kitab Riyadhush Shalihin.<br />
<br />
Di antara contoh berbohong yang diperbolehkan adalah:<br />
<br />
<b>a.</b> Jika ada seorang muslim yang bersembunyi dari kejaran seorang penjahat yang ingin membunuhnya, dan kita tahu di mana dia bersembunyi. Jika kita ditanya oleh penjahat itu di mana tempat muslim tadi bersembunyi, maka kita wajib untuk berbohong demi menyelamatkan jiwanya.<br />
<br />
<b>b. </b>Jika ada seorang muslim yang menitipkan hartanya kepada kita untuk disembunyikan karena ada orang yang ingin merampasnya, lalu kita ditanya oleh orang itu di mana hartanya disembunyikan, maka kita wajib untuk berbohong demi menyelamatkan hartanya.<br />
<br />
<b>c.</b> Jika ada dua kelompok muslim yang saling bertikai dan berselisih, lalu kita ingin mendamaikan antara dua kelompok tersebut. Caranya adalah kita mendatangi kelompok pertama dan berbohong kepada mereka bahwasanya kelompok kedua telah meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka. Kemudian kita mendatangi kelompok kedua dan berbohong kepada mereka bahwasanya kelompok pertama telah meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka. Sehingga dengan cara seperti ini terjadilah perdamaian di antara mereka.<br />
<br />
<b>d. </b>Jika ada seseorang yang menghina saudaranya muslim, lantas orang yang dihina datang dan bertanya kepada kita: “Apakah benar si Fulan telah menghina saya?” Jika kita menjawab dengan jujur dikhawatirkan akan timbul masalah yang besar, maka kita boleh berdusta dengan mengatakan: “Itu tidak benar.”<br />
<br />
Dalil yang menunjukkan bolehnya berdusta demi kebaikan adalah hadits Ummu Kultsum bintu ‘Uqbah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لَيْسَ
الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ
خَيْرًا</span><span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 14pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Bukanlah pendusta orang yang melakukan perdamaian antara manusia lalu dia menggalakkan kebaikan atau mengucapkan kebaikan.”</i> [HR Al Bukhari (2692) dan Muslim (2605)]<br />
<br />
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan:<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt;">قال ابن شهاب: ولم أسمع يرخَّص في شيء مما يقول
الناس كذبٌ إلا في ثلاث: الحرب، والإصلاح بين الناس، وحديث الرجل امرأته وحديث
المرأة زوجها <o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>Ibnu Syihab berkata: “Saya tidak pernah mendengar ucapan dusta yang diucapkan oleh manusia diperbolehkan, kecuali dalam tiga keadaan: (siasat) perang, mendamaikan antara manusia, dan ucapan seorang lelaki terhadap istrinya atau ucapan seorang wanita terhadap suaminya.”</i><br />
<br />
Maksud berdusta di dalam perang adalah di dalam menjaga kerahasiaan siasat dan strategi perang dari kebocoran ke tangan mata-mata musuh. Sedangkan maksud dari ucapan seorang suami terhadap istrinya atau sebaliknya adalah ucapan-ucapan yang bermaksud untuk tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga mereka.<br />
<br />
<b>3. Tauriyah.</b><br />
<br />
Tauriyah maknanya adalah mengucapkan suatu ucapan yang secara zhahir terhadap pemahaman orang yang diajak bicara adalah dusta, akan tetapi sebenarnya ucapan ini pada hakikatnya adalah benar dan bukan dusta.<br />
<br />
Perbuatan seperti ini diperbolehkan di dalam Islam, bahkan para ulama mengatakan bahwa tauriyah ini lebih baik daripada berdusta yang diperbolehkan.<br />
<br />
Di antara contoh tauriyah adalah:<br />
<br />
<b>a.</b> Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim<b> صلى الله عليه وسلم</b> diajak oleh ayahnya yang kafir yang bernama Azar untuk menghadiri acara perayaan kesyirikan. Ketika di dalam perjalanan, Nabi Ibrahim berpura-pura jatuh sakit. Ayahnya bertanya: “Kenapa kamu?” Beliau menjawab: “Saya sakit.”<br />
<br />
Ucapan ini adalah tauriyah dari beliau karena yang beliau maksudkan bukan tubuhnya yang sakit, akan tetapi hati dan perasaannya yang merasa sakit terhadap kesyirikan yang dilakukan oleh kaumnya.<br />
<br />
Beliau mengucapkan ucapan ini agar tidak sampai ikut menghadiri perayaan kesyirikan tersebut dan agar dia dapat memiliki kesempatan untuk menghancurkan berhala-berhala kaumnya.<br />
<br />
Kemudian Ibrahim ‘alaihis salam tanpa sepengetahuan mereka menghancurkan seluruh berhala kecuali satu berhala yang besar. Tuduhan pun langsung mengarah kepada Ibrahim. Ketika beliau diinterogasi oleh kaumnya dan ditanya siapa yang menghancurkan berhala-berhala mereka, beliau melakukan tauriyah dengan menjawab: “Justru yang melakukannya adalah berhala yang besar itu.”<br />
<br />
<b>b. </b>Kisah Nabi Irahim ‘alaihish shalatu was salam hijrah bersama istrinya Sarah radhiallahu ‘anha. Mereka melewati suatu daerah yang dikuasai oleh pemimpin yang jahat. Pemimpin zhalim itu tertarik atas kecantikan Sarah. Nabi Ibrahim ditanya: “Siapa wanita ini?” Karena khawatir atas keselamatan istrinya, Nabi Ibrahim lantas bertauriyah dengan mengatakan: “Ia adalah saudariku.”<br />
<br />
Ucapan ini secara zhahir adalah dusta karena Sarah bukanlah saudari Ibrahim, melainkan istrinya. Akan tetapi maknanya adalah benar karena yang dimaksudkan oleh Nabi Ibrahim adalah saudara seiman, bukan saudara sedarah.<br />
<br />
Demikianlah penjelasan mengenai masalah berdusta berserta hukum-hukumnya. Semoga bermanfaat.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-90546632955912997442013-11-04T07:35:00.002+07:002013-11-04T07:37:27.706+07:00Hukum Memberikan Sedekah untuk Orang Kafir<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum. Saya mau bertanya lagi. Bolehkah bersedekah kepada orang yang bukan beragama Islam? Ini adalah pertanyaan teman saya.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa'alaikumussalam warahmatullah.<br />
<br />
Bersedekah kepada orang kafir, ada dua kondisi:<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Pertama: </b>Jika yang dimaksud dengan sedekah di sini adalah <b>sedekah wajib</b>, seperti zakat, maka ini tidak boleh diberikan kepada kaum kafir.<br />
<br />
Kecuali jika orang kafir itu adalah termasuk golongan orang yang diharapkan keislamannya (muallaf). Orang seperti ini boleh diberikan zakat agar semakin bertambah kuat keinginannya untuk masuk ke dalam Islam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah itu ‘Alim (Maha mengetahui) lagi Hakim (Maha Bijaksana).” </i>[QS At Taubah: 60]<br />
<br />
<b>Kedua: </b>Jika yang dimaksud di sini adalah <b>sedekah sunat</b>, seperti hadiah dan hibah, maka ini diperbolehkan, baik kafir dzimmi atau kafir harbi, menurut pendapat mazhab Hambali dan yang masyhur dari kalangan Syafi'iah.<br />
<br />
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”</i> [QS Al Mumtahanah: 8]<br />
<br />
Dalilnya lainnya adalah keumuman firman Allah ta'ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
“dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.” [QS Al Insan: 8]<br />
<br />
Tawanan pada masa Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> tidak lain dan tidak bukan adalah kaum kafir.<br />
<br />
Dalil lainnya adalah keumuman hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“(Perbuatan baik) terhadap setiap hati yang basah (makhluk hidup) ada pahalanya.”</i> [HR Al Bukhari (2363) dan Muslim (2244)].<br />
<br />
Di antara bentuk perbuatan baik adalah bersedekah sunat, dan setiap makhluk yang memiliki hati termasuk di dalamnya orang kafir.<br />
<br />
Dalil lainnya adalah hadits Asma` bintu Abi Bakr radhiallahu 'anha, dia berkata tentang ibundanya yang kafir:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Ibuku datang kepadaku, dan dia adalah seorang musyrik, pada masa Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> . Lantas aku meminta fatwa kepada Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> : "(Ibuku datang kepadaku) dan dia sangat ingin (bertemu denganku). Bolehkah aku menyambung silaturahmi dengan ibuku?" Nabi menjawab: "Ya boleh. Sambunglah silaturahmi dengan ibumu.”</i> [HR Al Bukhari (2620) dan Muslim (1003)]<br />
<br />
Di antara bentuk menyambung tali silaturahmi adalah dengan memberikan hadiah dan sedekah sunat.<br />
<br />
<b>PERHATIAN!</b><br />
<br />
Bolehnya memberikan sedekah sunat kepada orang kafir harus dilakukan dalam rangka kebaikan ataupun menarik minat dia untuk masuk Islam. Ataupun jika si kafir tersebut adalah orang tua atau kerabat, sedekah sunat diberikan dengan niat berbakti dan menyambung tali silaturahmi.<br />
<br />
Adapun memberikan sedekah sunat kepada orang kafir, baik hadiah ataupun hibah, dengan tujuan untuk berkasih sayang, memperkuat loyalitas (kesetiaan), dan mencintai terhadap mereka, maka ini harus dihindari. Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.” [QS Al Mujadilah: 22]<br />
<br />
Silakan melihat pembahasan tentang hukum berloyalitas kepada orang kafir di <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/08/hukum-berloyalitas-kepada-orang-kafir.html">tautan ini</a>. Demikian jawaban atas pertanyaan anda yang kami sarikan dari berbagai sumber fatwa. Wallahu a'lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;">والحمد لله رب العالمين</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20pt; line-height: 31px;"><span dir="LTR"></span> </span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-59185929152788114962013-11-02T07:31:00.005+07:002013-11-02T07:32:04.851+07:00Hukum Bersalaman dengan Wanita yang Bukan Mahram<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum.<br />
<br />
Saya ingin menyampaikan pertanyaan dari seorang ikhwan:<br />
Saya bekerja di sebuah perusahaan BUMN. Terkadang untuk menjaga bersentuhan untuk bersalaman dengan wanita yang bukan mahram sulit dihindari karena kondisi lingkungan kerja di bagian pelayanan di mana keumuman penghormatan adalah dengan bersalaman ketika bertemu. Bagaimana hukumnya hal ini? Terima kasih.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa'alaikumussalam warahmatullah.<br />
<br />
Bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahram adalah diharamkan. Dalilnya adalah hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من
حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” </i>[HR Ath Thabrani (486). Hadits shahih.]<br />
<br />
Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> pun tidak pernah menyentuh tangan seorang wanitapun yang bukan mahramnya, bahkan dalam perkara yang sangat penting sekalipun. Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ
أَنَّهُ بَايَعَهُنَّ بِالْكَلَامِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Tidak, demi Allah! Tangan Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanitapun, akan tetapi beliau membai’at mereka dengan ucapan saja.”</i> [HR Al Bukhari (5288) dan Muslim (1866)]<br />
<br />
Apabila untuk perkara bai’at yang sangat penting saja Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> tidak mau bersalaman dengan wanita, maka bagaimana halnya dengan perkara yang lainnya. Berdasarkan hal ini, maka bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahramnya hukumnya adalah terlarang. Demikian.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-56072083299075815732013-10-14T06:35:00.004+07:002013-10-14T06:36:01.392+07:00Hukum Pacaran<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Bagaimanakah hukum berpacaran ?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Berpacaran hukumnya haram karena banyak pelanggaran syariat yang terjadi padanya. Di antaranya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1. </b>Pacaran merupakan pintu menuju perzinaan.<br />
<a name='more'></a><br />
Alasannya adalah karena perzinaan terjadi diawali dari pandangan mata, lalu timbul syahwat di dalam hati, akhirnya kemaluanlah yang menuntaskan syahwatnya itu. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ
آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ
النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa dihindari. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah ucapan, nafsu membayangkan dan menginginkan, dan kemaluan membenarkan itu semua ataupun mendustakannya.”</i> [HR Al Bukhari (6243) dan Muslim (2657)]<br />
<br />
Allah ta’ala telah melarang kita untuk mendekati zina, aplagi dari sampai melakukannya. Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya ia adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” </i>[QS Al Isra`: 32]<br />
<br />
<b>2.</b> Dalam pacaran, terjadi persentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram, dari mulai berpegangan tangan hingga berciuman.<br />
<br />
Hal ini diharamkan berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi <b>صلى الله عليه وسلم </b>bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من
حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”</i> [HR Ath Thabrani (486). Hadits shahih]<br />
<br />
<b>3. </b>Dalam pacaran, terjadi saling memandang antara pria dan wanita yang bukan mahram.<br />
<br />
Hal ini diharamkan berdasarkan firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى
عَوْرَاتِ النِّسَاءِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<i>“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.”</i> [QS An Nur: 30-31]<br />
<br />
<b>4. </b>Pacaran menyebabkan hilangnya rasa malu seorang wanita terhadap lelaki yang bukan mahramnya.<br />
<br />
Hal ini berbeda jauh dengan keadaan wanita pada masa kenabian dan pada masa awal-awal Islam di mana mereka itu memiliki sifat malu dan menjaga kehormatan diri yang sangat besar. Keadaan ini digambarkan di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> lebih pemalu daripada gadis perawan di balik tirainya.”</i> [HR Al Bukhari (3562) dan Muslim (2320)]<br />
<br />
Hadits di atas menggambarkan tentang keadaan para wanita perawan pada masa itu yang amat pemalu. Lantas bagaimanakah dengan para gadis perawan pada masa kini yang telah terbiasa dengan pacaran?<br />
<br />
Demikianlah beberapa kerusakan yang terdapat di dalam pacaran sehingga ia pantas untuk dihukumi sebagai sesuatu yang diharamkan.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-18342970864562589602013-09-23T07:28:00.001+07:002013-09-23T07:32:51.311+07:00Hukum Wanita Memakai Wewangian di Luar Rumahnya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.<br />
<br />
Saya mau bertanya. Ada sabda Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> yang mengatakan bahwa wanita mana saja yang memakai wewangian kemudian keluar lewat muka orang banyak agar mereka mendapati baunya, maka dia adalah pezina. Lantas bagaimanakah bila wanita memakai wangi-wangian agar tidak berbau apek atau agar tidak berbau badannya?<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/06/tambahan-lafazh-wa-maghfiratuh-pada.html" target="_blank">wamaghfiratuh</a>.<br />
<br />
Benar, ada hadits yang menyatakan demikian. Hadits tersebut berasal dari Abu Musa Al Asy'ari radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ
فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Wanita mana saja yang memakai wewangian, lalu dia melewati suatu kaum agar mereka dapat mencium aromanya, maka dia itu adalah pezina.”</i><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (19726), At Tirmidzi (2786), dan yang lainnya dengan sanad yang hasan.<br />
<br />
Hadits di atas dengan jelas dan tegas menerangkan terlarangnya seorang wanita untuk memakai wewangian ketika bepergian ke luar rumah, baik untuk ke mesjid, ke pasar, bekerja, dan lain sebagainya.<br />
<br />
Semakna dengan hadits ini, adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَيّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ
بَخُوراً، فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الاَخِرَةَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Wanita mana saja yang memakai dupa (kemenyan), maka janganlah dia menghadiri shalat Isya bersama kami.”</i> [HR Muslim (444)]<br />
<br />
Hadits ini melarang para wanita yang pakaiannya terkena asap dupa atau kemenyan dari pergi ke mesjid untuk melaksanakan shalat Isya berjamaah karena dikhawatirkan aroma harum dari asap dupa yang menempel di pakaiannya dapat tercium oleh para jama’ah lelaki.<br />
<br />
Syaikh Al Mubarakfuri rahimahullah, pen-syarah kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami'it Tirmidzi, menjelaskan kenapa wanita yang berbuat demikian dinamakan pezina: “Karena dia telah membangkitkan syahwat para lelaki dengan wewangiannya dan membuat mereka memandang kepadanya. Barangsiapa yang memandang kepadanya maka sungguh dia telah berzina dengan matanya, dan wanita itulah penyebab terjadinya zina mata, sehingga dia (si wanita) berdosa.”<br />
<br />
Apabila dia memakai wewangian hanya sekedar untuk menghilangkan bau badan yang mengganggu, dan aromanya <b>dipastikan tidak dapat tercium </b>oleh para lelaki di sekitarnya, maka hal ini insya Allah tidak mengapa, dengan catatan ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki bau badan yang mengganggu.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-15061451106453006222013-09-14T11:53:00.003+07:002013-09-14T11:55:11.925+07:00Hasad: antara Boleh dan Terlarang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.<br />
<br />
Saya mau bertanya. Sebenarnya bolehkah kita merasa iri ketika melihat orang lain mendapatkan nilai yang lebih bagus dari kita? Kalau tidak, bagaimana cara menghilangkan rasa seperti itu karena saya susah sekali menghadapi hal seperti ini, sepertinya lelah sekali. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.<br />
<br />
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/06/tambahan-lafazh-wa-maghfiratuh-pada.html" target="_blank">wamaghfiratuh</a>.<br />
<br />
Jawaban atas pertanyaan anda adalah sebagai berikut. Dalam hal ini, yaitu iri terhadap kelebihan atau kenikmatan yang dimiliki orang lain, ada dua keadaan :<br />
<br />
<b>1.</b> Jika rasa hasad (iri) tersebut berupa rasa dengki dan anda menginginkan agar kenikmatan dan kelebihan yang ada pada diri teman anda itu hilang dan beralih kepada anda, maka hal ini hukumnya adalah <b>haram</b>. Rasa hasad seperti adalah negatif.<br />
<br />
Allah ta’ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى
مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada mereka?”</i> [QS An Nisa`: 54]<br />
<br />
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ
اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا
وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kalian lebih banyak dari sebahagian yang lain. Bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” </i>[QS An Nisa`: 32]<br />
<br />
<b>2.</b> Jika yang dimaksud dengan hasad (iri) di sini adalah anda juga menginginkan kelebihan yang ada pada teman anda sebagaimana dia memilikinya, akan tetapi dengan tanpa mengharapkan agar kelebihan yang ada pada teman anda hilang darinya, maka hal ini <b>diperbolehkan</b>.<br />
<br />
Hal seperti ini dinamakan dengan ghibthah (iri yang positif). Jika hal yang diirikan dalam perkara dunia, hukumnya adalah mubah (boleh). Adapun jika hal yang diirikan itu adalah perkara kebaikan dan ketaatan, maka hukumnya adalah mustahab atau dianjurkan agar kita saling berlomba di dalam kebaikan.<br />
<br />
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا حَسَدَ إِلَّا فِي
اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ
اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ لَيْتَنِي أُوتِيتُ
مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ وَرَجُلٌ آتَاهُ
اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ لَيْتَنِي أُوتِيتُ
مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak boleh iri kecuali terhadap dua (jenis manusia): seseorang yang Allah ajarkan kepadanya Al Qur`an, lalu dia membacanya di sepanjang malam dan siang, lalu tetangganya mendengarnya dan berkata: ‘Seandainya aku diberikan (kemampuan membaca Al Qur`an) sebagaimana yang telah diberikan (Allah) kepada si Fulan sehingga aku dapat melakukan seperti apa yang dia lakukan.’ ; dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta, lalu dia menafkahkannya di dalam kebenaran, lalu ada seseorang yang berkata: ‘Seandainya aku diberikan (harta) sebagaimana yang telah diberikan (Allah) kepada si Fulan sehingga aku dapat melakukan seperti apa yang dia lakukan.”</i> [HR Al Bukhari (5026)]<br />
<br />
Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا حَسَدَ إِلَّا فِي
اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي
الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak boleh iri kecuali terhadap dua (jenis manusia): seseorang yang Allah berikan harta kepadanya, lalu dia menghabiskannya di dalam kebenaran; dan seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu agama) kepadanya, lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya.”</i> [HR Al Bukhari (73) dan Muslim (816) dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
Di dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لا حسد إلا في اثنتين رجل آتاه
الله القرآن فهو يقوم به أناء الليل وآناء النهار ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه
آناء الليل وآناء النهار</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak boleh hasad kecuali terhadap dua (jenis manusia): seseorang yang Allah berikan kepadanya (ilmu) Al Qur`an, lalu dia mengamalkannya di sepanjang malam dan siang; dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta, lalu dia menafkahkannya di sepanjang malam dan siang.”</i> [HR Muslim (815)]<br />
<br />
Demikianlah penjelasan mengenai hasad yang dilarang dan hasad yang diperbolehkan di dalam agama Islam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-13076295553254814512013-07-22T15:49:00.001+07:002013-07-22T17:28:37.467+07:00Larangan dan Mafsadah Ikhtilath (Campur Baur antara Pria dan Wanita yang Bukan Mahram)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<br />
Salah satu kemungkaran yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin adalah bercampur-baurnya antara lelaki dan wanita yang bukan mahram di dalam satu ruangan atau tanpa dibatasi oleh adanya hijab atau pembatas. Mereka saling memandang, berbicara, dan tertawa satu sama lain seolah-olah itu merupakan hal yang biasa saja, padahal ia merupakan suatu perkara yang dapat membuka jalan kepada kemaksiatan lainnya yang lebih besar. Oleh karena itulah syariat Islam sudah dengan tegas dan jelas mengharamkan ikhtilath ini baik di dalam Al Qur`an maupun As Sunnah.<br />
<a name='more'></a><br />
Berikut ini kami akan menyampaikan beberapa mafsadah (kerusakan) yang ditimbulkan dari ikhtilath antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram yang disebutkan oleh Syaikh Yahya bin ‘Ali Al Hajuri hafizhahullah di dalam risalah beliau yang berjudul “Fatwa fi Hukmi Ad Dirasah Al Ikhtilathiyyah”. Ada beberapa perubahan dan penambahan yang kami lakukan tanpa merubah makna dan tujuan dari apa yang ingin disampaikan oleh Syaikh hafizhahullah.<br />
<br />
<b>1. Ikhtilath antara lelaki dan wanita yang bukan mahram adalah haram hukumnya.</b><br />
<br />
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ
مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.”</i> [QS Al Ahzab: 53]<br />
<br />
Ayat di atas meskipun teksnya berkaitan dengan para sahabat dan istri Nabi Muhammad <b>صلى الله عليه وسلم</b> , akan tetapi konteksnya berlaku untuk seluruh kaum muslimin.<br />
<br />
Di dalam hadits dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى
النِّسَاءِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ
الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Janganlah kalian masuk kepada wanita (yang bukan mahram)!” Lalu seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut anda dengan al hamwu?” Rasul menjawab: “Al Hamwu adalah maut!”</i> [HR Al Bukhari (5232) dan Muslim (2172)]<br />
<br />
Al Hamwu adalah kerabat suami yang tidak memiliki hubungan mahram dengan sang istri, seperti paman suami, saudara kandung suami, keponakan suami, dan sepupu suami. Mereka itu tidak boleh berikhtilath dengan sang istri tersebut.<br />
<br />
<b>2. Ikhtilath menyebabkan terjadinya pandangan satu sama lain antara pria dan wanita yang bukan mahram.</b><br />
<br />
Hal ini telah dilarang oleh Allah di dalam Al Qur`an:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَاءِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.”</i> [QS An Nur: 30-31]<br />
<br />
Dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">سألت رسول الله صلى الله عليه
وسلم عن نظر الفجاءة، فأمرني أن أصرف بصري</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Saya bertanya kepada Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> tentang pandangan mata yang tidak disengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.”</i> [HR Muslim (2159)]<br />
<br />
Dalil lainnya adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhuma. Dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ
الْآخَرِ</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Fadhl bin Abbas pernah berboncengan bersama Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> . Lalu datanglah seorang wanita dari Khasy’am (ingin bertemu dan bertanya kepada Rasulullah). Lantas Fadhl memandang wanita tersebut dan wanita itupun memandang kepadanya. Lalu Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.”</i> [HR Al Bukhari (1513) dan Muslim (1334).]<br />
<br />
<b>3. Ikhtilath merupakan fitnah yang paling pertama menimpa bangsa Yahudi.</b><br />
<br />
Sehingga kaum muslimin yang melakukan ikhtilath, pada hakikatnya mereka telah meniru kerusakan yang ada pada bangsa Yahudi.<br />
<br />
Di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">فاتقوا الدنيا واتقوا النساء فإن
أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Takutlah kalian kepada (fitnah) dunia dan takutlah kepada (fitnah) wanita. Sesungguhnya fitnah yang paling pertama menimpa Bani Israil adalah (fitnah) wanita.”</i> [HR Muslim (2742)]<br />
<br />
<b>4. Ketika ikhtilath, tidak jarang terjadi persentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram, baik dalam bentuk salaman atau yang lainnya.</b><br />
<br />
Ini adalah perkara yang diharamkan berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من
حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”</i> [HR Ath Thabrani (486). Hadits shahih.]<br />
<br />
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ
أَنَّهُ بَايَعَهُنَّ بِالْكَلَامِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Tidak, demi Allah! Tangan Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanitapun, akan tetapi beliau membai’at mereka dengan ucapan saja.”</i> [HR Al Bukhari (5288) dan Muslim (1866)]<br />
<br />
<b>5. Ikhtilath merupakan salah satu penyebab rusaknya hati.</b><br />
<br />
Oleh karena itulah Allah memerintahkan agar para wanita berhijab dari laki-laki demi tercapainya hati yang bersih dan mulia. Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ
مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.”</i> [QS Al Ahzab: 53]<br />
<br />
<b>6. Ikhtilath dapat membuat hilangnya rasa malu seorang wanita terhadap lelaki.</b><br />
<br />
Hal ini berbeda jauh dengan keadaan wanita pada masa kenabian dan pada masa awal-awal Islam di mana mereka itu memiliki sifat malu dan menjaga kehormatan diri yang sangat besar. Keadaan ini digambarkan di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> lebih pemalu daripada gadis perawan di balik tirainya.”</i> [HR Al Bukhari (3562) dan Muslim (2320)]<br />
<br />
Hadits di atas menggambarkan tentang keadaan para wanita perawan pada masa itu yang amat pemalu. Lantas bagaimanakah dengan para gadis perawan pada masa kini yang telah terbiasa dengan ikhtilath?<br />
<br />
<b>7. Ikhtilath dapat membuat hilangnya rasa cemburu seorang lelaki terhadap istrinya dengan lelaki lain, ataupun sebaliknya dapat menghilangkan rasa cemburu seorang wanita terhadap suaminya dengan wanita lain.</b><br />
<br />
Rasa cemburu terhadap mahram merupakan sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> dan para sahabat beliau. Di dalam hadits Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu disebutkan:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ:
لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ.
فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ
مِنِّي</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sa’d bin ‘Ubadah berkata: “Kalau seandainya aku melihat seorang lelaki (yang bukan mahram) ada bersama istriku, niscaya dia akan aku pukul dengan pedang tanpa ampun!” Lalu sampailah perkataan itu kepada Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> dan beliau berkata: “Apakah kalian heran dengan cemburunya Sa’d? Sungguh aku lebih pencemburu darinya, dan Allah lebih pencemburu dariku.”</i> [HR Al Bukhari (6846) dan Muslim (1499)]<br />
<br />
<b>8. Ikhtilath merupakan jalan menuju zina.</b><br />
<br />
Hal ini sudah sangat jelas karena perzinaan terjadi dimulai dari pandangan mata, lalu hati menginginkannya, lalu kemaluanlah yang melaksanakannya. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ
آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ
النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي
وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa dihindari. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah ucapan, nafsu membayangkan dan menginginkan, dan kemaluan membenarkan itu semua ataupun mendustakannya.”</i> [HR Al Bukhari (6243) dan Muslim (2657)]<br />
<br />
Demikianlah beberapa kerusakan yang ditimbulkan dari peristiwa ikhtilath antara pria dan wanita yang bukan mahram di dalam satu tempat. Semoga Allah ‘azza wa jalla memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang syariat Islam. Amin ya Allah.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21227491185382246522013-06-04T11:59:00.004+07:002013-06-04T12:00:13.837+07:00Hukum Memandang Kepada Lawan Jenis yang Bukan Mahram<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></div>
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum. Saya mau tanya, apabila kita memandang kepada lawan jenis kita dengan tidak sengaja, lalu kita melihat bagian tubuhnya yang sebenarnya tidak boleh dilihat oleh orang lain, maka bagaimanakah hukumnya?<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<a name='more'></a><b><br /></b>
Wa'alaikumussalam warahmatullah.<br />
<br />
Kita dilarang untuk memandang lawan jenis yang bukan mahram dan diperintahkan untuk menundukkan pandangan dari mereka. Allah berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman agar hendaklah mereka menahan pandanganya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada para wanita yang beriman agar hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya.”</i> [QS An Nur: 30-31]<br />
<br />
Apabila pada suatu ketika kita tidak sengaja melihat kepada bagian tubuh lawan jenis yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh orang lain, maka yang harus dilakukan adalah memalingkan pandangan ke arah yang lain sehingga kita tidak lagi melihatnya.<br />
<br />
Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhuma. Dia berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ
الْآخَرِ</span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Fadhl bin Abbas pernah berboncengan bersama Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> . Lalu datanglah seorang wanita dari Khasy’am (ingin bertemu dan bertanya kepada Rasulullah). Lantas Fadhl memandang wanita tersebut dan wanita itupun memandang kepadanya. Lalu Nabi <b>صلى الله عليه وسلم</b> memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.”</i> [HR Al Bukhari (1513) dan Muslim (1334).]<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-63752169419326671272013-06-03T15:16:00.002+07:002013-06-03T15:16:43.784+07:00Hukum Bertunangan Sebelum Menikah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.<br />
<br />
Saya mau bertanya, apakah boleh saya melakukan tunangan terlebih dahulu sebelum menikah? Kalau boleh, mohon disebutkan dalilnya. Terimakasih.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<a name='more'></a><br />
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/06/tambahan-lafazh-wa-maghfiratuh-pada.html" target="_blank">wamaghfiratuh</a>.<br />
<br />
Sepengetahuan kami, tidak ada istilah pertunangan di dalam syariat Islam. Bahkan sebenarnya pertunangan itu dapat mengandung penyelisihan syariat dan menimbulkan kerusakan yang besar. Di antaranya adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1. </b>Pertunangan bukanlah ikatan resmi secara syariat yang dapat mengikat antara seorang pria dan wanita.Ikatan resmi dan syar'i yang dapat mengikat seorang pria dan wanita adalah akad nikah.<br />
<br />
<b>2. </b> Pertunangan bukanlah merupakan bagian dari Islam. Ia merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh kaum kafir. Maka barangsiapa yang melakukan pertunangan berarti dia secara sadar atau tidak sadar telah meniru kebiasaan khusus kaum kafir (tasyabbuh). Adapun yang disyariatkan di dalam Islam adalah khithbah atau meminang.<br />
<br />
<b>3.</b> Di antara kemungkaran yang terjadi di dalam pertunangan adalah adanya proses tukar-menukar cincin emas pertunangan antara pihak lelaki dan wanita. Selain hal ini merupakan tasyabbuh dengan kaum kafir, cincin emas juga diharamkan bagi kaum lelaki untuk memakainya.<br />
<br />
<b>4.</b> Di antara kemungkaran lainnya adalah adanya proses pengambilan gambar (foto) pasangan tunangan tersebut seolah-olah mereka sudah menjadi suami-istri. Padahal mereka belum lagi menjadi pasangan suami-istri sehingga wanita itu boleh sembarangan berfoto sambil berangkulan dan berpelukan dengan seorang lelaki yang bukan mahramnya. Ditambah lagi bahwa berfoto dengan tujuan yang tidak darurat hukumnya adalah haram di dalam Islam.<br />
<br />
<b>5.</b> Pria dan wanita yang sudah bertunangan menyangka bahwa mereka telah diperbolehkan untuk bergaul secara bebas tanpa adanya pengawasan dari mahram mereka lagi. Ini adalah tidak benar.<br />
<br />
<b>6.</b> Terkadang jarak waktu antara pertunangan dan akad nikah cukup jauh, sehingga bisa menimbulkan berbagai fitnah antara pasangan pria dan wanita yang bertunangan akibat pergaulan mereka yang cenderung bebas dari pengawasan.<br />
<br />
<b>7.</b> Dampak lainnya dari jarak waktu tunangan dan akad nikah yang cukup jauh adalah: terkadang sang pria dalam masa waktu itu jatuh cinta kepada wanita lain yang dianggap lebih menarik dari tunangan wanitanya ataupun sebaliknya terkadang sang wanita jatuh cinta kepada pria lain yang lebih menarik daripada tunangan pria. Akibatnya terjadilah pembatalan pertunangan, perselingkuhan, pertikaian keluarga kedua belah pihak, dan segudang permasalahan lainnya.<br />
<br />
Demikianlah beberapa kemungkaran yang terjadi di dalam peristiwa pertunangan. Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk kepada kita dan seluruh hamba-Nya kepada kebenaran. Amin Ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a'lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-21584537719047616522013-03-27T08:47:00.000+07:002013-03-27T08:47:50.591+07:00Hukum Merokok<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
Merokok adalah suatu perbuatan maksiat. Hukum merokok menurut pendapat yang paling kuat adalah haram. Hal ini disebabkan karena banyak sekali mudharat yang terkandung di dalam menghisap rokok. Di antara mudharat tersebut adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<b>1.</b> Merokok bisa membawa pelakunya kepada kebinasaan dan penyakit yang berbahaya, yaitu kematian, kanker, serangan jantung, impotensi, dan berbagai penyakit berat lainnya. Sedangkan kita dilarang untuk membawa diri kita kepada perbuatan yang bisa membahayakan diri kita.<br />
<a name='more'></a><br />
Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ
إِلَى التَّهْلُكَةِ</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Janganlah kalian membawa diri kalian kepada kebinasaan.”</i> [QS Al Baqarah: 195]<br />
<br />
<b>2.</b> Rokok itu mengandung berbagai bahan beracun yang bisa menimbulkan kerusakan pada tubuh.<br />
<br />
Allah ta'ala berfirman:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”</i> [QS Al-A'raf: 157]<br />
<br />
<b>3.</b> Seseorang yang merokok, dia tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga membahayakan orang lain yang ada di sekitarnya. Baik disebabkan oleh racun yang terkandung di dalam asap rokok, maupun bau tak sedap yang ditimbulkan olehnya.<br />
<br />
Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda :<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan diri orang lain.”</i> [HR Ahmad (2867) dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Hadits hasan.]<br />
<br />
<b>4.</b> Merokok termasuk perbuatan menyia-nyiakan harta dalam hal yang tidak bermanfaat. Rasulullah<b> صلى الله</b> <b>عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنَعَ وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ
قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian perbuatan durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan dalam keadaan hidup, mencegah hak orang lain terhadapnya, dan menuntut sesuatu yang bukan haknya kepada orang lain. Allah juga membenci bagi kalian perbuatan menyebarkan kabar yang tidak jelas kebenarannya, terlalu banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.”</i> [HR Al Bukhari (2408) dan Muslim (593) dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
<b>5.</b> Merokok juga merupakan bentuk penyia-nyiaan terhadap waktu, padahal kita diperintahkan untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan hal-hal yang bermanfaat.<br />
<br />
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> menasehati seorang lelaki:<br />
<br />
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">اغتنم خمسا قبل خمس : شبابك قبل
هرمك و صحتك قبل سقمك و غناك قبل فقرك و فراغك قبل شغلك و حياتك قبل موتك</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum masa pikunmu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa hidupmu sebelum kematianmu.”</i> [HR Al Hakim. Hadits shahih]<br />
<br />
Berdasarkan bahaya dan dan kerusakan yang telah kita sebutkan di atas, maka sudah sepantasnya bila merokok itu digolongkan kepada perbuatan yang diharamkan. Wallahu ta'ala a'lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق</span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-6987157305710202122013-03-09T12:34:00.002+07:002013-03-14T12:14:50.123+07:00Hukum Pernikahan Melalui Telepon<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<br />
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang hukum
pernikahan yang akadnya dilakukan lewat telepon. Orang tua menjadi saksi
di dalam mengucapkan ijab-qabul dan dibarengi dengan kalimat syahadat
sebanyak tiga kali. Atas jawaban dan penjelasanya saya ucapkan banyak
terima kasih.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/06/tambahan-lafazh-wa-maghfiratuh-pada.html" target="_blank">wamaghfiratuh</a>.<br />
<br />
Kebanyakan
ulama fiqih menyatakan bahwa penyelenggaraan akad nikah melalui
perantaraan telepon adalah tidak sah. Sebabnya adalah adanya kemungkinan
untuk terjadinya penipuan dan kecurangan. Sedangkan masalah pernikahan
merupakan perkara yang sangatlah penting karena berkaitan dengan
kemaluan dan kehormatan seseorang. Di antara fatwa ulama mengenai
permasalahan ini adalah sebagai berikut.<br />
<br />
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Ifta` (Komisi Tetap Fatwa) Arab Saudi nomor 1216:<br />
<br />
Pertanyaan:<br />
<br />
Apabila
telah terpenuhi rukun-rukun nikah dan syarat-syaratnya, akan tetapi
wali nikah dan calon suami masing-masing berada di negeri yang berbeda,
maka apakah boleh dilakukan akad nikah melalui telepon ataukah tidak?<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Melihat
banyaknya penipuan dan kecurangan yang terjadi pada masa kini, dan
keahlian untuk meniru satu sama lain dalam hal pembicaraan dan meniru
suara orang lain … dst … , dan melihat kepada perhatian syariat Islam
dalam hal penjagaan kemaluan dan kehormatan, dan kehatian-hatian dalam
hal tersebut lebih besar daripada kehati-hatian dalam akad-akad muamalat
lainnya, maka Komisi Fatwa berpendapat bahwasanya sepatutnya untuk
tidak melakukan akad pernikahan berupa ijab, qabul, dan perwakilan
melalui percakapan telepon; demi mewujudkan maqashid (maksud dan tujuan)
syariat dan memberikan perhatian yang lebih dalam hal menjaga kemaluan
dan kehormatan sehingga orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan
orang-orang yang berniat untuk melakukan penipuan dan kecurangan tidak
bisa untuk bermain-main dalam hal ini. Wabillahittaufiq.<br />
<br />
Ketua Komisi: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz<br />
Wakil Ketua Komisi: Abdurrazzaq Afifi<br />
Anggota Komisi: Abdullah bin Ghudayyan dan Abdullah bin Mani’<br />
<br />
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi pernah ditanyakan tentang hal ini. Beliau menjawab sebagai berikut:<br />
<br />
“Tidak,
tidak boleh melakukan akad nikah melalui telepon karena akad nikah
haruslah terpenuhi padanya empat hal, yaitu: wali nikah, calon suami,
dan dua orang saksi. Keempat orang ini tidak mungkin bertemu bila
melalui telepon. Tidak pula cukup dengan sekedar mengenal suara karena
bisa jadi yang berbicara di telepon adalah orang yang bukan merupakan
wali nikah, atau bisa jadi yang menerima akad nikah (yang melakukan
qabul) bukanlah si calon suami, atau bisa jadi saksi yang berbicara di
sana ternyata bukan orang yang adil, atau bisa jadi ada satu orang yang
merubah suaranya ketika menjadi wali nikah dan ketika menjadi saksi.
Yang ingin ditegaskan di sini adalah bahwasanya tidaklah boleh melakukan
akad nikah lewat telepon. Akad nikah itu haruslah dihadiri oleh wali,
calon suami, dan dua orang saksi. Keempat orang tersebut haruslah berada
di dalam satu majelis (tempat).”<br />
<br />
Lihat Fatawa Asy Syaikh ‘Abdil ‘Aziz Ar Rajihi (1/53/1726)<br />
<br />
Adapun
yang berkaitan dengan masalah pengucapan dua kalimat syahadat di dalam
proses akad nikah, maka hal ini sepengetahuan kami tidaklah
disyariatkan. Wallahu a’lamu bishshawab.<br />
<div class="MsoNormal">
<br />
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">والحمد لله رب العالمين</span></div>
</div>
</div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-16626194255537653352013-02-28T11:15:00.001+07:002013-02-28T11:16:22.219+07:00Bisakah Anak Jadi Wali Nikah Ibunya?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Bismillah. Afwan, apakah anak bisa menjadi menjadi wali dari pernikahan ibunya? Jazakallahu khaira.<br />
<br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Seorang anak bisa menjadi wali bagi pernikahan ibunya dengan beberapa syarat berikut, yaitu:<br />
<br />
<b>1.</b> Tidak ada wali yang lebih berhak dari anak tersebut, yaitu bapak dan kakek dari ibunya. Ketiadaan ini dapat disebabkan karena adanya halangan untuk hadir ataupun karena mereka berdua telah meninggal dunia.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>2.</b> Anak itu haruslah berakal sehat. Oleh karena itu, tidaklah diterima perwalian dari anak kecil yang belum berakal, orang gila, orang tua yang sudah pikun, dan orang yang cacat pikirannya.<br />
<br />
<b>3.</b> Anak itu haruslah beragama Islam. Sebabnya adalah karena perwalian orang kafir terhadap orang muslim tidak diterima. Ini merupakan ijma’ dari para ulama. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<i>“Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.”</i> [QS At Taubah: 71]<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا
يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<i>“Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.”</i> [QS Alu ‘Imran: 28]<br />
<br />
<b>4. </b>Anak itu haruslah telah mencapai batasan baligh. Apabila dia belum mencapai batasan baligh, maka perwaliannya tidaklah diterima.<br />
<br />
Seseorang telah dikatakan baligh adalah apabila telah didapati padanya tiga tanda berikut ini:<br />
<br />
<b>a.</b> Telah genap berusia lima belas tahun.<br />
<b>b.</b> Telah tumbuh rambut kasar pada kemaluan depan.<br />
<b>c.</b> Telah keluar mani, baik ketika terjaga maupun ketika tidur, yang disebabkan oleh syahwat.<br />
<br />
<b>5. </b>Anak itu haruslah berjenis kelamin laki-laki. Jika anak itu berjenis kelamin perempuan, maka tidaklah diterima perwaliannya.<br />
<br />
Demikianlah beberapa syarat seorang anak itu bisa menjadi wali nikah bagi pernikahan ibunya. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">والحمد
لله رب العالمين</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Syarh Bulughul Maram karya Syaikh Muhammad bin Hizam hafizhahullah dan kitab Syarhul Mumti’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah.</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4211036325217663077.post-62217835780390430032013-02-11T22:58:00.002+07:002014-04-08T08:07:00.125+07:00Beberapa Hewan yang Diperintahkan atau Dilarang untuk Dibunuh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: 'Traditional Arabic', serif; font-size: 20pt; line-height: 115%;">بسم الله الرحمن الرحيم</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<b>Pertanyaan:</b><br />
<br />
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ana ingin tahu lebih banyak lagi tentang Islam yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah. Apakah benar ada dalil tentang adanya binatang yang wajib hukumnya untuk dibunuh dan juga haram hukumnya untuk dibunuh? Jazakumullahukhairan atas jawabannya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.<br />
<a name='more'></a><br />
<b>Jawaban:</b><br />
<br />
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu <a href="http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/06/tambahan-lafazh-wa-maghfiratuh-pada.html" target="_blank">wa<span id="goog_1406379633"></span><span id="goog_1406379634"></span>maghfiratuhu</a>.<br />
<br />
Benar, ada hewan yang kita diperintahkan untuk membunuhnya, dan ada pula hewan yang kita dilarang untuk membunuhnya. Berikut ini beberapa contohnya:<br />
<br />
<b>A. Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh.</b><br />
<br />
Contoh hewan yang kita diperintahkan untuk membunuhnya adalah yang disebut di dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasululullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي
الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ
الْعَقُورُ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Lima hewan pengganggu yang boleh dibunuh (meskipun) di tanah haram, yaitu: tikus, kalajengking, rajawali, gagak, dan anjing yang suka menggigit.”</i> [HR Al Bukhari (3314) dan Muslim (1198)]<br />
<br />
Contoh lainnya adalah cicak. Kita dianjurkan untuk membunuh cicak. Dalilnya adalah hadits Ummu Syarik radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> memerintahkannya untuk membunuh cicak. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah nomor 3228 dengan sanad yang shahih.<br />
<br />
Keutamaan dan pahala yang kita dapatkan bila kita membunuh cicak adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">من قتل وزغة في أول ضربة فله كذا
وكذا حسنة ومن قتلها في الضربة الثانية فله كذا وكذا حسنة لدون الأولى وإن قتلها
في الضربة الثالثة فله كذا وكذا حسنة لدون الثانية</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Barangsiapa yang membunuh cicak dalam sekali pukul, maka dia mendapatkan sekian pahala. Barangsiapa yang membunuhnya pada pukulan yang kedua, maka dia mendapat sekian pahala yang lebih sedikit daripada yang pertama. Jika dia membunuhnya pada pukulan yang ketiga, maka dia mendapat sekian pahala yang lebih sedikit daripada yang kedua.” </i>[HR Muslim (2240) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.]<br />
<br />
<b>B. Hewan yang dilarang untuk dibunuh.</b><br />
<br />
Contoh hewan yang dilarang untuk dibunuh adalah seperti yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إن النبي صلى الله عليه و سلم نهى
عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Rasulullah<b> صلى الله عليه وسلم</b> melarang membunuh empat hewan, yaitu semut, lebah, burung hud-hud, dan shurad.”</i> [HR Abu Daud (5267). Hadits shahih.]<br />
<br />
Shurad itu adalah burung yang memiliki kepala dan paruh yang besar dan berbulu lebat, separuhnya berwarna putih dan separuhnya berwarna hitam. Silakan melihat gambarnya <a href="http://www.mekshat.com/vb/showthread.php?t=406102" target="_blank">di sini</a>. Adapun gambar burung hud-hud dapat dilihat <a href="http://www.dreamscity.net/vb/t45633.html" target="_blank">di sini</a>.<br />
<br />
Contoh lainnya adalah katak/kodok. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah <b>صلى الله عليه وسلم</b> bersabda:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">لَا تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ
فَإِنَّ نَقِيقَهَا تَسْبِيحٌ وَلَا تَقْتُلُوا الْخُفَّاشَ فَإِنَّهُ لَمَّا
خَرِبَ بَيْتُ الْمَقْدِسِ قَالَ : يَا رَبِّ سَلِّطْنِي عَلَى الْبَحْرِ حَتَّى
أُغْرِقَهُمْ</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Janganlah kalian membunuh katak karena suaranya adalah tasbih. Janganlah kalian membunuh kelelawar karena ketika Baitul Maqdis dihancurkan (oleh kaum kafir) ia berdoa: “Wahai Rabbku, berilah aku kekuasaan terhadap laut agar aku dapat menenggelamkan mereka.”</i> [HR Al Baihaqi. Sanadnya shahih.]<br />
<br />
Contoh lainnya adalah semut dan lebah. Kedua binatang ini dilarang untuk dibunuh berdasarkan hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">إن النبي صلى الله عليه وسلم نهى
عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد</span><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<i>“Sesungguhnya Nabi<b> صلى الله عليه وسلم</b> melarang dari membunuh empat jenis binatang, yaitu: semut, lebah, hudhud, dan shurad.”</i> [HR Abu Daud (5267). Hadits shahih.]<br />
<div>
<br /></div>
Masih ada hewan-hewan lain yang diperintahkan atau dilarang untuk dibunuh. Demikian secara ringkas. Wallahu a’lam.<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">وبالله التوفيق<o:p></o:p></span></div>
</div>
Dakwah Islamhttp://www.blogger.com/profile/03134910325257944357noreply@blogger.com