Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Sabtu, 22 Juni 2013

Hukum Mandi bagi Orang Kafir yang Masuk Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

Salah satu hal yang disyariatkan bagi orang kafir yang masuk ke dalam agama Islam adalah mandi. Sebabnya adalah karena orang-orang kafir secara umum biasanya berada dalam keadaan berhadats besar. Meskipun mungkin saja ada sebagian orang kafir yang tidak dalam keadaan junub, namun kondisi ini diberlakukan secara umum.

Meskipun para ulama bersepakat atas disyariatkannya mandi ketika masuk Islam, namun mereka berselisish tentang hukum mandi ini. Ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini:

1. Imam Malik dan Imam Ahmad (dalam salah satu riwayat dari beliau) berpendapat bahwa hukum mandi ini adalah wajib secara mutlak bagi setiap kafir yang masuk Islam, baik dia dalam keadaan berhadats besar ataupun tidak.

Dalil yang dipakai oleh kelompok ini adalah hadits tentang kisah Tsumamah bin Utsal radhiallahu ‘anhu:

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

“Nabi صلى الله عليه وسلم mengirim pasukan ke daerah Najd, lalu mereka kembali dengan membawa seorang lelaki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal. Mereka kemudian mengikatnya di salah satu tiang mesjid. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم keluar menemuinya dan berkata: “Lepaskanlah Tsumamah!” Kemudian Tsumamah pergi ke sebuah kebun kurma di dekat mesjid, lalu mandi, kemudian masuk ke dalam mesjid dan berkata: “Saya bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah (sesembahan) yang boleh disembah kecuali hanya Allah dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.” [HR Al Bukhari (462) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.]

Dalil lainnya adalah hadits Qais bin ‘Ashim radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أريد الإسلام فأمرني أن أغتسل بماء وسدر

“Saya mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk masuk Islam. Lantas beliau memerintahkanku untuk mandi dengan air yang bercampur daun pohon bidara.” [HR Abu Daud (355). Hadits shahih.]

2. Imam Asy Syafi’i berpendapat bahwa orang kafir yang masuk Islam tidak wajib bagi dia untuk mandi dengan syarat dia tidak sedang dalam keadaan berhadats besar. Jika dia ketika masuk Islam sedang berhadats besar, maka dia wajib untuk mandi.

3. Imam Abu Hanifah berpendapat dengan pendapat yang sama dengan Imam Asy Syafi’i, yaitu mandi bagi orang kafir yang masuk Islam tidak diwajibkan. Akan tetapi Abu Hanifah memberlakukan ini secara mutlak, artinya baik orang kafir itu sedang berhadats besar ataupun tidak, dia tetap tidak wajib untuk mandi.

Pembahasan Khilaf dalam Masalah Ini

Dari tiga pendapat di atas, yang lebih kuat -wallahu a’lam- adalah pendapat yang mengatakan bahwa syariat mandi bagi orang kafir yang masuk Islam hukumnya adalah mustahab atau disunatkan secara mutlak. Dasar pertimbangannya adalah beberapa hal berikut:

1. Perbuatan mandi yang dilakukan oleh Tsumamah bin Utsal radhiallahu ‘anhu menurut riwayat Al Bukhari sebagaimana yang tersebut di atas (begitu pula menurut riwayat Muslim), dilakukan atas keinginan dirinya sendiri, dan perbuatan mandi ini diakui oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Lantas bagaimana halnya dengan perintah Nabi صلى الله عليه وسلم terhadap Qais bin ‘Ashim radiallahu ‘anhu untuk mandi ketika masuk Islam? Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah di sini bukanlah perintah yang bermakna wajib. Ia adalah perintah yang bermakna anjuran (istihbab). Alasannya adalah karena sebagaimana yang telah dimaklumi dari sejarah, banyak sekali orang-orang yang masuk ke dalam Islam pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم hidup. Kalau seandainya setiap orang yang masuk Islam wajib untuk mandi, pastilah perintah ini telah diriwayatkan secara mutawatir oleh banyak sahabat Rasul.

Ketiadaan riwayat yang mutawatir oleh para sahabat dalam hal ini menunjukkan bahwa perkara mandi dalam hal ini bukanlah suatu kewajiban. Adapun perintah mandi yang tersebut di dalam hadits Qais bin ‘Ashim adalah perintah yang bersifat anjuran. Al Khaththabi rahimahullah berkata: “Kebanyakan ahlul ‘ilmi berpendapat tentang istihbab (dianjurkan)-nya mandi ini, dan tidak berpendapat tentang wajibnya hal tersebut.”

2. Adapun tentang pendapat Imam Asy Syafi’i yang mengatakan bahwa orang kafir yang masuk Islam tidak wajib bagi dia untuk mandi dengan syarat dia tidak sedang dalam keadaan berhadats besar, dan jika dia berhadats besar maka dia wajib mandi, perincian seperti ini tidaklah ada landasan dalilnya.

Alasannya adalah karena tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang menunjukkan bahwa Rasul menanyakan kepada setiap orang yang masuk Islam apakah dia sedang berhadats besar ataukah tidak. Kalau seandainya syarat atas orang yang masuk Islam harus terbebas dari hadats besar, pastilah Rasul telah menanyakannya kepada setiap orang yang masuk Islam. Ternyata hal ini -yaitu perincian apakah orang yang masuk Islam sedang berhadats besar ataukah tidak- tidak dijumpai di dalam berbagai riwayat.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka kita menyimpulkan bahwa pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah orang kafir yang masuk ke dalam Islam tidak diwajibkan atas dia untuk melakukan mandi secara mutlak, baik dia sedang berhadats besar ataukah tidak. Sepanjang dia telah mengucapkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar, maka telah sah bagi dia masuk ke dalam Islam. Wallahu a’lam.

Perhatian!

1. Ada dua riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah dalam masalah ini. Riwayat pertama mengatakan wajib, dan riwayat kedua mengatakan hukum mandi adalah mustahab (disukai). Riwayat yang kedua inilah yang dirajihkan oleh Al Mawardi penulis kitab “Al Inshaf” dan dipilih oleh beberapa ulama mazhab Hanbali. Jika kita memilih riwayat yang kedua ini, maka yang berpendapat tentang wajibnya mandi ketika masuk Islam hanyalah Imam Malik saja.

2. Syariat mandi ketika masuk Islam ini bukan hanya berlaku bagi orang kafir. Ia juga berlaku bagi orang yang murtad dari Islam, lalu ingin kembali masuk ke dalam Islam.

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Taudhihul Ahkam karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam rahimahullah.

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !