Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Senin, 20 Februari 2012

Shalat Zhuhur setelah Shalat Jum'at, Adakah?

بسم الله الرحمن الرحيم

Melaksanakan shalat Zhuhur setelah shalat Jum’at adalah bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم karena shalat Jum’at adalah pengganti shalat Zhuhur yang ditetapkan oleh Allah ta'ala khusus pada hari Jum’at berdasarkan firman Allah di dalam surat Al Jumu’ah ayat 9 dan hadits-hadits yang banyak.

Apabila syarat dan rukun Jum’at telah terpenuhi, serta tidak adanya hal-hal yang bisa merusak shalat Jum’at maka cukuplah shalat ini sebagai pengganti shalat Zhuhur.

Pada sebagian kelompok dan mesjid, kita masih melihat mereka melakukan shalat Zhuhur setelah shalat Jum’at. Saya memperkirakan sebab mereka melakukan ini adalah salah satu dari tiga hal:

1. Mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa pada setiap kota hanya boleh ada satu masjid saja yang melakukan shalat Jum’at. Apabila shalat Jum’at pada suatu kota dilakukan di lebih dari satu mesjid maka yang sah shalatnya adalah mesjid yang tercepat melakukan shalat Jum’at. Sedangkan jama’ah mesjid yang lain tidak sah. Makanya harus dilakukan shalat Zhuhur lagi empat rakaat.

Meskipun ini pendapat banyak ulama, namun yang rajih dalam hal ini adalah pendapat ulama yang menyatakan bolehnya menegakkan shalat Jum’at di banyak mesjid meskipun berada di dalam satu kota yang sama bila memang diperlukan, seperti karena luasnya wilayah kota, sempitnya mesjid, masalah transportasi, dll.

2. Mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa shalat Jum’at hanya sah bila dihadiri oleh minimal empat puluh orang. Bila jumlahnya kurang dari empat puluh orang, maka harus dilakukan shalat Zhuhur lagi.

Pendapat ini marjuh dengan alasan sebagai berikut:

a. Kisah shalat Jum’at pertama di dalam Islam yang dihadiri oleh empat puluh orang sama sekali tidak menunjukkan syarat minimal sahnya shalat Jum’at. Sebagian ulama mengatakan peristiwa itu adalah qadhiyyatul ‘ain artinya kebetulan jumlah kaum muslimin yang ada di tempat tersebut ketika pelaksanaan shalat Jum’at memang ada empat puluh orang. Bila seandainya jumlah orang yang ada saat itu kurang dari empat puluh tentunya shalat Jum’at tetap akan dilaksanakan juga, karena shalat Jum’at tetap sah sebagaimana sahnya shalat berjamaah, yaitu dihadiri minimal oleh dua orang.

b. Mesjid-mesjid yang melakukan shalat Zhuhur setelah shalat Jum’at ini terkadang jumlah jamaah yang hadir ketika Jum’at adalah lebih dari empat puluh orang, namun mereka tetap melakukan shalat Zhuhur lagi. Ini adalah keanehan. Mungkin mereka mengikuti pendapat nomor satu, namun telah kami sebutkan penjelasannya di atas.

3. Mereka melakukan lagi shalat Zhuhur setelah shalat Jum'at adalah karena kurang dua rukun khutbahnya karena khatib berkhutbah dalam bahasa asing, bukan bahasa Arab. Sedangkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bila berkhutbah menggunakan bahasa Arab. Maka sebagaimana shalat harus berbahasa Arab maka khutbah pun harus berbahasa Arab pula.

Alasan ini juga tidak benar, karena khutbah dengan berbahasa selain Arab adalah sah. Memang benar Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkhutbah dengan bahasa Arab, tapi itu karena jamaahnya adalah para sahabat yang memahami bahasa Arab. Bukan artinya bila kita berkhutbah di hadapan orang asing lalu kita tetap berkhutbah dengan bahasa Arab.

Adapun mengqiyaskan khutbah dengan shalat tidaklah bisa diterima (qiyas ma'al fariq) karena shalat itu adalah ibadah yang langsung ditujukan kepada Allah, sedangkan khutbah Jum'at meskipun ia adalah ibadah tetapi ia merupakan nasehat kepada umat manusia, sehingga boleh menggunakan bahasa yang mereka pahami meskipun bukan bahasa Arab. Wallahu a'lam.

وبالله التوفيق

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !