Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Senin, 12 Maret 2012

Tawassul kepada Allah (Bagian Pertama)

بسم الله الرحمن الرحيم

Kami sempat menunda pembahasan tentang masalah ini karena kami merasa pembahasan tentang hal ini cukup panjang. Namun, karena telah beberapa kali kami menjumpai perdebatan tentang hal ini maka kami berazam untuk menuliskan hal ini. Apalagi setelah kami melihat ternyata dalil-dalil yang mereka adalah lemah. Kalaupun ada yang shahih, dalil yang mereka gunakan itu ibarat “jauh panggang dari api” , ditambah pula dengan syubhat-syubhat dari akal pikiran mereka.

Ketahuilah, sesungguhnya tawassul itu terbagi kepada dua. Tawassul yang disyariatkan dan  tawassul yang dilarang. Jadi, tidak semua tawassul itu diperbolehkan. Pada kesempatan ini, kita akan membahas tentang bagian pertama, yaitu tawassul yang diperbolehkan.

Pengertian tawassul adalah perbuatan seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah dengan menjadikan perantara antara dirinya dan Allah dengan tujuan agar amal ibadah/doanya itu diterima oleh Allah.

Tawassul yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

1. Bertawassul kepada Allah dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

 Allah ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Asma`ul Husna (nama-nama yang indah) itu hanya milik Allah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma`ul Husna itu.” [QS Al A’raf: 180]

2. Bertawassul kepada Allah dengan menggunakan amalan shalih yang pernah dilakukan oleh si pendoa itu sendiri.

Contohnya adalah firman Allah tentang doanya orang yang beriman:

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ

“Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kalian kepada Rabb kalian" , maka kamipun beriman. Wahai Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.” [QS Alu Imran: 193]

Contoh yang lain adalah firman Allah:

رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

“Wahai Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah Kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)." [QS Alu Imran: 53]

Contoh lainnya adalah kisah tiga orang lelaki yang terperangkap di dalam sebuah gua karena ada batu besar yang menutupi pintu gua. Lalu mereka bertawassul kepada Allah dengan amal shalih yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Lalu terbukalah pintu gua dengan izin Allah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (2272) dan Muslim (2743) dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu.

3. Bertawassul dengan perantara doa orang shalih yang masih hidup.

Para sahabat pernah meminta kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم agar berdoa kepada Allah supaya menurunkan hujan ketika musim kemarau. Lihat kisah ini di Shahih Al Bukhari (933) dan Shahih Muslim (897) dari Anas bin Malik.

Ketika beliau meninggal, para sahabat meminta kepada pamannya Nabi yaitu Abbas bin Abdil Muththalib untuk berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan. Lalu Abbas pun berdoa kepada Allah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (3710)

Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu juga pernah melakukan hal ini dengan meminta Yazid ibnul Aswad Al Jurasyi. Lalu Allah pun menurunkan hujan kepada mereka. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di Tarikh Dimasyq (65/112-113) dengan sanad yang shahih.

Jelas di sini bahwa para sahabat tidak lagi meminta doa kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang telah wafat atau dengan perantara kedudukan dan kemuliaannya karena tahu bahwa hal itu tidaklah diperbolehkan karena orang yang telah mati tidak lagi bisa memberi manfaat kepada orang yang masih hidup.


4. Bertawassul kepada Allah dengan menggunakan tauhid-Nya.

Contohnya adalah seperti apa yang dilakukan oleh Nabi Yunus صلى الله عليه وسلم :

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

“dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (di dalam perut ikan): "Tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” [QS Al Anbiya`: 87-88]

5. Bertawassul kepada Allah dengan menampakkan rasa lemah dan butuh kepada Allah.

Contohnya adalah sebagaimana kisah Nabi Ayyub صلى الله عليه وسلم di dalam Al Qur`an:

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ

“dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya: "(Wahai Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Zat yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” [QS Al Anbiya`: 83-84]

6. Bertawassul kepada Allah dengan menampakkan pengakuan terhadap dosa-dosa yang telah dilakukannya.

Contohnya adalah kisah Nabi Musa صلى الله عليه وسلم setelah membunuh seorang bangsa Mesir secara tidak sengaja.

قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Musa berdoa: "Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Lalu Allah mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah Al Ghafur (Yang Maha Pengampun) lagi Ar Rahim (Maha Pemberi rahmat).” [QS Al Qashash: 16]


Demikianlah jenis-jenis tawassul kepada Allah yang disyariatkan di dalam Islam. Insya Allah akan kita lanjutkan di bagian kedua pembahasan tentang jenis-jenis tawassul yang dilarang di dalam Islam.

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya oleh admin blog dari kitab 'Aqidatut Tauhid karangan Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan kitab Al Mabadi`ul Mufidah karangan Syekh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahumallah.

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !