Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Senin, 14 Oktober 2013

Hukum Pacaran

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan:

Bagaimanakah hukum berpacaran ?

Jawaban:

Berpacaran hukumnya haram karena banyak pelanggaran syariat yang terjadi padanya. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pacaran merupakan pintu menuju perzinaan.

Alasannya adalah karena perzinaan terjadi diawali dari pandangan mata, lalu timbul syahwat di dalam hati, akhirnya kemaluanlah yang menuntaskan syahwatnya itu. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa dihindari. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah ucapan, nafsu membayangkan dan menginginkan, dan kemaluan membenarkan itu semua ataupun mendustakannya.” [HR Al Bukhari (6243) dan Muslim (2657)]

Allah ta’ala telah melarang kita untuk mendekati zina, aplagi dari sampai melakukannya. Allah ta'ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya ia adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” [QS Al Isra`: 32]

2. Dalam pacaran, terjadi persentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram, dari mulai berpegangan tangan hingga berciuman.

Hal ini diharamkan berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له

“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [HR Ath Thabrani (486). Hadits shahih]

3. Dalam pacaran, terjadi saling memandang antara pria dan wanita yang bukan mahram.

Hal ini diharamkan berdasarkan firman Allah ta’ala:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [QS An Nur: 30-31]

4. Pacaran menyebabkan hilangnya rasa malu seorang wanita terhadap lelaki yang bukan mahramnya.

Hal ini berbeda jauh dengan keadaan wanita pada masa kenabian dan pada masa awal-awal Islam di mana mereka itu memiliki sifat malu dan menjaga kehormatan diri yang sangat besar. Keadaan ini digambarkan di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا

“Nabi صلى الله عليه وسلم lebih pemalu daripada gadis perawan di balik tirainya.” [HR Al Bukhari (3562) dan Muslim (2320)]

Hadits di atas menggambarkan tentang keadaan para wanita perawan pada masa itu yang amat pemalu. Lantas bagaimanakah dengan para gadis perawan pada masa kini yang telah terbiasa dengan pacaran?

Demikianlah beberapa kerusakan yang terdapat di dalam pacaran sehingga ia pantas untuk dihukumi sebagai sesuatu yang diharamkan.

وبالله التوفيق

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !